3-A

99 4 0
                                    

Ivy menatap ke satu arah yang menghadap ke lapangan sekolah di mana ada banyak orang berkumpul. Mereka terlihat panik, takut dan khawatir, seolah mereka trauma pada kejadian 6 bulan lalu. Ya, kejadian 6 bulan lalu tentu menyisakan banyak duka bagi penghuni sekolah, termasuk Ivy.

"Mungkin semua orang trauma karena peristiwa kebakaran 6 bulan lalu." Gumam Ivy.

Ivy mengalihkan pandangannya, ia menatap gerbang belakang sekolah yang sedikit terbuka. Ia berjalan ke sana dengan langkah cepat. Meninggalkan sekolah yang saat itu sedang kacau.

Saat ia berada di luar gerbang, ia sudah ada di tepi jalan. Ia melihat ke kiri dan kanannya, kalan ke arah kiri adalah jalan menuju rumahnya. Ivy menatap jalan yang menuju rumahnya itu, ia menatapnya untuk beberapa detik.

"Aku ingin pulang, tapi aku tidak mau bertemu dengan pria sinting itu." Gumam Ivy.

Ivy menarik nafas panjang, lalu ia berjalan ke ajakan yang berbeda. Saat itu Ivy tidak tahu harus kemana, ia hanya pergi tanpa arah dan tujuan yang jelas. Tanpa Ivy sadari, Brayen masih berdiri di lantai dua gedung sekolah, menatap Ivy dengan tatapan yang sulit di mengerti.  Setelah Ivy sudah tak terlihat, pria baru pergi.

30 menit menit, Ivy berjalan tanpa arah, akhirnya ia memiliki tujuan. Ivy memutuskan untuk pergi ke-perpustakaan tua yang cukup sering ia kunjungi. Selama 6 bulan belakangan ini, Ivy cukup sering pergi kesana untuk melepas kejenuhan atau merasa bosan. Ivy tak menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebayanya, karena ia tidak memiliki satupun teman semenjak kejadian tragis 6 bulan lalu, jadi ia memutuskan untuk menghabiskan waktu lebih banyak di perpustakaan kota.

Ivy pergi ke sana hanya dengan berjalan kaki, hal itu karena uang jajan Ivy tak cukup untuk naik taksi ataupun bus, itu hanya cukup untuk membeli makanan. Perjalanan itu cukup melelahkan karena Ivy harus berjalan cukup jauh ke pusat kota, tapi ia nampak menikmatinya. Menurut Ivy, itu lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu di rumah maupun di sekolah.

Setelah berjalan selama 20 menit, akhirnya Ivy sampai di perpustakaan tua di tengah kota. Saat itu Ivy berdiri di sebrang jangan, menatap gedung perpustakaan itu. Bangunan itu terlihat sangat kuno, dengan gaya Eropa klasik. Bangunan di sekitarnya, jalanan dan tiang lampu berusia sama tuanya dengan bangunan perpustakaan itu. Bangunan itu di bangun sekitar abad ke 19, membuat siapa saja yang melihatnya seolah bisa melintasi waktu, atau merasakan sensasi tersendiri saat melihatnya.

Ivy melihat ke-sisi kiri dan kanannya, untuk memastikan jalanan itu sepi. Setelah mematikan jalanan aman, Ivy segera menyebrang, dan masuk ke perpustakaan itu. Saat Ivy masuk, Ivy langsung melihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di kursi penjaga perpustakaan. Wanita paruh baya itu bernama Dizel.

Dizel tersenyum kearah Ivy saat menyadari kehadiran Ivy lalu berkata "Halo Ivy." 

Sosoknya terlihat sangat marah, dan sangat mempesona meskipun dia tak lagi muda. Itu membuat siapa saja akan merasa nyaman dan tenang saat dekat dengannya, termasuk Ivy. Ivy sendiri sudah lama mengenal Dizel, namun mereka mulai sangat dekat sejak 6 bulan terakhir.

Saat Ivy melihat kehadirannya, ia merasa agak terkejut, namun setelahnya ia tersenyum dengan ramah. Meskipun Dizel tidak melihat senyum Ivy karena tertutup masker, namun ia bisa melihat sudut mata Ivy  berkerut seolah ikut tersenyum padanya.

"kenapa kau datang lebih cepat dari biasanya ?" Tanya Dizel lalu menatap Ivy dengan curiga.

Itu membuat Ivy terdiam, Dizel turus menatapnya dengan curiga namun Ivy tak kunjung memberikan jawaban, hingga Dizel kembali bertanya "Kau, tidak bolos sekolah kan ?"

"A, tidak. Aku tidak bolos kok." Jawab Ivy pada akhirnya.

Setelah mendekatkan jawaban itu, Dizel tersenyum, lalu berkata "Syukurlah. Maaf aku bersikap tidak sopan, habisnya jika kau bolos sekolah ke sini, dan para petugas tahu, aku akan mendapat masalah nantinya dan kau juga akan terkena masalah. "

SEMIDIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang