"Hossshh.. hosshhh.. akhh. Udah pak sampe sini aja. Saya udah ga kuat. Hossshh.. hossshh.. huft"
Setelah berlari mengelilingi Taman sebanyak 1/2 putaran, Lingga telah terengah - engah. Dia mencondongkan tubuh dan memegang lututnya.
"Ini belum ada apa - apanya Lingga. Masa kamu udah cape sih" Celoteh aksara.
"Hosh hosh, ga pak. Saya ga pernah olahraga makanya cape banget. Hufffttttt" nafas Lingga masih memburu.
"Kita seleseaikan sampe pintu utama lagi. Ayok!"
"Ngga - engga. Udah ga kuat pak bengek."
"Udah ayok, kurang sedikit."
Aksara menegakkan tubuh Lingga dan mendorongnya agar gadis itu mau berlari menemaninya lagi. Lingga terpaksa berlari karena dorongan Aksara. Dirinya berlari dengan mengatur nafas agar tak kehabisan dan pinsan.
10 menit kemudian, mereka dapat menyelesaikan 1 putaran penuh mengelilingi taman. Lingga yang merasa tubuhnya sangat lemah terduduk lalu merebahkan diri di atas rumput.
Dia mengatur nafasnya yang kini dirasanya semakin pendek. Ia menatap daun - daun dan ranting didepan matanya.
"Nih minum"
Aksara memberikan sebotol air putih yang baru saja dia beli. Lingga langsung saya merampasnya lalu meminum botol itu tanpa ampun.
"Aw.. awawawaw. Betis gw. Aaaaaaaahhhkkk.. sakit .. awawww"
Setelah meminum, entah mengapa betis Lingga seakan dipeluntir. Otot betisnya seakan naik dan sangat menyakitkan.
Aksara langsung saja memberikan pertolongan pada Lingga. Meminta gadis itu untuk meluruskan kaki. Entah apa yang dilakukannya, Lingga merasa betisnya kini sudah mulai mereda.
"Masih sakit?"
"Udah engga." Ia menggerakkan jari - jari kakinya untuk memastikan apakah masih sakit atau tidak.
"Kurang pemanasan kamu"
"Salah pak aksara sih. Maksa saya lari keliling taman. Mana saya ga pernah olahraga lagi."
Aksara hanya terkekeh mendengar penuturan gadis itu. Dirinya sedang berpikir, apa yang sebenarnya Lingga alami selama hidupnya. Gadis ini terlihat ceria sekali. Namun yang membuat Aksara kepikiran adalah obat penenang di kamarnya. Untuk apa dia memiliki itu?
Setelah berpikir entah berapa lama, keterdiaman mereka membuat aksara secara mendadak bertanya mengenai latar belakang Lingga.
"Kamu tinggal di rumah itu sendirian?"
"Iya lah."
"Orang tua kamu tinggal dimana?"
"Merekaaaa.. ya tinggal di rumah mereka laaahh" jawab Lingga sebelum meneguk sisa airnya.
"Kenapa ga tinggal bareng sama mereka?"
"Karenaaa, saya kan anak mandiri. Jadi ya saya memutuskan biar tinggal sendiri. Eheheh" Lingga tertawa setelah mendengar decihan dari Aksara.
"Saya ga percaya kalau kamu mandiri"
"Lah emang bapak kalau setiap ke rumah saya pernah nemuin orang selain saya atau mbok surti?" Tanya Lingga.
Aksara menyadari dirinya bertanya dengan pertanyaan bodoh. Tapi dirinya sadar betul bahwa gadis ini tidak pernah baik - baik saja.
"Dulu saya tinggal sama kakek - nenek saya disana"
Menyadari Aksara menginginkan fakta tentang Lingga, dia hanya membuka 1 kartu tentang dirinya. Dia mengabulkan keinginan Aksara.
"Itu rumah peninggalan Mereka untuk saya" lanjutnya.
"Terus sekarang mereka kemana?"
"Udah saya tanam. Bareng sama singkong, ubi, kentang, wortel." Lingga membuat Dark Jokes mengenai meninggalnya kedua Kakek neneknya itu.
"Saya yakin, kalau kakek nenek kamu bisa dengar ini, mereka pingin jitak kepala kamu. Agak kurang ajar soalnya"
Lingga terkekeh mendengar penuturan itu. Aksara jengkel dengan jokes yang lingga berikan. Dia seperti tidak bersedih akan hal itu. Aksara yakin, tawanya itu hanyalah satir.
"Saya wakilkan boleh ga?"
Tangan Aksara sudah bersiap - siap akan menjitak kepala Lingga.
"Boleh sih, tapi kalau bapak bisa kalahin saya lari sampe ke parkiran."
Tanpa banyak bicara, Aksara langsung mengiyakan. "Deal."
Lingga tahu tantangan itu hanya akan merugikan dirinya sendiri. Ia melakukannya agar Aksara tidak memiliki waktu untuk bertanya mengenai kehidupannya. Lingga belum siap untuk bercerita apa - apa pada orang lain selain kedua sahabatnya itu.
Pada akhirnya tetaplah Aksara yang menang. Kekuatan pria itu melebihi Lingga. Aksara terbiasa untuk melakukan olahraga sedangkan Lingga terbiasa untuk rebahan.
Meski Aksara menang, dirinya tidak sampai hati menjitak gadis itu. Ia hanya memelankan jitakannya, seperti biasa memang Lingga sering menggoda Aksara dirinya mengaduh seolah sangatlah sakit.
"Rumah kamu polos banget. Gada foto - foto zaman kamu masih kecil gitu?"
Sepulang dari Jogging, aksara memutuskan untuk sarapan di rumah Lingga. Pertama kali memasuki rumah ini, yang membuat Aksara heran adalah isi rumah itu sendiri. Karena tidak ada hiasan apapun selain Lukisan.
"Ga ada foto keluarga kah? Di pasang disini nih. Biar lebih hidup."
"Iya nanti kita foto bareng. Sama anak - anak kita. Terus kita pajang deh di sana. Ahahahah"
Lingga tidak ada habisnya menggoda pria dewasa itu. Dirinya seakan kurang jika tidak menggoda Aksara. Hidupnya seakan hambar.
"Dih. Saya ga mau sama anak kecil kayak kamu. Beban" ucapnya enteng.
"Saya juga ga mau sama bapak - bapak kayak pak aksara. Beban juga. Pasti nanti kalo aku mau ke club ga di bolehin"
"Saya bukan bapak - bapak."
"Oke om"
Lingga semakin tertawa lepas meoihat wajah aksara yang merasa lebih keberatan saat dirinya memanggil Aksara Om. Aksara sudah cukup aabar melawan gadis ini. Jika tidak berpikir masih membutuhkannya, sudah pasti dia akan membuang gadis ini kesungai.
Setelah kenyang sarapan, aksara berpamitan pulang pasa sang empunya Rumah. Tetiba ia ingat belum mengirim foto yang mereka berdua kepada Ibunya.
Tak butuh waktu lama, sang Ibu segera mambuat updet Story Whatsapp yang muncul di layar handphone Aksara.
Mama♥️
baru sajaAnak lanang lagi jogging sama calon😍 semoga sampai pelaminan🙊 aamiin
^
BalasTak dirasa, Aksara tersenyum melihat Updet Whatsapp milik mamahnya ini. Aksara merasa senang. Antara senang melihat mamahnya yang bahagia, atau dirinya yang senang menghabiskan waktu dengan Lingga
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Lingga
Teen Fiction"masa iya anak SMA ngacak - ngacak pikiran gue?" ..... "Tolong saya sekali lagi dong pak, penguntit gila itu masih ngikutin saya. Please pak" tangannya mengatup dengan memohon agar pria itu membantunya lagi. "Oke! Sini ikut saya" Pria dewasa itu m...