Setelah berhari - hari, Lingga menguatkan dirinya agar memiliki keberanian untuk datang mengunjungi rumah Aksara. Setelah terbangun dari koma, Lingga tidak pernah lagi bertemu dengan pria itu. Pria yang masih menjadi pemeran utama di hatinya.
"Masya Allah, Lingga!"
Mamah Aksara menciumi pipi Lingga sampai puas. Memeluknya bak seperti anak sendiri. Bahkan beliah terisak karena saking terharu.
"Lingga? Apakabar nduk?"
Tanya Papah Aksara pada Lingga yang sejak tadi membuntuti istrinya karena Raras mengatakan bahwa Lingga bertamu. Beliau mengusap kepala Lingga haru.
"Mah, ini ada sedikit oleh - oleh dari Lingga."
Senyum Lingga merekah. Ia menunjukkan deretan giginya yang rapih. Wajah Lingga saat ini terlihat lebih dewasa dari terakhir kali mereka bertemu.
"Ngga usah repot - repot. Terimakasih ya"
"Engga repot kok mah, sama - sama."
"Oh iya, ini buat keponakan aku, Ras. Semoga muat ya. Aku ga terlalu ngerti baju bayi. Hehe"
Raras seharusnya tinggal di rumah Egan bersama keluarganya, akan tetapi karena melahirkan, Raras memilih untuk tinggal dengan keluarganya sendiri. Agar ada yang membantu dalam mengurus bayinya.
Lebih enak jika yang membantu adalah ibunya sendiri, sedangkan jika mertua ia sedikit merasa sungkan.
"Kok aku ngerasa, dia Mirip Mas Aksara ya?" Tanya Lingga saat bayi Raras di bawa keluar kamar.
"Wah percis banget emang itu kayak Aksa. Kemarin sama oca fotonya di sandingkan, udah ga ada bedanya." Ujar Mamah.
"Iya loh. Bapaknya malah ga kebagian miripnya" ucap Raras menimpali.
"Bayi emang gitu, nanti agak besar wajahnya berubah - ubah lagi." Mamah Berucap seraya menimang - nimag cucu pertamanya itu.
"Lingga mau gendong?" Tawar Mamah.
Sedangkan yang di tawari menggeleng panik. Ia takut menggendong bayi yang masih baru lahir seperti ini. Ia khawatir, jika salah dalam menggendong.
"Takut mah. Hahaha. Aku lihat aja lah"
Lingga mengamati wajah bayi itu. Sangat imut. Senang sekali rasanya, kehidupan semua orang berjalan dengan indah. Meski semua sulit di awal.
"Bau eek" ucap polos Lingga.
"Iya, eek ini kayanya" ucap mamah. Kemudian meletakkan cucunya di ranjang. Memeriksa apakah benar ia pup. "Wah iya eek. Ganti dulu sana ras. Mamah siapin makan malam dulu. Lingga makan di sini ya?" Tawar mamah.
"Boleh mah. Aku bantu ya?"
Pertanyaan Lingga di balas dengan anggukkan, lantas ia segera mengekor pada Mamah Aksara. Ia menyiapkan peralatan makan. Serta membantu mengangkatkan makanan dari dapur menuju meja makan. Menatakan posisi yang indah.
Papah Aksara kemudian sudah duduk di singgah sananya. Tempat favorit saat makan. Di kursi paling ujung.
Mamah memanggil anak - anaknya beserta menantunya untuk makan bersama. Tak lama mereka berkumpul, kecuali Aksara.
"Mas Aksara mana?" Tanya Lingga Ragu - ragu.
Papah menghembuskan nafas berat. Lalu ia mengusap Wajahnya pelan. Beliau seperti menyimpan rasa sedih.
"Mah? Pah? Mas aksa baik kan?" Tanya Lingga mulai panik.
Berita tentang Aksara tidak pernah ia dengar selama ini. Nama pria itu bahkan selalu dihindari. Meski dirinya tahu, Aksara tetap tidak akan peduli dengan Lingga bagaimana pun keadaanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Lingga
Teen Fiction"masa iya anak SMA ngacak - ngacak pikiran gue?" ..... "Tolong saya sekali lagi dong pak, penguntit gila itu masih ngikutin saya. Please pak" tangannya mengatup dengan memohon agar pria itu membantunya lagi. "Oke! Sini ikut saya" Pria dewasa itu m...