"Udah puas nangisnya?"
"Siapa yang nangis? Saya tadi kebelet banget. Makanya buru - buru langsung masuk toilet." Lingga berbohong.
"Papamu mana? Saya mau ngobrol sama beliau aja dari pada sama bapak. Bawaanya emosi aja" Lingga berusaha menjauhi Aksara.
Setelah mendapati keberadaan Papah Aksara, kini lingga menuju tempat yang di maksut. Di samping kolam ikan, Papah Aksara sedang menabur makanan ikan.
"Pagi om, ikan peliharaan om banyak juga ya ternyata."
"Loh Lingga? Baru sampe?"
"Engga sih om. Udah dari tadi cuman tadi masi bantu tante bungkus makanan" pernyataan Lingga dijawab dengan Anggukan oleh Papah Aksara. Kini beliau masih membenahi saluran air yang mengatur jalannya perairan pada kolam.
"Om hobi banget ya pelihara ikan - ikan kayak gini?"
Lingga membuka obrolan sederhana. Untuk menemani beliau memperbaiki saluran air.
"Ya biar om ada kerjaan aja kalo habis ngajar. Apa lagi habis ini Om bakal pensiun."
"Iya sih ya om kalo udah pensiun bisanya cuma cari kesibukan aja."
"Nah iya kan. Mumpung harga ikan koi juga lagi murah."
"Sama kayak Eyang Kakung. Habis pensiun ikannya tambah banyak. Kata eyang putri sih kakung udah suka pelihara ikan dari masih lajang."
"Kalo om hobinya ganti - ganti. Dulu om suka ikan juga cuma waktu itu masih mampunya beli ikan yang biasa gitu."
Beliau selesai memperbaiki saluran air. Kini berpindah memberikan entah cairan apa yang di masukkan kedalam kolam.
"Haha. Om inget dulu ada cerita agak lucu, karena om kalo pas libur sukanya ngurusin Ikan, nah waktu itu aksara masih kecil, Mamahnya aksara marah banget soalnya jadi jarang di ajak jalan - jalan. Kolam ikan itu dimasukin kodok, ya udah abis deh ikan - ikannya dimakan. Hahah" lanjut cerita beliau.
"Masa? Kok aku ga inget? Mamah juga ga pernah cerita" Tanya Aksara ketika baru mendengar cerita tersebut. Sejak tadi dirinya disana. Hanya saja tidak ikut dalam percakapan. Baru saja setelah cerita itu dia dengar, dirinya mulai tertarik.
"Iya lah mamah mu ga cerita, malu kali dikatain cemburu sama ikan. Hahahah"
Lingga ikut tertawa mendengarnya. Karena cerita itu hampir saja mirip dengan eyang kakung dan eyang putrinya. Semasa hidup, eyang putri selalu saja marah jika Eyang Kakung mementingkan Ikan dibanding harus pergi jalan -jalan dengan istri dan cucunya.
"kakung sama eyang putri dulu juga pernah gitu sih om, katanya sampe hampir mau cerai. Kerjaannya tuh setiap hari berantem terus. Padahal cuma gara - gara ikan. Karena saking jengkelnya, eyang putri bela - belain pulang ke jawa buat ngadu ke orang tuanya kakung supaya kakung ga ngurusin ikan terus hahaha"
"Loh eyang kakung sama eyang putri kamu orang jawa?" Tanya papah Aksara.
Lingga menjawabnya dengan anggukan yang cepat.
"Jawa mana?"
"Eyang putri dari semarang, kalo eyang kakung dari solo"
"Berati kamu orang jawa asli? Bisa ngomong bahasa jawa ngga?"
Lingga menggeleng dan tersenyum menunjukkan deretan giginya.
"Saya campuran jawa sunda om. Terus ga bisa bahasa jawa atau pun sunda. Hehehe"
"Waduuh. Malah ga bisa dua duanya ternyata."
"Yang dari sunda siapa?" Tanya aksara lembut.
"Ibu. Ibu orang bandung."
Seorang gadis yang usianya terpaut hanya 1 tahun dengan Lingga datang menghampiri. "Pah, ada mahasiswanya papah katanya mau bimbingan skripsi"
"Loh udah datang ternyata mereka. Suruh masuk dulu, papah ganti baju. Masa mau singletan gini" ujar papah.
Kemudian mereka berdua melenggang pergi meninggalkan aksara dan Lingga. Aksara mengajak gadis itu untuk duduk di meja panjang yang sering di duduki saat ingin bersantai. Kursi yang terbuat dari rotan.
"Saya pikir - pikir, lebih baik kamu jangan terlalu dekat sama orang tua saya deh. Saya takut mereka terlalu berharap sama kamu." Ucap Aksara ketika mereka sedang memandang kedepan.
"Kan saya sudah bilang. Kalau siapapun orang yang ngobrol sama saya udah pasti mau jadikan saya menantu. Bapak sih ga percayaa. Haha" Lingga tertawa seakan penuh kemenangan.
"Saya pikir, dengan jarak usia yang jauh, orang tua saya bakal ga ngerestuin, eh malah sebaliknya"
"Apa bapak mau serius aja sama saya? Biar jatohnya harapan mereka bisa kaku wujudin?" Lingga menengokkan kepalanya tepat di depan wajah Aksara. Ini terlalu dekat bahkan Aksara dapat merasakan hembusan nafasnya menerpa wajah aksara.
Aksara segera menjauhkan wajah Lingga dengan menutup wajahnya menggunakan telak tangan miliknya yang besar.
"Saya ga minat sama anak kecil kayak kamu"
"Meskipun anak kecil kek gini, kalo buatin cucu orang tua kamu juga bisa kali!" Sengit Lingga saat mendengar penolakan dari Aksara yang menyebutnya sebagai Anak kecil.
"Dih"
****
Setelah mengantar makanan ke kos, Mamah Aksara meminta bantuan pada Lingga untuk membantunya menata beberapa makanan untuk acara arisan. Selama itu, beliau bercerita mengenai Aksara.
Tentang Aksara yang tidak pernah menghabiskan waktu bersama teman - temannya semasa remaja, prestasi Aksara, tujuan hidup Aksara, kisah percintaan aksara. Pria itu tidak pernah sekalipun membawa perempuan untuk dikenalkan kepada kedua orang tuanya.
Bahkan sampai kedua orang tuanya khawatir, jika anaknya mengalami kelainan atau bahkan tidak berkenan untuk menikah. Itulah sebab mengapa orang tua Aksara mendesak pria itu untuk segera menikah.
"Mamah senang kalau kamu mau sama aksara yang jelas - jelas umurnya beda jauh sama kamu. Karena itu, mamah minta tolong banget sama kamu, ajak dia menikmati masa remaja dia yang dulu belum sempat dia rasakan."
Pandangan mata beliau menerawang jauh kepada masalalu.
"Aku pasti bakal ajak dia ngerasain masa mudanya mah. Aku janji" jawab Lingga.
"Mah aku nganter oca ke rumah temannya dulu ya, muach" Aksara memeluk ibunya dan mencium pipinya.
Lingga benar, Aksara lebih beruntung dalam segala hal dari Lingga. Keluarga yang hangat, kecerdasan dan juga ekonomi keluarga yang lebih - lebih.
Lingga akan membuat pria ini lebih beruntung dalam hidupnya. Iya merasakan kebahagiaan atas banyaknya kesempatan yang sudah dia lewatkan. Bahagia untuk dirinya sendiri.
"Ga pamit juga sama Lingga? Masa mamah doang?" Sindir Mamah Aksara sebelum aksara pergi dari dapur.
Aksara membalikkan tubuhnya lagi dan memeluk gadis yang memiliki tinggi sebatas pundaknya itu. "Aku nganterin adik oca dulu ya sayang. Nanti kalau mau pulang, tunggu aku dulu." Ucapnya dengan lembut.
Cup
Aksara mencium pipi Lingga. Sudah gila seperti Aksara. Ini sudah tidak sesuai dengan perjanjian. Jika saja dirinya terus diperlakukan seperti ini, yang ada Lingga akan jatuh hati. Pipinya memanas tatkala merasakan hal itu.
Aksara menutup aksinya dengan mengusap puncak kepala gadis itu.
"Iya hati - hati ya. Ga usah ngebut." Ucap Lingga.
Mamah Aksara yang melihat kedua sejoli ini juga tersenyum malu -malu. Beliau teringat saat dimana masih muda. Menjalin kasih dengan suami tercintanya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Lingga
Jugendliteratur"masa iya anak SMA ngacak - ngacak pikiran gue?" ..... "Tolong saya sekali lagi dong pak, penguntit gila itu masih ngikutin saya. Please pak" tangannya mengatup dengan memohon agar pria itu membantunya lagi. "Oke! Sini ikut saya" Pria dewasa itu m...