Aksara frustasi sudah. Ia sejak tadi sudah berkeliling mencari keberadaan Lingga namun ia tak kunjung menemukannya.
Aksara mendesis merutuki kebodohannya. Gadis itu sudah sangat sering terluka, namun kini ia menambah luka pada hatinya.
Pikirannya penuh akan kekhawatirannya kepada Lingga. Aksara menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya. Ia teringat pada Shenna yang bisa dia mintai pertolongan.
Langsung saja ia mengetik nama Shenna dan menelfon gadis itu.
"Coba kamu tanyakan sama dia, dia ada dimana sekarang." Ucap Aksara saat telefon itu sudah tersambung.
"Memangnya tadi ada apa pak? Pak Aksara berantem sama Lingga?" Ucap seorang wanita di seberang sana.
"Ceritanya panjang, coba kamu cek dia buat postingan apa engga? Terus dimana?"
"Kenapa pak Aksara ga cek sendiri si?" Bisik seseorang di samping Shenna dapat terdengar di telinganya.
"Lingga blokir nomor saya"
"Haaa?" Pekik dua orang di seberang sana.
"Eh dia lagi di stasiun, mau ke Bandung. Lo matin aja lah telfonnya pak Aksara, kita telfon Lingga aja." Ucap seseorang yang di yakini adalah Hani.
"Secreanshoot coba. Cepat!" Ucap Aksara membentak.
Sehingga membuat Shenna mengikuti perintahnya.
Tanpa basa basi, kini Aksara menuju stasiun yang kini Lingga berada. Dia memesan tiket yang sama dengan tujuan Lingga.
"Kenapa kamu pergi dari rumah sakit?" Tanya Aksara di dalam kereta. Hampir saja dirinya ketinggalan kereta karena tak kunjung menemukan keberadaan Lingga.
Sedangkan yang di ajak berbicara terperangah kaget mendapati seseorang yang dirinya hindari tadi pagi.
Lingga hanya menatap keluar cendela. Ia tak berkenan untuk berbicara pada pria itu lagi.
"Kamu benci sama saya Ling?" Tanya nya lagi.
Diam. Lingga tetap melakukan kegiatan yang dia lakukan.
"Kamu sakit hati karena saya mengatakan hal itu?"
Lingga memasan earphone pada telinganya. Menandakan bahwa Lingga tidak peduli dengan yang Aksara katakan. Suara yang dia katakan membuat Lingga muak. Segala beban yang dirinya rasakan sangat berat, dan kini di tambah lagi dengan kehadiran Aksara.
Aksara merasakan sakit hati yang teramat dalam melihat Lingga mengacuhkannya. "Bisa kah kamu dengarkan saya sebentar?"
Aksara melepaskan paksa Earphone yang baru di gunakan Lingga. Dia menarik wajah gadis itu untuk menatapnya.
"Apa yang perlu anda dengar dari saya?"
"Katakan perasaan mu saat ini!"
"Apa anda akan peduli?"
"Iya. Saya akan sangat peduli apapun tentang kamu, Lingga."
Mereka saat ini masih saling menatap.
"Anda peduli karena kasihan pada saya. Saya di buang oleh orang tua saya, saya tidak pernah di pedulikan oleh mereka, saya di tinggalkan oleh mereka, saya ngemis - ngemis untuk mendapat perhatian mereka, yaaa. Itu saya. Jadi berhenti mengkasiani saya. Karena itu tugas saya sendiri. Saya ngga butuh anda"
"Kamu yakin kamu ga butuh saya?"
"Apa jika saya mengatakan tidak, itu akan membuat anda berubah pikiran untuk menikahi saya daripada Dea?"
Mereka masih saling terpaut. Tatapan dingin Lingga membuat Aksara membeku.
Aksara mengalah untuk diam. Dia memikirkan cara bagaimana meminta maaf pada gadis ini. Lalu memulai kehidupan tanpa ada kebenciaan diantara keduanya.
Sesampainya pada tujuan, Lingga meninggalkan Aksara. Namun Aksara tetap mengekor pada gadis itu.
"Berhenti ikuti saya!" Bentak Lingga karena Aksara yang terus mengikuti.
"Saya ga mau kamu kenapa - kenapa"
Lingga mendorong bahu pria itu. Matanya kini memanas. Siap untuk menumpahkan air mata.
"Apa yang kamu mau??" Lolos sudah air matanya. Padahal mereka masih dikawasan stasiun. Beberapa orang bahkan melihat kearah mereka.
"Saya tahu saya yang salah di sini. Saya yang suka sama kamu duluan, tapi bisa ngga sih kamu jangan kasih harapan ke saya?" Lanjut Lingga.
"Kasih saya kesempatan untuk jelasin Ling. Saya bisa jelaskan!" Ucap Aksara memelas.
"Apa?? Coba jelaskan, kenapa kamu peduli sama saya, kenapa kamu berpikir saya bukan orang yang tepat buat kamu, kenapa kamu lebih memilih dia di bandingkan saya, dan untuk apa kamu mengikuti saya?"
"Lingga, ini bukan waktu yang tepat untuk saya jelaskan itu semua disini" ucapnya.
Lingga berdecih. Pria ini terus saja berputar - putar. Apakah dia sedang menyiksa Lingga saat ini?
"Kamu harus pulang ke Jakarta sama saya. At-"
"Cukup!" Cegat Lingga yang muak mendengar Aksara.
"Silahkan kamu kembali ke Jakarta sendiri, saya masih mau di sini"
Langkah kaki Lingga terus berjalan. Dia mengusap air matanya berkali - kali. Isakan tangisnya bahkan tertahan.
Ia menuju tempat penyewaan mobil. Dia menyewa 1 buah mobil untuk diakendarai selama di Bandung. Ia memberikan foto coppy KTP nya sebagai tanda bukti.
Ia memasuki mobil pajero sport yang sudah dia sewa. Tetiba, Aksara masuk kedalam mobil sisi kiri. Dia masih setia mengikuti langkah gadis itu.
"Oke, saya putuskan akan menemani kamu selama di Bandung." Ucap Aksara seraya memakai seatbelt.
"Saya mohon sama pak Aksara, turun dan berhenti ikutin saya." Ucap Lingga.
"Saya ngga ngikuti kamu, saya hanya menemani kamu"
Air mata Lingga lolos lagi. Dia menyeka air matanya berkali - kali. Bibirnya mengeluarkan nafas berkali - kali untuk mengontrol emosinya.
Dengan berat hati, ia menyalakan mobil kemudian menjalankannya.
"Pak Aksara siap kan?" Tanya Lingga datar.
"Siap untuk apa?" Aksara yang bingung memutuskan untuk bertanya.
Lingga menambah kecepatan mobilnya. Melaju dengan kecepatan diluar batas.
"Lingga pelan - pelan!" Perintah Aksara yang ketakutan akibat kecepatan mobil itu.
"Bapak pikir, saya menyewa mobil untuk apa?"
"Maksut kamu?"
"Bapak mau menemani saya kan? Ayo temani saya mati pak."
Senyum Lingga tidak ada manisnya. Senyum itu selalu membuat wajah Lingga mengerikan. Bak siap untuk menerkam seseorang.
"Linggaaaaaaaaa! Jangan! Minggir! Saya bilang Minggir Linggaaa!"
"LINGGA AWAS ADA TRUK!"
Mobil kecepatan Tinggi itu melaju dengan cepat. Semakin dekat dengan Truk yang berada di depannya. Tidak dapat di hindarkan lagi, mobil yang mereka kendarai menabrak truk di depannya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Lingga
Teen Fiction"masa iya anak SMA ngacak - ngacak pikiran gue?" ..... "Tolong saya sekali lagi dong pak, penguntit gila itu masih ngikutin saya. Please pak" tangannya mengatup dengan memohon agar pria itu membantunya lagi. "Oke! Sini ikut saya" Pria dewasa itu m...