[26] Dream Or Reality

14.8K 2.2K 144
                                    

"Hei, lihatlah, bukan kah dia anak itu?"

"Ah kau benar, kenapa dia bisa disini? Aku tidak menyukainya!"

"Tidak ada yang pernah menyukainya. Keluarganya tidak bagus, dan dia di kucilkan. Tidak ada yang mau berteman dengan orang seperti itu."

"Sebaiknya menjauh darinya saja. Tidak ada keuntungan apapun berteman dengannya."

"Lihatlah penampilannya, dia menjijikkan. Bersyukurlah aku tidak seperti dia."

"Kau benar, bersyukur tidak terlahir menjadi dia."

Kata-kata menyakitkan itu sudah setiap hari dia dengar. Gadis kecil itu menunduk semakin dalam, air mata berjatuhan dari mata bulatnya. Sebisa mungkin menahan Isak tangis, karena ayahnya berkata suaranya ketika menangis sangat jelek dan mengganggu.

Hujan mulai turun tanpa dia duga. Gadis kecil itu gelagapan, mencari tempat yang bisa dia gunakan untuk berteduh. Dia berlari ke sebuah pondok yang tidak jauh dari taman. Gadis itu duduk meringkuk, menatap hujan yang mengguyur bumi.

Matanya sendu, dia kedinginan. Pakaian yang dia kenakan teramat tipis, dan dia tidak bisa kembali ke rumah saat ini.

Gadis kecil itu kembali menangis, memeluk kedua lututnya, berharap hari itu dapat segera berlalu.

"Kau siapa?"

Gadis kecil itu tersentak dan mendadak waspada. Mata bulatnya semakin bulat ketika melihat sesosok anak lelaki berdiri tak jauh darinya duduk. Anak itu tampak basah kehujanan, namun wajahnya ceria dan ramah.

"Kau pasti tidak tahu aku. Aku baru pindah ke daerah sekitar sini."

Gadis kecil itu hanya diam tidak menanggapi. Mata bulatnya berkedip lucu, jujur saja, dia bingung. Ini pertama kalinya ada anak lain yang mengajaknya berbicara. Ini pertama kalinya ada anak yang menatapnya dengan sorot ramah dan bersahabat, bukan tatapan jijik dan benci.

Anak lelaki itu mengambil duduk di sebelah si gadis kecil. Gadis kecil itu membuat jarak, menggeser tubuhnya menjauh. Dia tidak nyaman berada di dekat orang lain, terlebih lagi setelah semua hinaan yang dia dapatkan sampai saat ini.

Anak lelaki itu cukup pengertian untuk tidak melewati batas. Dia tersenyum semakin lebar, "aku masih belum punya teman, aku baru pindah tiga hari lalu. Dan saat ini aku baru pulang les. Hey, mau jadi teman ku?" Dia tidak berbasa-basi.

Si gadis kecil membelalak kaget. Apa anak itu mengajaknya berteman? Seorang dia?

Gadis kecil itu menunduk, memainkan jemarinya yang penuh luka, "aku... Tidak pernah punya teman..." Suaranya serak dan pelan.

Namun si anak lelaki bisa mendengar ucapan nya dengan jelas. Dia membelalak kaget, "kau tidak pernah berteman?"

Gelengan pelan dia terima. Si anak lelaki terdiam, keduanya saling diam memandang hujan.

"Kalau begitu jadilah teman ku." Dia mengulangi. Kini senyuman nya berubah menjadi cengiran, "aku juga tidak punya teman disini."

Gadis kecil itu mengusap matanya, "banyak anak lain yang bisa menjadi teman mu."

"Kau rendah diri?"

"Tidak ada gunanya berteman dengan ku." Suaranya bergetar, "aku hanya anak yang tidak diinginkan."

"Itu tidak benar!" Anak lelaki itu membentak, kini berdiri di hadapan si gadis kecil. Gadis kecil itu membelalak syok, kaget karena tiba-tiba di bentak.

Transmigration Freak!!! [END] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang