Maaf

2.4K 93 0
                                    

Lingga menatap nanar pada pria yang sedang tergeletak tak berdaya di kasur itu. Matanya sayu dan lelah. Dokter baru saja memeriksa. Mengatakan bahwa ia baik - baik saja.

"Aksara sudah mencari mu kemana - mana. Bahkan dia kerab kali membuat onar kepada ayah mu, untuk mengetahui keberadaan mu."

Papah Aksara duduk di sofa kamar Aksara. Sedangkan Lingga mendengarkan dengan seksama.

"Aksara sudah menceritakan semuanya kepada Papah. Aksara mencintai mu terlalu dalam, sampai dia lupa kalau tidak semua hal bisa ia miliki. Apa yang Aksara perbuat, itu semua demi menjaga dirinya. Ia melakukan itu juga untuk kebaikan dari segala sisi. Tapi dia lupa, dari semua hal yang dia perjuangkan itu, ada intuisi yang dirinya lupakan. Sampai dia harus benar - benar kehilangan kamu."

Papar beliau. Papah Aksara menarik dan menghembuskan nafasnya panjang.

"Saya tidak pernah melihat, Aksara bisa seterpuruk ini. Setiap dia gagal, dia pasti tahu bagaimana caranya bangkit. Tapi kali ini, dia kehilangan arah. Cinta mengaburkan akal sehatnya. Yang saya inginkan, Aksara bisa mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya sendiri."

"Apa aku masih punya kesempatan?" Tanya Lingga.

"Melihat reaksinya seperti ini, bahkan jika kamu menolak, dia akan terus mengejar mu" ucap papah Aksara. Ia mengusap kepala Lingga.

"Jika kamu bahagia bersamanya, saya merestui."

***

Mata Aksara mengerjap beberapa kali. Sinar surya menusuk hingga matanya. Membangunkan dia dari tidur malamnya yang nyenyak. Ia menghembuskan nafasnya. Mengingat mimpinya semalam, datangnya Lingga di kehidupannya lagi.

Mustahil bukan? Lingga sangat membencinya. Sumber kesedihan Lingga salah satunya adalah Aksara, jadi tidak mungkin gadis itu datang lagi ke kehidupannya.

"And I've heard of a love that comes once in a lifetime
And I'm pretty sure that you are that love of mine"

Suara merdu seorang perempuan bernyanyi, menyadarkan Aksara dari lamunannya. Suara yang tidak asing baginya.

Ia bangkit dan mencari sumber suara itu. Dari balkon kamarnya. Seorang wanita rambut pendek membawa gitar terduduk di lantai.

"'Cause I'm in a field of dandelions
Wishing on every one that you'll be mine, mine
And I see forever in your eyes
I feel okay when I see you smile, smile
Wishing on dandelions all of the time
Praying to God that one day you'll be mine
Wishing on dandelions all of the time, all of the time
I think that you are the one for me
'Cause it gets so hard to breathe
When you're looking at me, I've never felt so alive and free
When you're looking at me, I've never felt so happy
And I've heard of a love that comes once in a lifetime
And I'm pretty sure that you are that love of mine"

"Lingga?" Panggil Aksara sadar bahwa wanita itu Adalah dirinya.

"Hai pak Aksara!"

Lingga menghentikan petikan gitarnya. Lalu Meletakkan gitar dilantai. Ia bangkit, menampakkan senyumnya karena melihat Aksara yang sudah terbangun.

"Ini aku beneran kok, kamu ga halu"

Tanpa Jawaban, Aksara menerjang Lingga. Aksara mencium wanitanya. Bibir mereka bertemu. Aksara merindu pada wanita yang sudah lama ia tidak pernah temui.

Ciuman itu bertahan lama. Saling terpaut dalam kerinduan yang sudah mendarah. Aksara melepas ciumannya sebelum keduanya kehabisan oksigen.

Mereka berdua saling memeluk erat. Tubuh mungil Lingga tertutup oleh tubuh besar Aksara. "Aku kangen kamu" ucap Lingga.

Aksara mendengar itu semakin mengeratkan pelukannya. Lama mereka mempertahankan posisi itu.

"Aku sesak nafas! Lepaaaassss!"

Lingga memukul Punggung Aksara yang tak memberikan ruang dirinya bernafas. Pria itu justru terkekeh. Ia mengacak - acak rambut Lingga.

"Kemana aja kamu? Tahu ngga aku kesiksa ga bisa lihat kamu?" Matanya teduh.

"Yang penting aku ada di sini kan sekarang" senyum Lingga merekah. Membuat gemas pria di depannya.

Aksara memeluk Lingga lagi. Namun kini masih ada ruang untuk gadisnya bernafas.

"Maafin aku, atas semua luka yang ada di hati kamu. Aku bodoh banget, sampe aku harus kehilangan kamu berkali - kali dulu baru aku bisa sadar sama perasaan aku sendiri. Aku mau egois, aku mau kamu Lingga"

Ucap Aksara tulus.

Mata mereka saling beradu pandang. Mengutarakan cinta itu dari pandangan mereka. Tatapan intens dan bermakna.

"Jangan senyum terus, aku ga tahan lihatnya" ucap Aksara seraya menyelipkan anak rambut ditelinga.

"Kamu maafin aku engga?" Tanyanya memastikan. Karena Lingga masih tak bergeming.

"Aku mau maafin, tapi ada syaratnya. Hehe" ucap Lingga.

"Apa?"

"Kamu .... harus jadi pacar aku!"

Aksara bergumam. "Engga mau"

"Alah, tau gitu aku ga usah nginep di sini semalem. Udahlah bodo amat."

Lingga melepaskan pelukannya. Menyebikkan bibir andalannya yang tidak pernah hilang.

"Kamu nginep di sini semalam?"

Lingga mengsedekapkan tangannya di depan dada. Memandang keluar balkon, mengabaikan Aksara.

"Jangan gitu lah, baru ketemu masa marah - marah." Aksara memeluk Lingga dari belakang. Ia meletakkan dagunya di atas bahu wanitanya.

"Aku ga mau, kamu yang nembak duluan, aku cowok ya aku yang harus bilang." Lingga mendengarkan seksama pernyataan Aksara.

"Kamu mau ngga jadi pacar ku? Lenggana primaningtyas Jatmiko Binti Wiratama Jatmiko?" Ucapnya berbisik.

"Kan sama saja" jawabnya.

"Beda. Mau ngga nih?"

"Ya mau lah, masa engga."

Lingga tertawa mendengar penuturan Aksara. Untuk pertama kalinya, dia bahagia seluar biasa ini. Akhirnya Aksara menerima pernyataan cintanya.

***

Aksara LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang