26. peran

1K 134 2
                                    

Kertiel membuka pintu besar dengan satu tangan. Meja dan kursi panjang berjejer rapi, makanan beraroma rempah langsung menusuk hidung Alsia.

Suasana di ruang makan ini cukup berisik. Beberapa makan sekaligus mengobrol. Apa Alsia terganggu? Tentu tidak. Sebaliknya dia merasa nostalgia.

"Mereka benar-benar..." urat kekesalan kembali muncul di leher Kertiel.

"Tutup telingamu, nak."

Alsia menurut.

"WOI! KITA KEDATANGAN TAMU! JAGA TINGKAH LAKU KALIAN, SIALAN!" 

Alsia menatap Kertiel dengan wajah datar, "kurasa tidak ada gunanya aku menutup telinga. Gendang telingaku masih bergetar," batin Alsia.

Seketika semua orang dalam ruang makan menutup mulut. Semua mata akhirnya tertuju pada Alsia. Itu membuatnya sedikit tersentak.

Alsia berfikir, kesan pertama macam apa yang harus ia tunjukan pada mereka? Bangsawan rendah hati, bangsawan sombong atau anak kecil yang ketakuan karena secara harfia Alsia sekarang sedang diculik.

Setelah berpikir sesaat, Alsia pun memutuskan untuk diam. Dia malas berbicara karena rasa lapar dan hausnya. Alsia memperhatikan wajah orang-orang di sekitarnya. Beberapa menatap tajam dirinya, beberapa tersenyum ramah dan sisanya memasang wajah datar.

"Kertiel, bukankah dia anak yang kau culik? Bagaimana bisa dari tahanan jadi tamu kita?"

"Bukan aku yang menculiknya. Ketualah yang membawa anak ini," ucap Kertiel sambil menepuk punggung Alsia pelan.

Kalimat terakhir membuat satu alis Alsia terangkat. Yang benar saja, gadis itu melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Kertiel-lah yang menculik dirinya, bukan beliau atau siapapun itu. 

"Haah, baiklah jika ketua sendiri yang membawanya."

Kertiel menuntun Alsia untuk duduk di kursi paling ujung. Begitu beberpa suapan masuk ke dalam mulut Alsia, orang-orang kembali berteriak. Heboh dengan urusan masing-masing.

"Maaf ya, nak. Mereka tidak peduli pada sopan santun saat makan. Semoga ini tidak merusak nafsu makanmu," seorang pria yang tadi mengeluh soal posisi Alsia berkata. Senyuman remeh muncul di wajah pria itu.

Alsia tak peduli, "tidak masalah buatku."

"Siapa namamu, nak? Pasti kau ketakutan karena mengalami penculikan seperti ini."

Tangan Alsia yang hendak memasukkan makanan ke mulutnya terhenti. Mata biru cerah itu menatap lekat wajah pria dewasa didepannya.

"Namaku, Alsia Acandra."

Deg!

Ekspresi terkejut terlihat jelas di wajah pria itu. Begitupun dengan orang-orang yang mendengarnya. Keheningan kembali melanda ruang makan.

Keringat dingin keluar dari dahi mereka.

"Acandra ... Maksudmu Mikael Acandra itu?"

Alsia merasa sedikit aneh dengan keheningan mendadak ini.

"... Dia ayahku."

"HAHAHAHA HAHAHAHA."

Gelak tawa Kertiel bergema di seluruh ruangan. Dia menyeka air matanya.

"Ketua sudah menjadi orang yang gila rupanya, hahaha."

"Kenapa? Kalian mengenal ayahku?" tanya Alsia.

Pria tadi menghela nafas berat. Dia menyeka keringat di dahinya.

"Begini, nak. Di kerajaan ini ada 5 kelompok pasukan paling kuat. Yang paling terkuat adalah pasukan pemburu vampir. Ayahmu adalah pemimpinnya bukan?"

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang