[34] Who's The Girl?

10.9K 1.4K 42
                                    

Nico mentraktir Ercy semangkuk mie sebagai permintaan maaf. Lelaki itu tampak sangat menyesal atas apa yang terjadi padanya tempo hari, dan dia berkata akan bertanggung jawab karena membuat Ercy terluka.

"Bukan salah mu. Aku saja yang lemah karena tenggelam dalam ketakutan yang aku miliki. Ini bukan salah siapapun." Ercy tersenyum lebar, sangat lebar. Namun bukannya menenangkan, senyum itu justru semakin membebani Nico.

Nico menghembuskan nafas, "kau bukan orang yang lemah, Ercy."

Ercy berkedip bingung. "Apa maksud mu."

Pandangan Nico serius, "bahu mu. Terlihat dari bahu mu yang selalu tegak itu. Bahu mu terlihat kuat dan tegar. Meskipun terlihat memikul beban yang berat di kedua pundak kecil itu, tapi aku bisa merasakan, bahu kecil itu mampu menahan beban berat yang kau miliki. Itu terlihat jelas, dan aku yakin, kau bukan orang lemah." Nico mengulurkan tangannya dan mengelus kepalanya Ercy.

"Trauma masa lalu terlalu mengerikan untuk di ingat kembali. Itu seperti menggali luka lama. Tapi meskipun begitu kau masih bisa menahannya dan terlihat tegar. Kau kuat, Ercy. Kau bukan orang lemah." Dia tersenyum lembut dan menenangkan.

Tesss...

Nico terkesiap melihat setetes air mata mengalir dari mata sendu gadis itu dan menetes ke meja. Di susul dengan tetesan lainnya hingga air mata kini mengalir deras di pipinya. Ercy sendiri mematung dan terkejut mengapa dia tiba-tiba menangis.

"Eh?" Dia menyentuh pipinya yang basah oleh air mata.

Dia hanya merasa kosong. Tapi entah mengapa hatinya ngilu, dan tanpa sadar air mata mengalir begitu saja.

"Ahaha maafkan aku." Suaranya sengau. Dia meraih tisu dan menghapus air mata itu. Namun sekeras apapun dia melakukan nya, air mata itu tetap tidak berhenti.

"Huks..." Ercy tersedak. Tenggorokannya kini terasa tercekat, membuatnya sedikit kesulitan bernafas. "Uhukk... Uhuhu..." Ercy menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Hiks-- maafkan aku menunjukkan ini padamu..."

Nico menenangkan dirinya dari perasaan terkejut, dan kini beranjak lalu mengambil duduk di sebelah Ercy. Mengelus kepalanya lembut. "Maaf."

"Sudah kubilang bukan salah mu." Suara itu teredam telapak tangannya, jadi terdengar seperti gumaman.

Nico kini ganti mengelus bahu Ercy lembut, berusaha menenangkan gadis itu agar segera berhenti menangis. Namun dia terkejut begitu mendengar ucapan Ercy.

"Terima kasih."

"Untuk apa itu?"

"Karena sudah mengatakan aku kuat." Dia terkekeh, meskipun jejak air mata masih terlihat jelas. "Kau mengingat kan aku pada seseorang yang aku kenal. Dia juga mengatakan kalimat yang hampir mirip. Apa kalian kembar?" Ercy meraih tisu lagi dan mengusap hidungnya. "Srooottt." Dia mendesah lega dan membersihkan hidungnya.

Nico mendengus geli melihat kelakukan gadis di sebelahnya ini. "Siapa? Orang itu."

"Teman masa kecil ku. Dia yang selalu menyemangati aku."

Makanan yang mereka pesan telah tiba. Gadis itu meraih sumpit dan mulai makan. "Dia sangat mirip dengan mu. Bahkan fitur wajah, postur tubuh, dan makanan kesukaan. Apakah kalian kembar?"

Nico mendengar geli lagi. "Konyol. Aku anak tunggal."

"Ya di lihat dari manapun juga tidak mungkin." Gumamnya. Jelas saja, Andika berada di dunia lain, berbeda dengan mereka. Jadi mana mungkin ada kembar beda dunia?

Ercy merenung lalu teringat sesuatu. "Ku dengar kau sahabat masa kecil nya Xavi?"

Nico sedikit terkejut dengan pergantian topik yang tiba-tiba ini. Tapi melihat wajah penasaran Ercy, membuatnya ikut penasaran juga dengan apa yang gadis ini ingin tanyakan. "Tentu. Aku sudah bersama dia sangat lama. Bahkan sejak kami berusia lima tahun."

Ercy mengangguk, "lalu... Apakah kaum.. ehm... Kenal dengan Xavara?" Ercy merasa harus menanyakan ini. Dia sendiri tidak terlalu tahu alasannya. Dia hanya penasaran. Semuanya terasa aneh. Xaviero punya adik, tapi Aileen yang notabenenya stalker pribadinya bahkan tidak pernah tahu itu. Kenapa pula kematian nya harus di rahasiakan? 

Wajar untuk penasaran bukan?

Raut wajah Nico seketika berubah. Rahangnya terlihat mengeras dan matanya menajam. Jujur Ercy kaget dengan reaksi itu. Ada apa?

"Kenapa kau menanyakan itu?" Suaranya terdengar datar, berbeda dari suara yang biasa dia tunjukkan.

"Uhm... Aku hanya penasaran."

"Sebaiknya kau ganti topik saja." Ucapnya, tampak tidak ingin membahas itu.

"Bukan, maksud ku aku tidak tahu Xaviero punya adik? Dia tidak pernah membicarakan nya. Aku tahu Xavara sudah meninggal, namun sepertinya kematian nya tidak di publikasikan. Aku yakin kau ta--"

Braaakkk!!!

Nico menggebrak meja dengan wajah memerah menahan emosi. Ercy menutup mulutnya rapat-rapat, tidak berani bergerak. Kantin yang awalnya ramai kembali sunyi. Seluruh atensi tertuju pada mereka berdua.

"Ku bilang jangan bahas itu." Nada suaranya terdengar mengancam. Dia menatap Ercy tajam seperti seorang predator yang ketenangannya di usik. Ercy menunduk, astaga, berkat rasa penasaran nya, dia bisa menghancurkan pertemanan yang sudah payah dia bangun!

"Maafkan aku." Kali ini dia menyesal. Jika saja dia tidak membahas Xavara...

Nico mendengus kasar dan duduk di meja. Tidak mengatakan apapun dan kembali menyantap makanan nya. Bahkan tidak mengucapkan satu kata pun.

Jujur, Ercy canggung. Dia merasa suasananya smenjadi tidak enak dan berharap bel masuk berbunyi agar bisa pergi darisana.

Ercy menunduk, memainkan sumpitnya. Apakah dia harus minta maaf? Tapi Nico seperti nya tidak mau mendengar apapun. Sebenarnya apa yang terjadi? Ercy merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa, tapi berkoar-koar dan menyakiti orang-orang. Dia merasa buruk kembali.

Ercy mendongak, berniat memperhatikan reaksi Nico. Namun betapa terkejutnya gadis itu ketika melihat wajah Nico yang benar-benar menyedihkan. Sorot matanya sendu, bahkan matanya berkaca-kaca. Dia menggigit bibir seakan menahan suasana hatinya. Dia terlihat... Hancur dan rapuh.

Ercy menunduk lagi cepat-cepat. Oh Tuhan, situasi canggung apa ini?!

SESEORANG, TOLONG BERITAHU PADA ERCY APA YANG DIA LEWATKAN DISINI?! MENJADI SATU-SATUNYA YANG TIDAK TAHU APAPUN BENAR-BENAR BUKAN HAL YANG MENYENANGKAN!

Jadi dia diam, dan menghabiskan makanannya. Memutuskan apapun yang berkaitan dengan keluarga kerajaan bukan lah urusannya dan dia tidak akan pernah peduli lagi.

"Nona Ercy." Suara lembut terdengar dan sosok Lumine yang bak malaikat penolong muncul. Ercy lega karena tidak harus berdua lagi dengan Nico yang menunjukkan keanehan.

"Oh hai. Apa kau sudah makan?" Ercy menggenggam jemari Lumine yang lembut, menggenggam sedikit keras sekaan menyalurkan perasaan canggung nya dan betapa dia ingin pergi dari sini.

Lumine terlihat bingung. Tapi dia tersenyum pada akhirnya. "Nona, kak Loid memanggil mu ke ruang club sekarang. Ada yang ingin dia sampaikan."

Ercy bersorak dalam hati dan buru-buru berisi. "Oke, aku akan datang. Aku tidak bisa membiarkan sensei menunggu lebih lama, itu tidak sopan. Uhm, Nico. Maaf, aku harus pergi. Seperti yang kau dengar, Loid sensei memanggil ku. Soal mie, kau tidak perlu mentraktir aku. Aku akan bayar sendiri saja, dan aku tidak merasa di lukai olehmu, jadi jangan merasa bersalah. Oke, sampai nanti." Dia melambai dan tanpa menunggu jawaban dari Nico, Ercy menarik tangan Lumine menjauh dari kantin. []

TBC

Hai guys, maaf baru bisa update, soalnya baru sempat ngetik tadi siang, dan revisi dulu. Aku kecapekan soalnya, biasalah baru nyelam di dunia perkuliahan. Baru masuk mingdep udah ada presentasi :")

Feel nya juga beda banget, terus kalo pulang kuliah itu rasanya capek banget badan ini, padahal cuma 2 matkul, tapi rasanya kek mo tepar aja di kasur. Ngetik WP jadi ga kepikiran wkwkwk

Tapi nanti aku usahakan buat update meskipun ga nentu, sekali lagi maaf ya guys

Sampe jumpa di next chapter!!!

Tertanda
IchaSunny

Transmigration Freak!!! [END] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang