Singkatnya Xaviero sudah membeli enam tiket dan mereka sudah masuk ke dalam stadion. Di sana sudah ramai penonton dan kursi di bagian depan sudah terisi. Mereka berenam duduk di tengah-tengah, posisinya Theo di ujung, Lumine di sebelahnya, kemudian Ercy, Viole, Eric dan Xaviero.
Viole dan Eric sudah asyik mengobrol, sementara Theo dan Lumi mulai membuka cemilan yang mereka bawa. Xaviero sendiri memainkan ponselnya, dia tengah berkirim pesan dengan seseorang. Entah siapa namun rahangnya terlihat mengeras dan tatapan nya tajam seakan bisa membunuh seseorang.
Eric mengintip ponsel nya dan mengenal nafas. "Abaikan saja dia."
Hanya Ercy yang duduk diam dan kaku di kursinya. Tidak berniat membuka suara, ataupun membuat gerakan.
"Nona Ercy, ini keripik kentang nya." Lumine menyodorkan bungkus keripik kentang.
Gadis berambut perak itu mengerutkan kening ketika mendapati Ercy yang tidak secerah biasanya. Dia duduk diam dengan tatapan lurus yang kosong.
"Nona Ercy, ada apa?" Lumine bertanya khawatir, menyentuh tangan Ercy yang mengepal.
PLAAKK!!!
"Jangan sentuh!" Sentak Ercy tanpa sadar menampar tangan Lumine yang menyentuh nya.
Lumine terdiam mematung dengan raut kaget, bahkan kini mereka berdua menarik atensi empat orang lainnya.
"Hey ada apa?" Meskipun wajahnya terlihat tidak peduli, tapi Theo adalah orang yang paling khawatir jika menyangkut sahabatnya itu.
Ercy di luputi rasa bersalah, apalagi Lumine menatapnya dengan wajah yang terkejut dan syok. "Maafkan aku. Aku hanya terkejut saja."
"Apa benar? Jika kau tidak nyaman atau sesuatu katakan saja." Theo menyadari raut wajah Ercy. Dia terlihat menahan sesuatu.
"Bukan masalah besar. Perutku hanya sakit, aku sedang datang bulan. Bukan sesuatu yang serius." Ucapnya lirih.
"Apa kau yakin?"
Ercy mengangguk, "pertandingan sudah mau di mulai." Dia berujar serak.
Benar saja, selama pertandingan berlangsung, Ercy hanya duduk diam bersandar di sandaran kursi. Tidak bersorak seperti orang-orang ataupun antusias. Viole di sebelah nya berkali-kali melirik melalui ekor matanya, tapi dia memilih tidak mengatakan apapun.
Lumine sendiri semakin khawatir dengan Ercy, "apa nona sakit? Apa kita pulang saja?"
Ercy menggeleng, "tidak. Xavi sudah membayar tiket kita, tidak enak jika pergi begitu saja. Lagipula aku sudah berjanji pada Nico untuk menyaksikannya. Aku harus memberikan cokelat ketika dia selesai nanti." Ercy memijat keningnya, berusaha menenangkan diri.
'alihkan perhatian mu, jangan sampai terpengaruh. Hanya orang lemah yang tidak bisa mengendalikan dirinya.' dia terus mengulangi kalimat yang sama di dalam hati.
'itu hanya masa lalu. Lupakan, dia tidak ada disini. Dia tidak ada disini untuk menyakitimu.' Ercy memejamkan matanya, merasakan tubuhnya berkeringat dingin.
'itu sudah berlalu, semuanya baik-baik saja.'
Setelah pertandingan usai, sorak sorai terdengar riuh dari para penonton yang bersemangat. Sekolah Highville, alias sekolah nya memenangkan pertandingan mengalahkan sekolah Libertine. Tampak Nico berdiri di tengah lapangan bersama teman-teman nya, melakukan tos kemenangan dan bersorak-sorai bahagia.
Ercy berdiri, dia hanya perlu memberikan cokelat untuk Nico lalu pulang. Dia tidak bisa berada di sini lebih lama. Dia tidak bisa menanggungnya lagi.
Ercy berjalan cepat meninggalkan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration Freak!!! [END] ✓
Fiksi RemajaElora Raneysha hanyalah seorang mahasiswi semester akhir yang hampir menyelesaikan skripsinya. Namun dia harus mati mengenaskan karena keselek tahu goreng yang diam-diam dia comot. Dan ketika dia membuka mata, dia mendapati dirinya masuk ke tubuh se...