30. Bulan yang Istimewa bagi Putri Matahari dan Pangeran Es Part 2

6 1 0
                                    

Erlangga baru saja kembali dari mengajar ketika dilihatnya Salsa tertidur sambil duduk bersandar pada tempat tidur mereka. Ia pun membersihkan diri lalu segera menghampiri Salsa dan mengelus lembut pipinya.

Dipandanginya wajah tidur sang istri yang selalu terlihat nyenyak meskipun dalam posisi duduk. Mau tidak mau, Erlangga merasa gemas pada istrinya ini. Tapi, tidak bisa dipungkiri kalau ada sedikit rasa bersalah menghampirinya.

Ia sangat bersyukur karena setelah tahu ia berhenti kerja, salah satu dosen di kampus merekomendasikan tempatnya mengajar sekarang. Meskipun belum seterkenal tempat lamanya, tempat ini cukup memberi toleransi kepada kebiasaan orang asing. Ini membuat Erlangga merasa nyaman karena setidaknya ia tetap bisa beribadah dengan tenang.

Namun di balik itu ada harga yang harus dibayar yaitu waktunya bersama Salsa. Karena lokasinya yang lebih jauh, ia tidak bisa pulang tepat saat waktu makan malam. Hal itu membuat Salsa sering makan malam sendirian. Meski tidak protes karena mereka masih bisa ngobrol ketika sahur, Erlangga tahu kalau istrinya pasti akan merasa kesepian. Karena Salsa terbiasa bercerita banyak padanya ketika makan malam. Selain itu waktu makan malam bersama berkurang karena Erlangga mengajar malam 4 hari dalam seminggu.

Sebenarnya dirinya juga merasakan hal yang sama. Erlangga terbiasa mendengarkan Salsa bercerita, sehingga menghabiskan waktu makan tanpa istrinya terasa begitu sepi.

Apalagi, ini merupakan puasa pertama mereka sebagai suami dan istri. Dalam hati, keduanya tentu berharap kalau waktu ini bisa menjadi waktu menjalankan ibadah yang lebih baik bersama. Hanya saja kenyataannya mereka malah sedang menghadapi perubahan dalam kehidupan keluarga mereka.

Tiba-tiba saja, Salsa bergerak dari tidurnya dan menggerakkan tangannya sampai hampir saja mengenai wajah Erlangga kalau tidak ditangkap.

''Hm? Mas sudah pulang?'' tanya Salsa masih belum sepenuhnya sadar.

''Iya, Mas sudah pulang, Assalamualaikum,'' ucap Erlangga.

''Walaikumsalam, selamat datang,'' balas Salsa memeluk suaminya senang kemudian mengecup Erlangga.

''Aku sudah masak kare, ada bagian Mas juga. Aku ambilkan ya,'' ucapnya hendak bangun dari duduknya.

''Salsa, awas,'' panggil Erlangga sambil menangkap istrinya yang hampir jatuh karena belum sepenuhnya bangun. Ia kemudian menidurkan Salsa di kasur.

''Biar Mas ambil sendiri, nanti Kamu temani Mas makan saja ya,'' katanya, meski ia tidak yakin Salsa mendengarnya karena matanya sudah terpejam lagi. Ia hanya tersenyum dengan tingkah istrinya dan segera menuju dapur untuk menghangatkan kare.

Rasa heran menghampiri Erlangga ketika ia kembali ke meja di kamar mereka dengan membawa sepiring nasi kare dan air lemon yang telah disiapkan Salsa untuknya.

Salsa yang tadinya ada di atas kasur, kini kembali duduk di lantai dengan bersandar di kasur mereka.

''Salsa, kenapa Kamu turun lagi?''

''Mas kan mau makan, biar Aku temani,'' jawab Salsa sambil menyangga kepalanya dengan tangan namun gagal sehingga kepalanya hampir jatuh.

''Kamu yakin tidak apa-apa?'' tanya Erlangga sambil tertawa pelan.

''Tentu, Aku akan temani, jadi Mas jangan merasa sepi ya, pokoknya karinya harus dihabiskan...'' kata Salsa sebelum akhirnya menyerah pada rasa kantuknya.

Erlangga hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya. Mereka memang sepakat untuk mengakali waktu kebersamaan yang berkurang ini. Salah satu caranya adalah dengan menyisakan waktu untuk mengobrol ketika Erlangga pulang meskipun sebentar. Tapi melihat situasi Salsa, rasanya rencana hanya tinggal rencana.

Kisah Putri Matahari dan Pangeran EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang