Mencelos

2.2K 91 0
                                    

Setelah selesai makan, Lingga sangat mengantuk hingga dirinya tertidur di sofa ruangan kerja Aksara. Dia seperti kelelahan. Aksara membiarkan gadis itu tertidur daripada harus cerewet banyak bertanya tentang Aksara.

Sedangkan Aksara melanjutkan pekerjaannya memandangi laptop di depannya dan tumpukan dokumen. Gadis itu menggeliat membuyarkan konsentrasi Aksara.

Rok seragam sekolahnya terangkat sampai memperlihatkan hotpans warna kulit yang di dalamnya. Aksara mendesis melihat pemandangan di depannya itu. Dia memjamkan mata untuk mengontrol nafsunya sendiri.

Tok tok tok...

"Masuk"

Seorang karyawan perempuan masuk kedalam ruangan. Sebelum dia berkata maksut dan tujuannya, dia menengok kearah sofa dan melihat Lingga tengah menekuk kecil kakinya sampai rok itu tersingkap lebih daru sebelumnya.

Aksara mendapati hal itu langsung mengusap wajahnya gusar. Sang karyawan pun mencoba mengabaikan itu lalu menganggap hal itu adalah privasi milik bosnya.

"Iya ada apa?" Tanya Aksara agar karyawan itu tidak terus terfokus pada Lingga.

"Ee- saya izin meminta tandatangan pada dokumen yang kemarin pak. Bapak bisa tanda tangan di sebelah sini, sini dan sini." Papar perempuan itu.

Setelah menandatangi seperti apa yang di maksut karyawannya, perempuan itu berpamitan kepada Aksara.

"Baik pak terimakasih. Saya izin keluar"

Karyawannya bangkit dan berjalan beberapa langkah, tapi aksara segera menghentikannya.

"Tunggu dewi"

Perempuan itu berhenti seketika. Membalikkan badan menghadap orang yang memanggilnya.

"Saya minta tolong, tutup paha Lingga pakai ini" aksara menyodorkan Jas yang tak dia pakai sejak tadi.

Lingga terlalu lelap sampai dirinya tidak menyadari posisinya sedang dimana. Gadis itu hanya melepas almamaternya dan menutupi tubuhnya bagian atas, akan tetapi melupakan tubuhnya bagian bawah. Justru ditempat itulah sebaiknya di tutup.

"Seperti ini pak?" Karyawan perempuan itu berdiri setelah menutupkan jas pada paha lingga. Jas itu menutupi paha sampai pergelangan kaki.

Aksara mengangguk dan berkata terimakasih karena hal yang membuatnya tak nyaman kini sudah tertutup. Alhasil gadis itu semakin terlelap sampai aksara hendak pulang dan membangunkan gadis itu.

****

"Pagi mamah, eh- boleh ngga si aku panggil tante mamah? Hehe" ucap Lingga ketika sampai di rumah Aksara.

Hari ini Aksara meminta Lingga untuk datang kerumah membantu mamah karena sedang ada acara Arisan di rumah. Hal ini tentu karena paksaan dari mamah yang mengharuskan Aksara mengikutinya.

"Ngga papa dong sayang, justru tante senang kalau kamu bisa anggap tante kaya mamah kamu sendiri. Toh juga nanti bakal jadi anak menantu. Iya kan?"

Lingga hanya tersenyum mendengar penuturan itu. Ia merasakan memiliki keluarga utuh saat berada diantara mereka. Kehangatan yang tidak pernah Lingga rasakan.

"Ini makanannya mau di bawa ke mana mah? Kok di wadahi semua?"

"Ini makanan buat anak - anak kos. Yaaa mumpung di rumah ada acara ya udah mamah sekalian buatin mereka. Supaya hemat uang jajan juga"

"Anak kos? Mamah juragan kos juga kah??"

"Iyaaa.. papah yang punya kosnya sebetulnya. Mamah cuma bantuin aja."

Lingga membantu memasukkan jajan yang telah di letakkan kedalam kotak ke kantung kresek. Lingga merapihkan sehingga mudah untuk di bawa. Ada 5 kantung kresek merah yang akan di bawa.

"Mau aku antar mah? Kosnya di daerah mana?" Tanya Lingga setelah selesai merapihkan meja.

"Di saerah Jati Raya. Kamu di sini aja kan baru dateng. Sarapan dulu sana kalo belum makan."

"Lagian itu mamah bawanya juga harus naik mobil. Biarin Raras aja yang nganter." Aksara yang sudah dari tadi berada disana menginterupsi.

"Aku bisa kok naik mobil. Huu" lingga memanyunkan bibirnya tatkala Aksara meremehkannya.

"Haha. Iya biar raras aja yang anterin mamah. Kamu disini dulu aja. Nanti kalau pesanan roti mamah udah dateng, nanti minta tolong siap - siapkan ya sayang. Muach" Mamah Aksara mencium gemas pipi Lingga.

Merasakan hal itu, Lingga mematung. Dia menginginkan ini. Perasaan ini, keadaan ini, ciuman hangat itu dari seorang ibu. Mata Lingga seakan memanas dan ingin menangis saat itu juga.

Aksara menyadari hal itu. Dirinya mengelus punggung Lingga untuk memberikan kekuatan meski itu hanya sedikit. Setelahnya mereka membawakan kantung kresek itu tadi kedalam mobil.

Perilaku mamah aksara sangatlah lembut kepada anak - anaknya. Lingga bahkan tidak bisa menahan air mata yang sudah akan lolos dari matanya itu segera lari kedalam toilet. Ia menumpahkan rasa sedihnya didalam toilet rumah Aksara.

15 menit berlalu, Lingga menatap pantulan dirinya dalam kaca. Dia menguatkan dirinya sendiri. "Ngga papa, ngga papa, kamu ngga papa Lingga. Semua akan baik - baik saja. Hiks"

Lingga mengusap wajahnya dengan air. Lalu mengeringkannya dengan tisu. Dia menambahkan eyeliner pada kelopak mata dan menambah gincu agar terlihat lebih fresh.

"Akhh.. pak Aksara bikin kaget aja."

Lingga tersentak karena mendapati Aksara bersandar di samping pintu toilet. Sedangkan orang yang di ajak bicara hanya tersenyum simpul.

"Udah puas nangisnya?"

****

Aksara LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang