Di dalam rumah kaca Arsa memandang takjub pada bunga serta tanaman yang terawat dengan baik di sana.
"Apa pelayan yang melakukan ini?" Alsia bergumam sambil menatap lekat pada tangkai bunga yang dibentuk beraneka ragam.
"Mereka tidak sehebat itu, kak."
"Darimana kau tahu?" Alsia menaikkan satu alisnya.
"Memangnya siapa lagi? Pemilik rumah ini pastinya."
"Oh, iya juga ya," Alsia kembali teringat jika ayahnya akan tahu segala sesuatu yang terjadi di rumah ini selama ada mata yang mengawasi.
Begitu memasuki bagian dalam rumah kaca di kembar melihat sosok anak laki-laki yang tengah mengotak-atik beberapa jenis tanah.
"Raden."
Merasa namanya dipanggil, Raden pun menoleh. Wajahnya masih datar seperti yang terakhir kali Alsia lihat.
Alsia mendekat, "apa kau yang merawat semua tanaman ini?"
Raden mengangguk pelan, "demi jatah makan tambahan."
Senyuman menyebalkan terbentuk di wajah Alsia, "hoo, kau masih tidak terima karena saat itu aku mengatakan kau kalah tinggi dari Arsa ya."
Alis Raden berkedut tak senang, "tidak tuh, lagi pula aku sudah pernah bilang bukan. Proses pertumbuhan setiap orang berbeda."
Alsia menyilangkan kedua tangannya, dia menatap Raden mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Rambut coklat gelap Raden terlihat sedikit lebih panjang dan agak rapi.
"Sepertinya begitu, kau jadi terlihat lebih baik dari sebelumnya."
"Apa yang sedang kau lakukan dengan tanah kering ini? Kau mau membuatnya menjadi tanah subur lagi?" Arsa menunjuk ke tumpukan tanah keras di dalam wadah.
Raden mengangguk-anggukkan kepalanya untuk pertanyaan kedua kemudian kembali berjongkok dan mengotak-atik tanah kering tadi. Alsia dan Arsa menonton dibelakangnya dengan tenang.
Suasana tenang ini terganggu saat munculnya seorang pelayan yang mengatakan jika Tuan Count memanggil Arsa untuk bertemu dengan tamu tadi.
"Apa orang itu tidak bisa memanggilmu di waktu lain?" Alsia memasang wajah cemberut.
"Jangan menyebut Ayah dengan sebutan orang itu, Kak. Tidak sopan," saran Arsa kemudian pergi mengikuti pelayan tadi.
Begitu Arsa pergi Alsia langsung berdecak kesal. Melihat tingkah Alsia yang kurang mengenakkan Raden berbicara.
"Kau sedang ada masalah dengan Ayahmu?"
Alsia berfikir sebentar, ia melihat sekeliling. Memastikan tidak ada pelayan atau apapun yang sekiranya bisa menjadi mata-mata sang ayah.
Alsia berjongkok, "jangan beri tahu hal ini pada siapapun. Janji."
Raden menatap jadi kelingking Alsia yang terangkat. Ia kemudian menghela nafas dan melakukan janji jari kelingking.
"Janji."
"Baiklah, jika kau tidak merahasiakannya maka seluruh darah di tubuhmu akan terbakar kemudian meledak."
"Terdengar menyakitkan," batin Raden yang masih mengatur raut wajahnya.
Alsia mendekati telinga Raden, "sebenarnya aku sengaja membuat masalah agar dihukum oleh Ayah."
"Untuk apa?" satu alis Raden terangkat.
"Untuk menambahkan sedikit bumbu keseruan dalam kehidupanku. Membuat Ayah marah besar cuman bagian kecil dari rencana keseruan yang aku buat. Aku juga berniat untuk pergi menemui putri duyung."

KAMU SEDANG MEMBACA
Became The Side Character's Older Sister
Fantasy[Vote dulu sebelum membaca] [Dan kalo bisa jangan lupa follow] Karnika, salah satu fans dari antagonis sebuah novel. dia meninggal karna bom bunuh diri. bukannya pergi ke neraka atau surga karnika malah terlahir kembali di dalam novel favoritnya itu...