2-D

95 3 0
                                    

"BRAK !" suara keras itu mengatakan Ivy.

Ivy menatap ke arah pintu toiletnya yang masih tertutup, suara keras itu kembali datang bersaman dengan suara seorang gadis. Gadis itu meminta Ivy untuk keluar, dia tidak sendiri ada beberapa gadis lain yang juga nampaknya marah pada Ivy. Ivy tidak melihat wajah mereka, tapi ia tahu jelas jika mereka marah hanya dari suaranya.

"Keluar kau, dasar pecundang buruk rupa !" Ucap gadis yang ternyata adalah Natali.

Natali bersama dengan kedua temannya yang bernama Sementa dan Margaret. Ketiga gadis itu merasa marah tak kala Ivy tak kunjung keluar. Karena terlalu kesal, Sementa kbali menendang pintu toilet dimana Ivy berada. Suara itu menggema, membuat Ivy merasa agak takut. Ya, itu wajar pasalnya ia hanya sendiri. Tapi pada momen itu, Ivy sadar jika ia pernah menjadi teman mereka, dia juga pernah mem-bully siswa lainnya. Dan kini ia menyesalinya.

Beberapa siswa yang melihat kejadian itu memilih untuk pergi. Mereka tampaknya takut dengan Natali serta kedua temannya. Sifat meraka sangat kontras dengan wajah mereka yang cantik, itu sangat memilukan.

"Kubilang keluar dasar buruk rupa !" Ucap Natali lagi.

Natali yang mulai geram melihat ke sekelilingnya. Saat ia menemukan ember bekas pelan, ia mengambilnya dengan cepat. Itu membuat Margaret dan Sementa kaget, namun mereka hanya diam saat melihat Natali dengan tega menumpahkan semua isi air di dalam ember itu di dalam kolong toilet dimana Ivy berada.

Saat Ivy menyadari ada sesuatu di kepalanya, ia sangat kaget. Ia hendak menghindar, namun semua terlambat. Air bewarna coklat dan bau itu jatuh ke atas kepalanya, membasahi seluruh bajunya hingga ke menyentuh kulitnya. Bahkan hp-nya juga ikut basah. Untuk sesaat Ivy terdiam dengan wajah terkejut. Nafas Ivy sangat berat, matanya melotot serta jantungnya berdebar sangat cepat. Ia sangat marah.

"Ka- NATALIIIII ! DASAR BAJINGAN GILA !" teriak Ivy.

Ivy keluar dari tempat persembunyiannya, ia hendak menghajar gadis itu dengan kedua tangannya. Namun baru saja ia keluar, Sementa dengan cepat menendang pinggul Ivy ke samping. Itu membuatnya langsung terjatuh, dan kepalanya nyaris mengenai wastafel.

Belum sempat Ivy menyadari apa yang baru saja terjadi, Natali dengan kejam menarik rambut Ivy lalu berkata "Sudah ku katakan, jangan pernah mendekati Brayen lagi !"

Ivy meringis kesakitan, namun ia tidak akan memohon ampun. Dia menatap Natali tajam, lalu berkata dengan nada tinggi  "Aku tidak mendekatinya. Kau lah yang merebut ya dariku !"

Mendengar hal itu Natali merasa sangat marah, ia menarik rambut Ivy lebih kencang. Dia menyeretnya ke arah dinding, lalu membenturkan kepalanya. Saat kedua teman Natali melihatnya, itu membuat mereka agak takut.

"Ykaaaa !" Rintih Ivy.

Kepala Ivy tidak berdarah, namun sedikit merah dan terasa sangat sakit. Ivy menatap Natali tajam, lalu menarik rambut panjang Natali hingga hampir membuat Natali tersungkur ke lantai. Itu membuat Natali merintih kesakitan. Mendengar suara rintiha  itu, Margaret dan Sementa dengan cepat membantu Natali terlepas dari genggaman Ivy. Karan Ivy tak kunjung melepaskannya, Margaret dengan keras menginjak kaki kiri Ivy, itu membuat Ivy berteriak kencang pasalnya itu tepat di bagaian kakinya yang sempat patah. Tapi itu berhasil membuat Ivy melepaskan Natali.

"Apa kau baik-baik saja !?" Tanya Sementa pada Natali.

Natali hanya menjawabnya dengan anggukan lemah, namun ia masih menyentuh kepalanya yang terasa sakit akibat jambakan Ivy. Ia kembali menatap menatap Ivy dengan tajam, lalu berkata "Dengar, aku tidak pernah merebutnya, dialah yang datang padaku !"

"Tapi itu wajar, karena aku jauh lebih cantik darimu." Tambah Natali dengan penuh percaya diri.

Gadis muda itu seperti berdiri di atas angin. Dia sangat angkuh, dan sombong. Tapi kata-kata itu terdengar tidak salah, Ivy juga memiliki pikiran demikian, namun ia merasa sangat marah saat mendengarnya. Ia sakit hati. Ia ingin melakukan sesuatu, seperti mencabik wajah Natali, Margaret dan Sementa. Tapi pada daya, dia terlalu takut melakukannya. Dia hanya bisa duduk terdiam di posisinya, menatap ke tiga gadis muda itu dengan tajam penuh dengan kebencian.

"Ya, kau itu seharusnya sadar, kalau kau sudah... jadi buruk rupa !" Ucap Sementa.

"Sudah miskin, buruk rupa, tidak berprestasi. Hah, jangan bermimpi bersaing dengan ku, Ivy !" Ucap Natali, lalu ia tertawa diikuti kedua sahabatnya.

"Hahaha... dasar menjijikan." Ucap Margaret sambil menatap Ivy jijik.

Ivy menutup matanya. Perlahan tangannya terkepal kuat, nafasnya tak beraturan, dan rahangnya mengeras. Bersaman dengan itu tiba-tiba Lambu toilet berkedip-kedip. Itu membuat Natali dan kedua temannya terdiam sesaat, menatap ke arah lampu yang terus berdiam, lalu tiba-tiba... DAR ! Semua lapu di kamar mandi itu meledak.

"AAAAAA !" terbaik ketiga gadis itu bersaman, lalu mereka lari dengan cepat, meninggalkan Ivy sendirian di kamar mandi.

Tiba-tiba pemanasan kebakaran otomatis yang terpasang di langit-langit ruangan, atau fire sprinkler sytem. System ini menyambungkan air langsung dengan jet sprinkler. Jika ada panas yang terdeteksi oleh sprinkler ini maka air akan secara otomatis keluar dari sprinkler ini untuk mematikan api tersebut.

Ivy membiarkan air itu membasahi tubuhnya. Setelah ia merasa sedikit tenang, Ivy bangkit, lalu berjalan meninggalkan toilet itu. Ia berjalan dengan langkah pelan dan lemah. Saat itu Ivy berpikir jika semua orang akan menertawakannya dan semakin mencemoohnya saat melihat penampilannya yang begitu buruk, tapi saat Ivy keluar dari toilet, ia tidak mendapati siswa lain di sana. Semua kosong, dan fire sprinkler sytem masih menyala.

"Orang-orang pasti pergi menyelamatkan diri karena pikir ini kebakaran." Gumam Ivy.

Ivy nampak lega, pasalnya tidak ada orang yang melihatnya dalam keadaan seperti ini. Ivy berjalan ke arah lokernya. Saat ia sampai,ia segara membual lokernya, mengambil baju cadangannya. Itu bukan baju seragam sekolah, melainkan kaos putih dan celana olahraga. Agar baju itu tidak basah, ivy melindungi bajunya itu dengan buku pelajarannya. Setelah memastikan bajunya aman, ia segera pergi.

Ivy berjalan menuju ke pelanggan sekolah, ia berharap tempat itu aman. Setidaknya di gedung belakangnya ia mungkin menemukan toilet yang fire sprinkler sytem dalam keadaan mati, jadi bajunya tidak basah.

Saat Ivy sampai di ujung lorong  tempat loker berada, ia mendengar seseorang memanggil namanya. Hal itu membuat langkah Ivy terhenti seketika saat mendengar namanya di panggil. Suara itu terdengar tidak asin lagi di telinga Ivy, suara yang sampai sekarang mampu membuat jantung Ivy berdebar bahagia, namun juga membuat hatinya sakit.

Ivy menatap sosok yang memanggilnya dengan tatapan lesu. Pria itu juga melihat ke arahnya, dia terlihat sangat khawatir saat menyadari betapa kacaunya penampilan Ivy. Pria itu mendekatinya sambil melepas jaketnya, dia meletakkan jaketnya di bahu Ivy, lalu bertanya "Kenapa bajumu bisa seperti ini ?"

Pria itu terlihat sangat perhatian. Dia penulis dan terlihat sangat menyayangi Ivy. Itu terlihat jelas dari bagaimana pria itu menatapnya dan memperlakukannya. Itu membuat Ivy merasa senang, namun ia juga merasa sangat marah, ia kesal, dan kecewa. Ivy bingung harus bagai mana menghadapi pria itu.

"INI SEMUA KARNAMU !" teriak Ivy.

Air mata Ivy kembali turun, namun mungkin tidak terlihat karena air fire sprinkler sytem yang masih menyala. Ivy membuang jaket pria itu dengan kasar, lalu menatapnya dengan penuh kebencian. Saat pria itu melihatnya, dia hanya diam, namun dari tatapannya, dia terlihat kecewa.

"Bisalah kau berhenti bersikap baik padaku ! Ini sangat menyakitkan ku Brayen. Bisakah kau mengabaikan seperti yang lainnya. Aku sangat ingin membencimu !" Ucap Ivy dengan suara serak.

"Ivy, aku, aku tidak mau di benci olehmu." Ucap Brayen.

"Tapi aku ingin membencimu. Aku tidak mau dekat denganmu, aku tai mau melihat mu apalagi mendengar namamu, jadi menjauh-lah dariku. Sejauh mungkin. Aku tidak mau berurusan lagi baik denganmu, maupun dengan kekasih mu itu !" Setelah mengatakannya Ivy berjalan menjauh, melewati Brayen hanya hanya terdiam mematung di tempatnya.





SEMIDIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang