Setelah mengembalikan beberapa piring beberapa hari yang lalu, Lingga kini tahu siapa pemilik baru rumah di depan. Dirinya kerap kali melihat keluarga tersebut berlalu lalang setiap pagi. Anggota keluarga lengkap, ayah ibu dan 3 orang anak. Seperti kehidupan keluarga layak biasanya.
Lingga merasa senang berada di lingkungan rumah ini sejak dulu. Suasana berubah ubah tiap tahunnya.
Saat masih kecil, dirinya memiliki banyak teman yang seumuran disini. Hidupnya tidak sepi karena masih ada Nenek dan tetangga sekitar yang rukun. Setelah kepergian nenek, barulah ramai itu kini tidak ada. Kala itu teman sebaya Lingga juga mulai beranjak remaja.
Memiliki aktivitas lain diluar rumah. Tidak dengan Lingga. Yang selalu merasa sepi di segala kondisi. Dirinya senang menghabiskan waktu bersama dengan Hani dan Shenna. Kedua sahabatnya yang hadir sepeninggal nenek.
"Pagi tante - tante yang bahagia sehat selalu dan tetap cantik sekalipun udah punya cucu. Hehehe" Lingga dengan sumringah menyapa para ibu - ibu yang tengah menyuapi anak mereka masing - masing.
Lingga sudah di kenal anak yang Humble sejak dulu. Siapapun yang di dekatnya pasti tidak akan mati pembicaraan.
"Pagi kaka cantik" ucap salah satu ibu yang sudah lama bertetanggaan dengannya.
"Ing, ing" anak kecil yang berumur sekitar 2 tahun itu menghampiri lingga. Namanya Ebra. Dirinya cukup dekat dengan anak ini. Pasalnya anak ini interaktif sekali. Wajahnya tampan dan sangat menggemaskan. Dirinya tak kuasa melihat Ebra memeluk kakinya, sehingga langsung saja ia menggendong Ebra.
Lingga memiliki adik. Hanya saja mereka tidak dilahirkan dari orang yang sama. 1 adik wanitanya berbeda ibu, dan 2 adiknya yang lain berbeda Ayah. Namun meski memiliki adik, Lingga tidak pernah sekalipun dekat dengan adik - adiknya itu. Seakan mereka harus menjaga jarak dengan Lingga. Menyedihkan sekali.
"AKan nikan" ucap ebra tidak jelas.
"AKan nikan? Ngomong apa kamu sayang??" Lingga mengulangi kalimat yang di buat oleh Ebra tersebut.
"Makan ikan kakak" tante Rahma menjelaskan maksut dari Ebra. Yang notabene itu adalah cucunya.
"Oalah.. makan ikan. Iya dong makan yang banyak ya ebra? Biar cepet gede?"
Ebra mengangguk antusias sekali. Dirinya terus memeluk Lingga dan tidak mau di lepas. Lingga harus segera berangkat sekolah jika tidak akan terlambat. Namun ia masih berusaha membujuk ebra yang tidak mau di lepaskan dari gendongan Lingga.
"Itut ing. Itut ing,,,!! Huuaaaaaaaa!!" Tangisnya pecah saat Ebra di paksa lepas dari gendongan Lingga.
"Jangan, kakak Ing mau sekolah" tante ratih memaksa Lingga untuk segera berangkat dan memasrahkan Ebra padanya.
"Udah ling, kamu sana berangkat udah siang ini" lanjut Beliau.
"Hmm.. dada ebraa.. nanti main lagi ya sama kakak ing"
Lingga menjalankan vespanya. Berkendara melewati berbagai kendaraan bermotor. Melaju dengan tenang dan santai.
25 menit kemudian, dia telah sampai di sekolah. Ia segera memarkirkan motor di tempat parkiran dan menscan Student ID Card miliknya agar dapat tercatat di presensi.
Ia memasuki kelas yang dimana ia seharusnya berada.
"Eh iya Ling, kemarin buku yang gw titip ada engga? Lupa terus gw mau minta" ucap hani ditengah pembicaraan seru mereka bertiga.
"Nah iyaaa. Untung lu ingetin. Gw mau cerita soal itu" Lingga mode serius pun di mulai. Kedua kawannya itu memperhatikan dengan serius saat lingga menceritakan kejadian kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Lingga
Teen Fiction"masa iya anak SMA ngacak - ngacak pikiran gue?" ..... "Tolong saya sekali lagi dong pak, penguntit gila itu masih ngikutin saya. Please pak" tangannya mengatup dengan memohon agar pria itu membantunya lagi. "Oke! Sini ikut saya" Pria dewasa itu m...