48. Ketauan

930 164 8
                                    

Haechan membuka laci nakas dalam kegelapan, lalu mengambil sesuatu di dalamnya, dengan kasar meletakkannya di tangan Jeno. Jeno yang masih belum paham tiba tiba langsung membeku, dia tanpa sadar ingin mundur, namun pinggangnya segera di tahan oleh Haechan.

"E-Echanie..." Suara Jeno nampak gugup, dia meremas kertas kualitas tinggi di tangannya dengan wajah pucat.

"Apa maksud dari kertas itu?!" Tangan kanan Haechan mencengkeram pergelangan tangan Jeno, menatap siluet Jeno dalam kegelapan dengan sepasang mata elangnya.

"Kamu..." Tiba tiba Jeno tak tau harus menjawab apa, bagaimana Haechan bisa menemukan kertas ini?! Jelas kertas di tangannya sudah dia simpan baik baik di lemari, dia timpa dengan beberapa selimut cadangan, tunggu?! Jeno semakin pucat, mungkinkah...

"Haruto nemu itu di lemari, tiga hari yang lalu. Awalnya dia cuma mau minjem cadangan selimut di kamar lo, tapi benda itu tiba tiba jatoh, dia langsung ngabari Gue sama Jisung" jelas Haechan ketika merasakan keraguan dari suara Jeno, Jeno hanya diam.

"Kenapa...? Kenapa Lee Jeno...? Kenapa diem aja?!" Lirih Haechan pelan, tersirat nada kecewa dalam suaranya, tubuhnya condong ke arah Jeno, menyandarkan keningnya di bahu Jeno, pandangannya menunduk, terlihat beberapa tetes cairan bening jatuh ke lantai.

Panik, itu yang Jeno rasakan sekarang, dia tidak tau harus bereaksi bagaimana, dia selalu menganggap penyakitnya sebagai hal biasa, jadi tak pernah dapat mengerti perasaan orang lain saat mengetahui bahwa dirinya sakit.

"Aku gapapa... Aku sehat kok! Lihat kan...?" Ucap Jeno pada akhirnya, tersenyum tipis memeluk tubuh Haechan. Haechan tak bergeming, perasaannya campur aduk, antara sakit, tak rela, kecewa, dan banyak lagi. Jeno mendorong pelan tubuh Haechan agar berdiri menghadapnya, merapikan rambutnya yang masih basah, pemuda itu nampak lesu dan terus menatapnya dengan sepasang mata merah.

Jeno diam diam menghela nafas panjang, menoleh kanan kiri, lalu samar samar melihat baju di atas tempat tidur dalam kegelapan, dia langsung meraihnya, melempar asal kertas di tangannya dan membantu Haechan mengenakan bajunya, ini sudah malam, dan cuaca terasa dingin, dia takut Haechan sakit. Haechan terus menatapi gerak gerik Jeno, membiarkan Jeno membantunya mengenakan baju tanpa melawan, Jeno sedikit kesulitan sebenarnya mengurus bayi besar itu.

"Pake dulu celananya... Baru lanjut ngobrol..." Ucap Jeno menatap Haechan, meski hanya siluet samar yang terlihat, namun mata mereka jelas terang dan bersinar, mudah untuk di temukan. Haechan tak menjawab, namun tubuhnya bergerak meninggalkan Jeno untuk mengenakan celananya, setelah itu dia berjalan ke kamar mandi untuk menyimpan handuknya. Jeno tak berdaya melihat Haechan yang terlihat seperti itu.

Tak lama, Haechan kembali ke hadapan Jeno, meraih pingangnya, memeluknya dengan erat, menghirup bau tubuh Jeno yang terasa segar. Dia mendorong Jeno ke tempat tidur, membuat Jeno jatuh terduduk di sisi tempat tidur dengan linglung, Haechan tak memperhatikannya, dan malah naik ke atas tempat tidur, menarik Jeno untuk lebih kebelakang sedikit lalu membaringkan tubuhnya di pangkuan Jeno, memeluk perut Jeno dengan erat.

Tangannya meremas baju tidur yang di kenakan Jeno, wajahnya dia sembunyikan di perut Jeno yang hanya di lapisi oleh baju tidur tipis.

"Jelasin"

Saat Jeno baru saja ingin bersuara, suara teredam milik Haechan sudah lebih dulu menyelanya, dia dengan kaku mengangguk, meskipun Haechan tak dapat melihatnya. Namun sebelum berbicara, Jeno meraih Hairdryer di atas nakas, menekan tombolnya dan membiarkan benda itu melayang di atas kepala Haechan untuk mengeringkan rambutnya.

"Echanie... Bayi udah lama kaya gini... Dulu udah pernah sembuh, tapi kambuh lagi setengah tahun lebih yang lalu, Kaiyi itu Dokter khusus yang ngobatin Bayi, dia bilang Bayi cuma punya kesempatan setahun lagi, kalau pengobatannya lancar mungkin bisa bertahan dua tahun, kalau ada keajaiban kemungkinan bisa sembuh, sebelumnya Bayi bisa sembuh karna Operasi Sumsum tulang belakang, tapi gatau kenapa bisa kambuh lagi, mungkin belum bersih virusnya. Sekarang waktunya tinggal 3 bulan lagi, masih lama kok..." Jeno menjelaskan secara singkat, tangannya memainkan rambut Haechan, agar cepat kering di bawah hairdryer.

"Lama?! 3 bulan kamu bilang lama?! Lo gak mikirin perasaan gue sama yang lainnya!" Tangan Haechan meremas pinggang Jeno, membuat alis Jeno mengernyit tak nyaman.

"Lo emang gak pernah mikirin perasaan orang lain..." Haechan melepaskan pelukannya, bangkit untuk duduk, menatap Jeno dengan pandangan sayu.

Deg

Nyeri, dada Jeno rasanya nyeri mendengar ucapan Haechan, dia merasa tertusuk dengan kata katanya, mengingat semua yang dia lakukan, dia berfikir itu semua akan membuat mereka tak perlu mengkhawatirkannya, dia tak pernah menyangka bahwa langkahnya salah selama ini, hingga menyakiti banyak orang di dekatnya.

"Seharusnya kalian gak perlu tau... Bayi cuma gamau kalian kepikiran..." Lirih Jeno tak berani menatap mata Haechan. Tiba tiba terdengar suara tawa sinis di sisinya, tersirat rasa sakit di tawa tersebut, Jeno bahkan sampai tak nyaman mendengarnya.

"Lo luka, lo sakit, lo lemah, lo cape, gak pernah ngasih tau kita, lo egois tau gak? Egois Jen... Gue sakit di sini, gue khawatirin lo! Cemas, panik, semuanya! Dan lo cuma Senyum?! Kenapa?!" Haechan memukul mukul dadanya sendiri, rasanya sesak di sana, seakan jantungnya di genggam erat, membuatnya sulit bernafas.

"Echanie!"

Jeno terkejut melihat tingkah Haechan, dia buru buru menahan tangannya agar tak lagi memukul mukul dadanya sendiri dengan cemas, dia salah, dia adalah bayi nakal sekarang, Jeno salah, jangan sakiti diri sendiri!

"Stop! Nono bilang Stop!" Teriak Jeno cukup kuat, ini pertama kalinya Jeno berteriak, pertama kalinya Jeno benar benar merasa ingin marah. Matanya sudah berkaca kaca memelototi Haechan yang hanya diam menatapnya.

"Nono cuma mau kalian gatau! Nono cuma mau kalian inget Nono yang selalu ceria! Nono cuma mau kalian lihat Nono yang kuat! Nono gamau kalian punya kenangan buruk tentang Nono! Nono cuma mau itu! Kenapa marah!" Jeno mendorong tubuh Haechan dengan keras, memukul mukul dada pria tersebut dengan kesal, dia melarang Haechan untuk memukuli dirinya sendiri, tapi dia malah memukuli dada Haechan dengan putus asa.

Haechan tak bergeming menatap wajah Jeno, wajah yang dulu selalu ceria kini memperlihatkan ekspresi kesedihan, dahinya berkeringat, mata dan hidungnya merah, bibir pink nya terlihat berkilat, walau gelap, namun semua terasa Jelas dimata keduanya. Mata Haechan tertutup, menyebabkan dua tetes air mata mengalir dari ujung matanya, dia menarik tubuh Jeno, membuatnya jatuh di atasnya dan memeluknnya dengan erat, Jeno tak melawan, dia malah menangis keras memeluk leher Haechan seerat mungkin. Keluhannya selama ini tiba tiba berdesakan, meminta untuk di tumpahkan.

"Sorry... Haechan cuma gamau kehilangan Bayi..." Lirih Haechan pelan dengan nada bersalah. Jeno menggeleng.

"Bukan salah Echanie..." Bisiknya sesenggukan.

"Janji gak bilang yang lain okey...?"

"Hm, Oke..."

Hening, keduanya hanya diam di posisi tersebut, tangan Haechan yang melingkari pinggang Jeno mengelus elus punggung Jeno dengan lembut, sedangkan tangan Jeno yang melingkari leher Haechan memainkan telinga dan rambut pemuda tersebut. Sesekali Haechan akan menggigit telinga Jeno, membuat sang empunya menyentil telinga Haechan dengan kesal.



















































































Yoit!

Bisa di bilang ini mungkin Spesial Hyuckno kali ya?
Akhirnya ketauan deh sakitnya Jeno!

Don porget tu polow, komen en vote!

See u~

No Trace ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang