Ercy mematung ketika melihat tiga orang yang akrab di penglihatannya duduk di kursi taman dengan acuh tak acuh. Rahangnya pegal karena menganga tidak percaya, "kenapa kalian disini?!"
Eric yang pertama menyadari kehadiran trio tidak di undang itu, dia memasang wajah ceria dan bersemangat, melambai pada ketiganya terkhusus Ercy, "Aileen! Hai!"
Ercy berjalan mendekat diikuti Theo dan Lumine. Mata gadis itu melirik pangeran yang benar-benar terlihat acuh dengan kehadirannya, dan aura yang di keluarkan pria itu benar-benar tidak enak seperti biasa.
Theo berdiri di depan Lumine, menjaga gadis itu dari jarak pandangan sang pangeran. "Kenapa kalian disini?" Ulang Ercy.
"Memang kenapa? Ini taman sekolah, siapapun bebas berada disini. Lagipula kami sedang menunggu sesuatu." Viole menjawab, tapi tatapannya tidak lepas dari ponselnya. "Kenapa Nico belum memberi kabar?"
Dalam hati Ercy meringis merutuki kebodohan nya. Tentu saja Xaviero yang yang lainnya ada disini, mereka kan sahabat Nicolas!
Dan dia hanyalah orang baru yang kebetulan mendapatkan undangan dari Nico. Harusnya dia yang di pertanyakan keberadaannya disini.
Ercy berdeham, berjalan ke depan Xaviero dan menyapa riang, "selamat siang Xavi, kau tampan seperti biasanya."
Semua orang yang ada di sana terkejut hingga Eric menjatuhkan minuman kalengnya.
Xaviero meliriknya, namun tidak mengatakan apapun. Ercy tersenyum licik, duduk di sebelah Xaviero, "kau tidak menyapa Lumine? Apa kau menyerah untuknya?"
"Bukan urusanmu."
"Cih, setelah apa yang kita lalui kau bersikap terlalu dingin. Benar-benar tidak berperasaan."
"Bukan urusanmu."
"Bisakah kau mengatakan kalimat lain? Aku bosan dengan kata bukan urusan mu." Ercy masih tidak menyerah menggoda Xaviero. "Apa kau sudah makan siang? Hanya bertanya saja, wajahmu seperti orang yang belum makan dua tahun, suram seperti biasa."
Xaviero meliriknya tajam, jika tatapan bisa melubangi tubuh seseorang mungkin dia sudah berlubang di bagian perut. Ercy nyengir, mengangkat kedua tangan nya menyerah, "oke, simpan tatapan mu itu untuk musuh mu, aku bukan salah satunya."
Theo menarik Ercy berdiri, berbisik di telinga nya, "apa kau tidak takut mati? Kau mengatakan apa kepada dia?"
Ercy yang sudah mengetahui sisi lain pangeran hanya mengangkat bahu, "dia tidak keberatan aku goda, kok."
Tatapan Theo menajam, "kau masih berharap padanya?"
Ercy berkedip, "bukan masih berharap atau semacamnya. Sejujurnya. Xavi berbuat jahat pada Aileen, bukan padaku. Aku tidak punya dendam padanya sama sekali. Karena itu, soal berhenti berharap atau semacamnya, aku tidak tahu. Aku mengikuti arus, apa yang terbaik untukku, akan terjawab di masa depan. Aku tidak ingin mengatakan aku tidak akan pernah mau bersamanya tapi di masa depan justru menyesal. Lagipula dia ayah biologis Leo. Dan aku tidak punya keinginan bersama pria lain saat ini, maksudku membangun hubungan dengan yang lain. Bahkan aku sebenarnya malas memikirkan soal percintaan." Bisiknya sepelan mungkin agar tidak ada yang mendengar.
Theo menghembuskan nafas, "tapi dia berbuat jahat pada Aileen, dan itu kau juga! Bisa jadi dia melakukan itu padamu."
"Tapi setelah dipikir-pikir secara rasional, Aileen lah yang terlalu memaksa. Wanita itu tanpa henti mengejar Xaviero seperti tidak ada pria lain di dunia. Dia mengusik ketenangan pria ini, aku berkata begini bukan membela siapapun antara mereka. Hanya saja jika aku di kejar-kejar seintens itu oleh pria lain, mungkin aku tidak akan senang." Ercy menepuk bahu Theo, "jangan terlalu menyalahkan seseorang hanya dari satu sudut pandang. Cobalah melihat dari sudut lain, dan kau akan setuju dengan ku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration Freak!!! [END] ✓
Teen FictionElora Raneysha hanyalah seorang mahasiswi semester akhir yang hampir menyelesaikan skripsinya. Namun dia harus mati mengenaskan karena keselek tahu goreng yang diam-diam dia comot. Dan ketika dia membuka mata, dia mendapati dirinya masuk ke tubuh se...