27. peran (2)

1.7K 173 2
                                    

Alsia akhirnya bisa pulang dengan selamat. Sebelum dipulangkan Alsia bersama bangsawan lain yang disekap diintrogasi oleh seorang penyelidik terkenal di ibukota, kata lainnya detektif.

Gadis kecil itu mengatakan jika kelompok teroris kala itu tidak melakukan apa-apa pada dirinya. Dia juga tak sempat melihat wajah seseorang yang menangkap dirinya.

Tentunya, sebuah ucapan Alsia adalah kebohongan yang diberi sedikit bumbu kebenaran.

Sang penyelidik sebenarnya ingin mengintrogasi Alsia lebih lanjut. Namun dia tak sebodoh itu. Mengingat kemarahan Mikael, salah satu pahlawan perang belum redup.

Jika mau, Mikael bisa saja memporak-porandakan kerajaan dengan pasukannya.

Alsia pun kembali ke kediaman Acandra di ibukota.

"Baiklah, sepertinya peranku di dunia ini lebih melelahkan dibandingkan Arsa."

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Alsia.

Saat ini, tepat dua hari setelah kejadian penculikan. Alsia mulai menulis rencana di masa depan. Dia pertama-tama menggambar visual orang-orang yang dia ingat, untuk memudahkan.

Lalu, Alsia mulai menyusun rencananya. Beberapa tahun kedepannya, sebelum alur utama novel dimulai Alsia akan melatih tubuhnya serta mencari bawahan yang patuh dan setia.

Begitu alur utama muncul, Alsia akan membantu sang adik melawan antagonis utama semampunya.

"Aku tidak ingin Finora mati," gumam Alsia, menghentikan gerakan penanya.

Alsia kemudian teringat dengan kejadian dimana Yoriez bertarung melawan Finora untuk pertama kalinya. Saat itu Yoriez masih belum mahir menggunakan berkat dari dewa matahari.

"Aku bisa menggunakan dia untuk Finora. Mereka hanya perlu bersembunyi setelahnya."

Tangan Alsia kembali bergerak. Menulis rangkaian kata demi kata dari rencana utamanya. Hanya satu hal yang kurang. Tujuan.

Alsia masih belum menentukan tujuan hidupnya.

"Masa tua yang tenang dan santai itu kedengarannya enak, tapi aku ingin menjelajahi dunia ini lebih dalam."

"Haruskah aku membangun semacam organisasi dunia?"

Gadis itu kembali teringat dengan ucapan Orifiel tentang dunia yang diam-diam mengincar para keturunan malaikat.

"Ya, kurasa aku harus menjadi salah satu elite global atau semacamnya di dunia ini. Dengan begitu, aku bisa bertindak bebas di manapun."

Alsia bangkit, semakin banyak informasi yang ia miliki membuat Alsia sadar jika dirinya tidak tahu apa-apa tentang dunia.

.
.
.

Sebulan kemudian, keluarga Acandra kembali ke wilayah Tenggara. Alsia tengah berjalan menuju ruangan sang ayah.

Krieeet!

Gadis itu langsung membuka pintu tanpa mengetuk, "ayah, aku mau minta sesuatu, hm?"

Alsia memasang wajah bingung ketika melihat ksatria pribadinya, Listra yang selama ini tak terlihat. Ketika Listra menatap wajah Alsia, wanita itu membentuk senyuman cerah di wajahnya. Seolah tak terjadi hal buruk apapun pada dirinya.

"Masuklah Alsia."

Alsia menurut. Dia kemudian duduk di sofa panjang di depan meja kerja Mikael. Pria itu memberikan kode pada Listra untuk keluar.

"Apa yang kau inginkan?"

"Pedang dan kuda yang keren," jawab Alsia dengan senyuman manis.

Mikael terdiam, putrinya sudah mulai tertarik dengan hal seperti ini. Mikael akhirnya menemukan kesempatan untuk mengurangi kenakalan Alsia di rumah.

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang