Koma

2.2K 91 0
                                    

Sudah 3 bulan Lingga koma. Setiap hari kondisinya tidak berubah. Kabar tentang Lingga yang mencoba bunuh diri lagi, menggetarkan pertahanan Aksara.

Secara mendadak, Aksara membatalkan perjodohan itu atas persetujuan Dea. Dengan syarat, Ia harus membantu Dea untuk mencari pria yang dirinya cintai.

Mudah bagi Aksara menemukan pria itu, hanya butuh dukungan moril, Pria bernama Faris itu hanya kehilangan kepercayaan diri. Bertemunya mereka berdua, dapat membangun lagi Kepercayaan diri itu.

Alhasil, akhir dari permasalahan adalah pernikahan Dea dan Faris berlansung dengan khidmat. Lalu bagaimana dengan Wiratama?

Mengetahui fakta mengenai Lingga dari map yang di berikan oleh Renita hari itu, sudah cukup baginya untuk dapat membuka pikirannya. Tentang anak gadisnya yang selalu menderita setiap hari.

Penyesalan hanya berujung penyesalan. Si anak baik tak bersalah ini, harus menanggung kesedihan selama ini. Jika Lingga tak bertahan, maka kesedihan itu berubah menjadi seumur hidup.

Shenna dan Hani beserta pasangan mereka juga tidak pernah lelah berkunjung. Sampai pada akhirnya, Hani yang harus kuliah ke Amerika, tidak lagi datang mengunjungi.

Serta Shenna yang juga harus menjadi mahasiswa baru di Kota Bandung, mulai jarang mengunjungi. Sedangkan Zico dan Sandy lah yang bergantian untuk memberikan kabar terbaru kepada gadisnya.

Untuk Aksara sendiri, setiap hari datang menjenguk wanita yang di cintainya itu. Berharap, jika dia segera terbangun dari tidurnya yang lama. Menyesali setiap keputusan yang diambilnya, justru menjadi salah satu alasan Lingga ingin mengakhiri kehidupan ini.

Ia mencium gadisnya dikala bertemu, seraya mencoba agar ada keajaiban seperti di negeri dongeng. Cinta yang tuluslah yang membantunya terbangun.

"Lingga, jangan tinggalin aku"

****

Lingga menyernyitkan dahi, ia bingung karena tiba - tiba ia terbangun sudah berada ditubuh gadis kecil. Ini tubuhnya saat berusia 8 tahun.

Ia mengedarkan kesekeliling. Mencoba mengenali dimana ia berada.

"Lingga! Ayo main!"

Ucap seorang gadis yang memiliki tubuh sebesar dirinya.

Lingga menurut saja, karena hatinya seperti terdorong untuk ikut bersama mereka. Bermain lompat tali awalnya. Kini tempat itu kian ramai oleh anak kecil seumuran dengannya.

Mereka bermain bersama - sama. Tertawa dan rasa bahagia itu hadir dalam diri Lingga. Lebih tenang di bandingkan sebelumnya.

Congklak yang masih berbahan kayu serta biji kopi mereka mainkan. Bola bekel memantul kesembarang arah. Bola tertendang kedalam gawang, membuat riuh pemainnya.

Bola kasti melambung tinggi, serta permainan bulu tangkis mereka mainkan bersama.

Lingga heran, dimana ia berada.

"Sudah sore, ayo kita pulang"

Teriak salah satu diantara mereka. Lingga menatap langit. Masih cerah, namun kenapa dia mengatakan sudah sore? Bahkan langit masih biru terang. Meski matahari tidak begitu menyengat.

"Lingga aku pulang duluan ya" ucap gadis yang mengajaknya bermain tadi.

Lambat laun, satu persatu anak kembali kedalam rumahnya. Tersisa Lingga yang tidak tahu hendak kemana. Ia hanya menyusuri jalanan. Berharap akan ada yang memungutnya dan mengakui sebagai anak.

"Lingga!" Teriak seorang pria dewasa dari perempatan jalan.

Wajahnya samar terlihat karena ia membelakangi matahari.

Pria itu mendekat kearah Lingga. Kemudian barulah nampak wajahnya.

"Pak Aksara?" Tanyanya.

Jiwa Lingga berada pada tubuh seorang anak berumur 8 tahun. Lalu bagimana bisa Aksara tetap pada raganya yang berusia 30 tahun?

"Lingga, jangan tinggalin aku" ucapnya.

Lingga saat itu tidak mengerti dengan maksut Aksara. Dia tidak pergi. Entah mengapa dia terkunci pada raga anak ini.

"Lingga?"

Panggil seseorang dari perempatan sisi kiri. Eyang putri memanggilnya. Disampingnya terdapat Eyang kakung.

"Eyang putri? Kakung?" Panggilnya balik.

"Ayo pulang, eyang udah masak makanan kesukaan kamu" ujar eyang putri dengan nada yang tidak asing.

"Kakung sudah buatkan ayunan untuk kamu, ayo kita coba!" Ujar kakung menambahkan.

"Jangan Tinggalin aku Lingga, aku mohon" melas Aksara.

Lingga yang di panggil secar bergantian, menjadi bingung siapa yang akan dirinya ikuti. Ia merindukan Kakung dan Eyang Putri. Ia juga menginginkan Aksara.

Langkah kaki lingga diputuskan untuk ikut uluran tangan Kakung dan Eyang putri. Ia berjalan memunggungi Aksara yang setia berdiri disana.

"Kamu meninggalkan ku lingga?" Tanya Aksara.

Lingga menoleh, ia tersenyum manis pada Aksara. Lambaian tangan Lingga mengakhiri pertemuannya.

Perasaan tulus dalam hati Lingga sampai pada Aksara. Ada rasa cinta yang melebihi milik Aksara, kakek dan nenek Lingga.

Rasa cinta mereka kepada Lingga, berhasil memenangkan Lingga. Ketenangan dalam jiwanya berasal dari mereka. Lingga hanyalah Anak kecil dengan banyak rasa cinta.

Aksara akan mengenang perasaan itu, sampai entah kapan mereka akan bertemu lagi.

****

"Selamat pagi Lingga, hari ini aku ulang tahun. Kamu ngga minat ngasih aku hadiah kah?"

"Atau aku boleh minta sesuatu ke kamu?"

"Aku mau minta supaya kamu bangun"

Aksara berdialog pada tubuh Lingga yang terbujur dengan berbagai alat yang menempel. Air mata Aksara tidak dapat membohongi, bahwa dia khawatir akan keadaannya. Tak kunjung juga dia bangun dari kondisinya saat ini.

Hari - hari aksara hanyalah penyesalan. Ia bak orang setengah gila. Kadang kala ia tertawa ketika menceritakan hal random yang dia temui di hadapan Lingga yang masih tertidur diatas ranjang, dan kadang kala Aksara menangis terus menerus, memohon ampun padanya.

Aksara merasa dialah penyebab ini semua. Lingga tidak boleh mati.

****

Aksara LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang