Ercy memutuskan mengajak Leo dan bibi Mei berjalan-jalan di sore hari. Mereka pergi ke pusat perbelanjaan di tengah kota dan membeli beberapa keperluan Leo seperti susu, popok, dan beberapa peralatan bayi lainnya. Ercy banyak membeli berbagai macam baju baju lucu untuk Leo, bahkan jas mungil untuk bayi berusia dua tahun.
Ketika bibi Mei memperingati nya, Ercy menjawab dia ingin mengoleksi baju Leo dari sekarang dan kebetulan motif jas nya sesuai seleranya. Ercy bahkan tidak beranjak dari toko pakaian bayi sampai hampir dua jam. Malang untuk pinggang tua bibi Mei yang hampir encok.
Ercy kini menggendong Leo sambil memakan es krim vanilla dengan tangan kanan, sementara bibi Mei berjalan di sampingnya dengan beberapa tas belanjaan yang penuh dengan barang baru Leo.
"Kita akan kemana lagi nyonya?" Bibi Mei mengusap peluh di keningnya.
Ercy mencoba berpikir, "kira-kira kemana ya? Kalau gitu makan dulu yuk."
Mereka singgah ke salah satu restauran yang ada di pusat perbelanjaan itu. Mengambil tempat di pojok mereka mulai memesan makanan.
"Baba!!!" Leo bersemangat sejak tadi. Bayi mungil itu terlihat hiperaktif di gendongan Ercy.
"Seperti nya kita harus rajin rajin membawa Leo jalan-jalan, nyonya Ercy."
"Huum." Ercy mengiyakan, matanya tertuju pada mata bulat Leo. "Harus sering jalan-jalan, karena itu menyenangkan untuk anak-anak." Gadis itu sesekali memeriksa ponselnya, bertukar pesan dengan Theo.
"Nyonya suka jalan-jalan?"
"Ya, terkadang aku hanya berkeliling taman ketika sore menjelang malam. Intinya aku harus jalan-jalan sehari sekali!" Ercy tertawa menceritakan pengalamannya ketika dia masihlah Elora.
"Itu bagus untuk kesehatan, apa nyonya lari pagi juga?"
"Tentu saja! Dulu aku sangat rajin asal bibi tau." Kedua nya tertawa.
"Nyonya suka jalan-jalan ya? Bagaimana ketika nyonya kecil, apa sering pergi jalan-jalan santai bersama orang tua nyonya? wah bibi duga nyonya dulu sangat senang jalan-jalan dan orang tua nyonya pasti kerepot--" bibi Mei terdiam ketika merasakan hawa tidak enak dan suram yang terasa di sekeliling Ercy. Senyum wanita paruh baya itu luntur melihat ekspresi nyonya mudanya yang berubah drastis bahkan sebelum dai menyelesaikan kalimatnya.
Wajah Ercy menegang, matanya mulai kosong, perlahan gadis itu meletakkan ponsel di atas meja dengan gerakan kaku.
"Nyonya?" Bibi Mei mulai khawatir ketika melihat Ercy hanya tertunduk dan tidak mengatakan apa-apa.
"Nyonya baik-baik saja? Nyonya? Apa bibi salah bicara?" Bibi Mei panik. Apakah dia benar-benar salah bicara?
"HUWAAAAA!!!" Leo tiba-tiba menangis dengan kencang, Ercy mulai sadar dan menenangkan bayi nya.
"Nyo--nyonya baik-baik saja?" Bibi Mei bertanya hati-hati.
"Baik." Balasnya pelan. "Tolong jangan bahas hal lain dulu, aku lapar." Ujarnya dengan suara serak.
Bibi Mei diam. Mungkinkah ada sesuatu yang membuat nyonya mudanya menunjukkan ekspresi terluka seperti itu? Tapi apa?
Keheningan menemani mereka hingga selesai makan. Ercy merapikan jaket Leo dan berdiri, "bibi ayo, kita pulang. Jalan kaki." Ercy nyengir. Hawa-hawa suram di sekitarnya sudah menghilang di gantikan aura tengil nya yang biasa.
Bibi Mei tidak bisa tidak merasa lega. Tidak ingin membuat suasana hati Ercy kembali buruk bibi Mei dengan cepat membereskan barang bawaan dan mereka berdua pergi keluar restoran.
Obrolan seperti biasa mengalir dengan sendirinya, namun pandangan bibi Mei tidak lepas dari wajah Ercy. Aneh nya tidak tersisa sedikitpun jejak jejak kesuraman yang di lihat olehnya tadi. Apa itu cuma ilusi? Mana mungkin. Wajah Ercy benar-benar terlihat seperti orang yang memiliki trauma besar. Tubuhnya saja sampai bergetar dan bibi melihat jelas sudut matanya memerah menahan emosi dan tangis.
Bibi Mei adalah wanita dewasa, dia sudah lama hidup di bumi ini dan mengetahui persis bagaimana wajah-wajah manusia berekspresi. Dia bisa membedakan ekspresi yang bahkan berubah-ubah tiap detik tanpa terkecuali.
Dan ekspresi wajah Ercy kentara sekali menyimpan sesuatu yang berat dalam dirinya.
Apa sebenarnya masa lalu yang di miliki nyonya muda nya?
Apakah begitu berat untuk nya?
Namun bibi Mei tidak bisa bertanya, itu adalah privasi. Akan lebih baik jika Ercy sendiri yang suatu hari nanti menceritakan kepada nya atau paman Brandon. Jika Ercy lebih mempercayainya, mungkin dia bisa mendengar masa lalu nyonya mudanya.
Tapi kapan tepatnya dia mendapatkan trauma? Sebelum hamil? Di sekolah menengah pertama? Di panti asuhan? Atau... Sebelum datang ke panti asuhan?
"Nyonya--"
"Bibi! Lihat lah, di sana ada band jalanan!" Ercy menunjuk segerombolan orang yang mengerumuni sebuah band. Ercy berlari kecil dan menembus kerumunan. Karena tubuhnya yang mungil dia bisa menyelinap hingga berada di barisan depan.
Mata nya berbinar begitu melihat siapa vokalis band itu.
"Loid!"
Mata keduanya bertemu. Loid menampilkan senyum lembut dan terus bernyanyi. Ercy tidak tahu lagu apa itu, tapi nada nya benar-benar enak untuk di dengar. Suara Loid juga sangat bagus, dia wajib testing untuk menjadi idol. Ercy yakin akan ada agency yang menerimanya.
Lagu selesai. Beberapa orang memberikan koin pada kotak cokelat yang di sediakan di sebelah gitaris. Kerumunan akhirnya bubar.
"Hai Ercy."
"Suaramu bagus sekali Loid! Pertunjukan kalian juga hebat, kau tahu, semuanya sempurna!" Puji Ercy dengan berbunga-bunga.
Loid tertawa kecil, "sungguh? Kalau begitu sempurnanya di mata mu, apakah kau masih harus memikirkan tawaranku?"
Ercy meringis tidak enak, dua kali Loid menawarinya dan untuk yang ketiga kalinya, tidak enak untuk menolak.
"Sebenarnya aku mau." Jujur Ercy, "tapi nilai ku benar-benar buruk! Sangat buruk. Jadi aku tidak bisa membagi fokus ku." Ercy memperhatikan wajah kelompok band itu. Total ada lima orang di sana.
"Baiklah. Penawaran masih berlaku, kami akan menunggumu sampai nilai mu bagus di ujian selanjutnya." Loid tertawa. "Omong-omong perkenalkan, band ini aku dan keempat temanku yang mendirikan. Namanya Mirah Band. Lalu, perkenalkan anggota ku. Yang ini Sol, dia gitaris." Sol adalah lelaki yang memiliki rambut silver, dia mengangguk pada Ercy dan kembali fokus memperbaiki senar gitar nya.
"Lalu ini Decan. Dia drummer." Decan memiliki rambut pirang pasir, dia melambai dengan riang dan Ercy balas melambai padanya.
"Lalu yang ini basiss kami. Yuo" Loid menepuk bahu lelaki berambut merah.
"Dia kah yang kau tawari waktu itu?" Yuo meneliti Ercy dari atas ke bawah, wajah gadis itu sedikit risih karena di tatap sedemikian intens.
"Uh... Hai?"
"Kalau suaranya bagus tentu saja boleh." Yuo mengangguk, "dia seperti Natasha."
Ercy mengerutkan keningnya, "Natasha? Siapa?"
"Oh, anggota baru kami. Dia pianis, oh, itu dia." Loid menunjuk seorang gadis yang berlari kecil menuju mereka dengan menenteng plastik belanjaan.
Dia sampai di depan Loid dengan terengah-engah, sedikit membungkuk untuk mengatur pernapasannya. "Ketua, ini minumannya." Gadis berambut kuning itu meletakkan plastik belanjaannya ke atas kursi plastik merah di sebelah Decan.
"Kerja bagus, terima kasih Nata." Loid menepuk kepala Natasha, dan Ercy bisa melihat jelas rona merah muncul di pipi gadis itu.
Namun sedetik kemudian Ercy menyadari siapa gadis itu.
"KETUA KELAS?!" []
TBC
Disini ada calon bucin Ercy, tebak siapa dia??? :v
Maaf kalo ada typo
Sampe jumpa di next chapter ^^
Tertanda
IchaSunny
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration Freak!!! [END] ✓
Teen FictionElora Raneysha hanyalah seorang mahasiswi semester akhir yang hampir menyelesaikan skripsinya. Namun dia harus mati mengenaskan karena keselek tahu goreng yang diam-diam dia comot. Dan ketika dia membuka mata, dia mendapati dirinya masuk ke tubuh se...