[44] The Memories

4.7K 746 17
                                    

Gadis itu menatap tubuh yang terbujur kaku penuh darah di depannya. Tatapannya kosong, datar dan tidak memiliki gairah hidup. Di tangan nya terdapat pisau berlumuran darah. Gadis itu menghembuskan nafas panjang. "Akhirnya bebas, ya?"

Dia berjongkok dan memeriksa mayat seorang pria paruh baya yang terbujur kaku dengan tubuh penuh luka tusukan. Wajah itu sangat mirip dengan wajahnya, namun beda nya aura yang di keluarkan pria itu seperti iblis.

"Terima kasih sudah membesarkan ku selama ini, ayah." Gadis itu mengusap kening ayahnya yang dingin dan pucat. "Aku sangat berterima kasih. Terima kasih sudah membunuh ibuku, terima kasih sudah membunuh adikku." Gadis itu terkikik, "aku juga akan menyusul. Aku berjanji aku akan bertemu lagi dengan ibu dan adik. Ayah, semoga kau bahagia di neraka."

Gadis itu berbalik untuk melihat tubuh lain yang terbujur kaku tak jauh dari mereka. Tubuh seorang anak laki-laki dengan wajah yang mirip dengannya. Gadis kecil itu mendekat, menatap sang saudara untuk terakhir kalinya. Darah mengalir dari kepala anak laki-laki itu.

Gadis kecil itu mengelus surai halus sang saudara, netranya berlama-lama tinggal untuk menatap jasad sang saudara yang begitu dia sayangi. Harta nya. Kini telah terenggut darinya begitu saja.

"Selamat tinggal, adikku. Aku harap kita bertemu di Surga. Jika aku tidak bisa sampai kesana, tolong jaga ibu untukku disana." Gadis kecil itu terisak dan mengecup kening sang saudara.

Gadis itu meraih botol minyak dan menuangkannya ke tubuh sang ayah. Kemudian dia menyalakan api dan membakar tubuh ayah serta saudaranya beserta rumah miliknya.

Dengan langkah gontai dan pakaian yang penuh dengan noda darah dia berjalan menuju jembatan yang tidak jauh dari rumahnya. Dia bermaksud mengakhiri hidupnya.

Gadis kecil itu, masih berusia 9 tahun. Namun, dia sudah memilih untuk mengakhiri hidupnya. Saat itu tengah malam, tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Tidak ada satupun yang dapat menghentikannya. Dia memanjat pembatas jembatan dan menatap sungai deras di bawah nya. Sungai itu gelap, cocok untuk menjemput kematian seseorang. Akhir yang sempurna untuknya.

"Jika sejak awal aku tidak di lahirkan aku tidak perlu jadi begini " gadis itu menghapus air mata yang mengalir dari pelupuk matanya.

"Ayah membunuh ibu, kemudian adik. Kini aku tidak punya alasan untuk hidup lagi." Gadis kecil itu menjerit, meratapi takdirnya. Dia hanyalah anak kecil yang di paksa untuk dewasa oleh keadaan.

"Selamat tinggal dunia yang sudah mengkhianati ku." Kemudian dia melompat ke sungai gelap yang dingin di depannya.

//*TF*//

Ercy tersentak bangun dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Gadis itu melotot dan memegangi dadanya yang terasa sangat sesak. Mimpi itu, belakangan ini dia selalu mendapat mimpi seperti itu. Hanya saja, mimpi itu terasa begitu nyata sehingga sulit untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak.

Ercy menangis lagi. Selalu seperti ini. Dia seakan merasa jika itu adalah dia. Gadis kecil itu, dan segala kemalangan yang dia lihat. Ercy merasa sedih untuknya. Dia bisa merasakan apa yang gadis itu rasakan.

"Apa ini ingatan Aileen?" Gumamnya, masih dengan air mata yang mengalir. "Tidak, ini bukan ingatan Aileen. Ini... Ingatan ku..."

Ercy menjambak rambutnya frustasi. "Tapi gadis itu bukan aku... Aku tidak pernah mengalami itu. Lalu ingatan siapa itu, siapa sebenarnya gadis itu?"

Hari itu Ercy terlambat ke sekolah dan dia tidak fokus sepanjang jam pelajaran. Trio Curut mampir ke kelasnya, tapi Ercy hanya menanggapi seadanya. Dia juga memilih membolos kelas musik dan memilih pulang duluan. Dia bahkan tidak membalas pesan Xaviero dan menghindarinya seharian itu. Theo dan Lumine sempat khawatir padanya, tapi Ercy berhasil menyakinkan mereka berdua untuk tidak khawatir padanya.

Transmigration Freak!!! [END] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang