Rumah

2K 79 0
                                    

Sudah bermenit - menit yang lalu, Aksara mencoba untuk membuka paksa kamar Lingga. Suara jeritan milik Lingga membuatnya terbangun di malam hari.

Keduanya kini tengah menginap di villa. Villa dengan 2 kamar. Mengingat keduanya yang tidak di perbolehkan menginap di rumah mikik Ibu Lingga. Selama perjalanan menuju villa, Lingga terus - terusan menangis.

Hati Aksara miris mendengarnya.

Belum usai rasa mirisnya, kini ke khawatiran Aksara semakin menjadi - jadi saat mendengar benda pecah belah dari kamar Lingga. Gadis itu berteriak - teriak dan terus menangis.

"Lingga!! Berhenti!! Buka pintunya"

Aksara berteriak dari luar pintu.

Entah sudah berapa kali dirinya mencoba untuk mendobrak pintu, namun tetap tidak dapat terbuka.

Aksara berlari menuju Loby, mencoba untuk meminta bantuan pada pemilik Villa. Supaya memberikannya kunci duplikat.

Setelah mendapatkannya, dia berlari menuju kamar Lingga.

Ia mendapati kamar Lingga telah berantakan. Gadis itu mengacak - acak kamar. Memecahkan kaca rias, membanting lampu tidur. Melempar seprai dan bantal. Gelas yang di sediakan diatas nakas pun juga menjadi sasaran kemarahan gadis itu.

Aksara tidak menyangka penyakit psikis Lingga sampai separah ini. Ia masih berteriak dan mencoba meraih pecahan kaca. Secepat yang Aksara bisa, dia mencegah gadis itu. Menyeretnya menjauh dari pecahan kaca.

Sedangkan Lingga, tidak semudah itu menurut. Tangannya meraih apapun yang bisa dia raih. Melemparnya kesembarang arah.

Aksara memaksa gadis ini duduk dilantai dan mencoba untuk menghentikan Tantrum yang terjadi pada gadisnya. Kedua tangan Lingga di raih oleh aksara dan menyilangkannya di atas dadanya.

Aksara yang berada di belakang punggung Lingga mudah sekali merengkuhnya. Saat ini tenaga Lingga lebih kuat dari biasanya, kakinya masih menendang apapun yang berada di dekat kakinya.

Aksara menaikkan kedua kakinya diatas paha Lingga sampai dia tidak dapat bergerak. Sedangkan Mulut Lingga masih berteriak tidak ada habisnya.

Tangannya yang sudah menyilang, bersamaan dengan Aksara, ia mengeluskan jari Lingga yang terkepal di bahunya. Metode butterfly, untuk menenangkan diri.

"Lingga? Lingga? Lingga dengar saya"

Lingga sudah mulai habis tenaganya. Hanya isakan yang bisa dia keluarkan. Meski dirinya belum tenang seutuhnya, setidaknya ia tidak mengamuk seperti sebelumnya.

"Itu bukan salah kamu, masih banyak orang yang menyayangi kamu, Shena Hani, keluarga saya, tetangga - tetangga kamu, Ebra, kakek nenek kamu, Renita, dokter Rio. Dan semua orang yang bisa kamu ajak bicara face to face. Lingga, kamu ngga salah apa - apa. Kamu masih harus bertemu dengan banyak orang setelah ini nantinya. Kamu harus tetap hidup Lingga."

Lingga yang mendaptkan pernyataan seperti itu, kini ia lebih tenang. Posisi mereka tetap sama. Sampai Aksara memastikan bahwa gadis itu tertidur.

Pukul 3 dini hari, Aksara memindahkan Lingga untuk tidur di kamarnya. Melihat kamar Lingga yang berantakan, membuatnya tidak mungkin membiarkan gadis itu tidur disana.

Di tambah lagi, mental gadis itu yang sedang tidak baik - baik saja. Ia perlu mengawasi ekstra.

Aksara tertidur di Lantai dengan menggelar selimut di kamar Lingga sebagai alasnya. Ia merelakan diri untuk tidur dibawah. Agar Lingga merasa nyaman.

****

Mata Aksara mengerjab beberapa kali. Mengamati keberadaan dirinya. Ia terbangun dari tidurnya, lalu matanya terbelalak karena tidak menemukan Lingga di atas kasur.

Aksara LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang