30-B-2

53 1 0
                                    

Keesokan harinya. Seperti biasa, saat dini hari Ivy sebelum berangkat kerja, Ivy menyiapkan sarapan dan bekal untuknya dan murray. Berbeda dengan hari sebelumnya, kali ini Murray bangun lebih cepat.

Saat Ivy selesai mempersiapkan sarapan dan bekal, dia mendekati Murray lalu berkata "Apa sebaiknya kamu berhenti saja dari pekerjaan itu."

"Tidak. Pekerjaan ini gajinya lumayan." Murray mengatakannya dengan tes, membuat Ivy merasa sedih.

Melihat wajah Ivy yang sedih, Murray pun menjelaskan alasan kenapa dia tidak mau berhenti "Sebentar lagi musim dingin. Kita harus membeli kayu bakar, bersedia makanan dan baju hangat. Kita memerlukan banyak uang untuk bertahan hidup."

Ini membuat Ivy terdiam. Ivy mendengar dari Rayon serta nyonya Loren jika musim dingin di tempat itu bisa lebih dari dua bulan, bahkan laut bisa membeku. Untuk itu mereka memerlukan banyak uang untuk bertahan hidup. Uang untuk membeli baju hangat, dan persediaan makanan.

Ini sebenarnya bagus karena Murray bersikap dewasa dan sangat berpikir panjang. Namun entah kenapa Ivy masih merasa sedih, hingga dadanya terasa seakan sesak. Dan Ivy semakin merasa bersalah pada Murray, karena dia lah yang membawa pria itu te tempat ini.

"Apa yang dikatakan Murray memang benar. Tapi, aku tetap merasa sedih." Batin Ivy.

"Baiklah, aku pergi kerja dulu ya." Lanjut Ivy.

"Hati-hati di jalan." Ucap Murray yang langsung Ivy balas hanya dengan anggukan lemah dan senyum hangat.

***

Murray menatap baju hangat yang di panjang di suatu toko baju saat di perjalanan pulang ke rumah. Itu adalah baju hangat untuk gadis muda dengan warna merah. Ini mengingatkan Murray pada musim dingin yang akan segera datang, namun baik Murray maupun Ivy belum membeli perlengkapan apapun.

"Itu baju hangat kan ?" Tanya Murray pada dirinya sendiri.

"Ah iya, bentar lagi musim dingin akan datang. Jadi tidak heran kalau orang-orang mulai menjual baju hangat. Hm… Aku harus memberi beberapa untuk Ivy." Ucap Murray lagi.

Murray mendekati toko baju itu. Saat sampai dia segera pergi menemui penjualnya untuk menanyakan harga baju itu.

"Permisi tuan, berapa harga ini ?"

"Dua puluh koin perak." Ucap si penjual.

"Ya Ampun, harganya mahal sekali. Aku hanya memberinya satu baju jika begitu." Batin Murray.

Ya, niatnya Murray ingin membeli beberapa, namun uangnya tidak cukup. Dia hanya bisa beli satu baju. Saat dia menyadari ketidakmampuan memenuhi kebutuhan gadis yang dia sukai, Murray merasa sedih. Dia merasa tidak becus menjadi kepala rumah tangga.

"Ini konyol. Aku sangat ingin memberikan beberapa baju hangat untuk. Tapi membeli satu saja aku kesulitan. Ah… tidak apa. Aku harus bekerja lebih keras lagi." Batin murray.

Murray mendesah kasar, lalu ia menatap si penjual lalu berkata "aku ambil yang ini." Sambil menunjuk ke baju yang dia inginkan.

"Ku harap dia suka." Batin Murray.

***

"Ivy, aku pulang." Ucap Murray saat dia sampai di rumah.

"Ya. Selamat datang." Ucap Ivy.

Saat itu Ivy berada di meja makan, duduk manis di sana. Namun dia segera berlari untuk menyambut Murray pulang. Tidak lupa Ivy memperlihatkan senyum terbaiknya pada Murray, membuat pria itu merasa senang dan nyaman. Ini membuatnya semangat untuk cepat-cepat pulang ke rumah lebih cepat.

"Ayo duduk, dan makanlah dulu. Aku tahu kau pasti lapar." Ucap Ivy yang hanya di balas dengan deheman lemah oleh Murray.

Namun saat Ivy hendak pergi, Murray memanggil namanya dengan lembut lalu mengeluarkan setangkai bunga dari belakang punggungnya. Itu adalah bunga liar berwarna ungu dan merah, meskipun begitu mereka sangat cantik dan indah. Bunga-bunga itu mungkin tidak di jual, karena tidak ada toko bunga di desa, kemungkinan besar Murray memetiknya sendiri. Ini membuatnya semakin terlihat berharga, dia romantis.

SEMIDIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang