25. pesta (2)

1.7K 162 9
                                    

Sesampainya di area anak-anak Alsia bisa melihat beragam camilan enak di atas meja panjang. Gadis itu tak bisa menetralkan senyuman lebar di wajahnya.

"Kakak, aku ingin bermain dengan anak-anak lain. Mau ikut?" Arsa bertanya.

"Tidak, aku ingin menyendiri dan menghargai hasil kerja para koki istana," jawab Alsia.

Intinya ia hanya ingin makan.

Kedua bersaudara itu pun berpisah. Alsia melihat ke sekitar meja makan. Di sana hanya ada sedikit anak-anak yang mengambil makanan. Kebanyakan anak-anak di sini usianya 6 sampai 15 tahun.

Sepertinya para bangsawan membuat anak mereka dewasa sebelum saatnya, pikir Alsia.

Matanya tertuju pada kue Yang sudah terpotong beberapa bagian dengan krim coklat lumer di atasnya. Alsia mengambil piring kecil dan sendok. Dia menaruh satu potong kue lalu menambah lima buah ceri di atasnya.

Ketika sesendok kue hendak masuk dalam mulutnya seseorang muncul dan mengejutkan Alsia.

"Hei." Sosok itu menepuk pundak Alsia pelan.

Untung saja gadis itu belum memakan kuenya. Alsia menoleh ke asal suara dengan tatapan tajam. Itu Ozkier.

"Apa?"

"... Apa yang kau mau?"

Alsia memasang wajah bingung.

Alis Ozkier berkedut, "apa yang kau inginkan sebagai kompensasi? Akulah yang sudah membunuh tupaimu itu."

"Jadi kau ..." Alsia menghentikan ucapannya. Dia sedang memikirkan kompensasi yang cukup berguna dari putra Duke ini.

Di novel, Ozkier memang terobsesi dengan kekuatan saat ia dewasa. Namun sekarang, dia hanya anak kecil yang tahu cara mempertanggung jawabkan perbuatannya tanpa terhalang oleh ego.

Alsia mengangkat tangannya, "senjata tersembunyi yang keren."

Ozkier mengangkat satu alisnya bingung. Biasanya anak seumuran Alsia akan marah atau menangis terlebih dahulu kemudian mengatakan ingin barang yang sama.

Helaan nafas pendek terdengar. Anak laki-laki bermata abu-abu itu merogoh sakunya. Ia memberikan Alsia sebuah pena kaca berwarna hitam.

"Ada mata pisau kecil di pangkal pena itu. Tarik—"

Penjelasan Ozkier terhenti kala Alsia memunculkan mata pisau tersembunyi.

"Oh, sepertinya kau bisa sendiri."

"Lumayan."

Ozkier terdiam. Mata abu-abu itu menatap lekat mata biru cerah Alsia. Kejadian tatap menatap ini berlangsung selama beberapa saat sampai suara keributan mengalihkan perhatian keduanya.

Di area lain anak-anak berteriak panik. Yang menjadi sumber masalahnya adalah kumpulan asap hitam tebal di beberapa sudut ruangan pesta. Alsia segera menyimpan senjata pemberian Ozkier ke dalam pakaiannya. 

"Hmm... Aku tidak merasakan firasat buruk apapun. Berarti aku tidak akan mati, lecet dikit gak ngaruh."

Tep!

Seseorang muncul di atas meja panjang, tepat di belakang Alsia dan Ozkier. Alsia menoleh, sosok itu hendak menyentuh kepala Alsia. Namun gagal karena reflek gadis itu, ia langsung mundul selangkah. Ozkier bergerak cepat mengambil sendok pipih dan menusuk bagian bawah.

Melihat itu Alsia tersenyum tipis.

Alsia berpikir jika pilihan senjata Ozkier cukup bagus kerena pisau di area makan anak-anak lebih tumpul dari pisau biasanya. Teriakan demi teriakan mulai terdengar dari berbagai sudut istana. Alsia memfokuskan pendengarannya, suara sang ayah dan sang adik akhirnya terdengar.

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang