1 Fakta 1 Cerita

2K 83 0
                                    

"Menikah? Dengan siapa??"

Renita kemudian tersenyum sumringah. "Dengan Dokter Rio"

"Ah.. kemarin aku ketemu, kenapa dia ngga ngasih tahu aku?"

Renita tertawa kecil mendengar protes Lingga. Dokter Rio adalah domter ahli kejiwaan yang juga menangani Lingga. Beliau yang bertanggung jawab atas obat yang selama ini Lingga konsumsi.

"Kak Renita tahu aku di sini juga karena dokter Rio?" Tanyanya kembali.

"Tentu. Kami senang jika membahas kamu" ucap Renita jujur.

"Kami menikah bulan kemarin. Aku kira kamu akan menemui ku lagi, untuk bercerita seperti biasanya. Tapi sepertinya kamu sedang takut dengan ku?" Tanyanya.

"Haha. Engga. Kenapa kalian senang membicarakan ku? Apa kalian ngga khawatir aku akan menularkan sesuatu pada anak kalian? Haha" gurau Lingga.

"Tak apa, jika anak kami perempuan setidaknya pasti akan cantik seperti mu. Iya kan Aksara? Lingga cantikkan?" Renita menyenggol Aksara yang masih setia memperhatikan percakapan keduanya.

"I-iya" ucapnya.

Lingga tersenyum getir setelah mendengar suara Aksara lagi. Dulu saat bertemu dengannya, merupakan hal yang sangat di tunggu oleh Lingga. Hatinya selalu bahagia ketika bersama pria itu. Tapi kini? Mendengar namanya saja, hati Lingga seakan teriris.

Di tambah lagi, dibalik pindahnya Lingga kerumah itu adalah Aksara. Semakin sakit bukan?

"Aku tinggal bersama Ayah ku saat ini." Ucapnya lemah.

"Lalu? Bukankah hal itu yang kamu tunggu?"

"Ternyata semua ngga seindah yang pernah ku harapkan. Aku tidak bahagia, dan aku harus kehilangan orang yang ku sayangi."

Aksara menelan Ludahnya. Menyadari seseorang itu adalah dia.

"Tidak bahagia karena kamu harus kehilangan orang yang kamu sayang, atau karena ekspektasi kamu yang tidak sesuai?"

"Keduanya. Ayah hanya peduli dengan dirinya, tante Vinda yang selalu mencari kesalahan ku. Dan orang yang aku sayangi meninggalkan ku disaat aku mencintai dia terlalu dalam."

"Aku menikah dengan Dokter Rio juga demikian. Aku kira akan bahagia. Ternyata aku harus merelakan dirinya hampir 24 jam untuk pasiennya. Perhatian beliau semua teralihkan pada pasien - pasiennya. Aku hanya menerima sisa. Tapi bukan itu yang menjadi Fokus ku. Dokter Rio mencurahkan semua rasa lelahnya hanya untuk ku, dia memilih untuk kembali ke rumah dan membicarakan semua hal kepada ku. Itu lah yang membuat ku bahagia"

"Iya. Aku pun juga hanya bahagia ketika berdua dengan ayah. Tapi ayah tidak memberikan kesempatan itu akhir - akhir ini. Beliau meminta ku untuk belajar. Bahkan di akhir pekan. Aku sungguh jenuh dengan semua hal yang terjadi belakangan ini."

Lingga mati matian menahan tangisnya. Sedangkan usapan di lengan Lingga berhasil membuat bendungan matanya tidak dapat ditahan.

"Papah Shenna menikah lagi dengan orang dan bercerai dengan mamahnya shenna. Hani dipaksa keluarganya untuk kuliah ke Amerika. Hiks. Aku ga mau mereka tahu tentang aku. Mereka berhak bahagia. Hiks .. hiks..."

"Kenapa semua orang jahat? Hiks. Hiks. Hiks. Aku tahu aku ga tahu diri, hiks hiks. Aku ga guna di keluarga ku hiks. Aku ga pintar hiks hiks.. aku hanya menyusahkan saja hiks hiks. Aku bukan anak yang diinginkan oleh orang tua ku, aku tahu itu .hiks. hiks. Tapi kenapa mereka tetap biarkan aku hidup?? Kenapaaa? Hiks. Bunuh aja aku biar sekalian ga ada beban yang namanya Lingga. Hiks hiks hiks."

Renita memeluk tubuh gadis ini. Badan Lingga bergetar hebat karena tangisnya pecah begitu saja.

Ini yang membuatnya datang mengunjungi Lingga. Lingga perlu meluapkan emosinya. Untuk membenahi mentalnya.

"Apa kamu pernah berpikir? Kalau kamu mati, siapa yang akan menggantikan kamu untuk membahagiakan Shenna dan Hani? Apakah di dunia ini ada orang yang pantas menggantikan kamu di dunia ini untuk berteman dengan mereka berdua?"

Lingga menggelengkan kepalanya. "Berlakulah sebagaimana keluarga kamu berperilaku. Kamu harus belajar? Ya kamu lakukan. Bukan untuk orang lain, tapi untuk dirimu sendiri. Jika di hari efektiv mereka bekerja dan kalian akan bertemu di saat makan malam; maka lakukan juga seperti itu. Jika di akhir pekan, maka belajarlah yang rajin dan minta bantuan kepada Ayah mu. Maka kamu akan mendapatkan kebahagiaan itu."

"Lingga, bahagia itu tergantung pada cara mu berpikir. Bahagia itu tentang dirimu. Aku bisa bilang seperti ini memang karena aku tidak tahu yang kamu rasakan setiap harinya, bagaimana kamu memandang, tapi aku dan kamu manusia. Yang bisa merasa lemah. Kapan pun itu. Hadirnya Shenna dan Hani itu anugrah dari Tuhan untuk kamu. Mereka hadir karena punya maksut. Kalau kamu ngga kuat dengan semua permasalahan ini, sampaikan kepada mereka. Kalau kamu tidak menemukan mereka, maka kamu bisa menemui saya."

Lingga menatap wajah Renita yang sejak tadi menangkup wajahnya.

"Aku bertemu dengan keluarga yang hangat. Dan aku suka diantara mereka." Ucap Lingga.

"Lalu?"

"Tapi yang membawa ku kesana, pergi meninggalkan ku."

"It's okey. Kalau dia meninggalkan mu, maka kamu dekati keluarganya saja. Jangan risaukan seseorang itu. Kehangatan kekuarga itu yang sebaiknya yang kamu cari."

"Jangan mati Ling, kamu harus bertahan. Ada seseorang dalam perut ku yang harus bertemu dengan perempuan cantik seperti mu" lanjut Renita.

"Kamu? Hamil?" Lingga tersenyum Sumringah ketika tahu fakta itu.

Ya Lingga tahu, di dunia ini memang tidak adil. Tapi di dunia ini ada cinta. Dimana ketidak adilan akan kalah dengan rasa cinta. Meski dia mendapatkan ketidak adilan, Lingga tahu dia mendapatkan banyak cinta dari orang lain.

Aksara kini memutuskan untuk merawat Lingga. Meski dirinya sering kali di usir olehnya, tidak akan membuat dirinya pergi.

Aksara kini tahu, obat di kamar Lingga sat itu adalah obat yang digunakan untuk mebgurangi rasa cemas yang dialami Lingga.

Aksara juga baru mengetahui Jika Lingga memiliki riwayat Depresi. Ya Lingga mengalami semua itu karena kehidupannya yang tidak seberuntung Aksara.

"Ling, please! Jangan tinggalin gw, meski gw ga bisa dapetin elo, seenggaknya elo masih bisa gw lihat."  Batin Aksara.

****

Aksara LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang