3-B

90 6 0
                                    

Ivy membaca lembar demi lembar di buku itu, hingga ia mulai merasa bosan. Ivy mulai membuka lembar demi lembar di buku itu, mencari hal yang lebih menarik dari buku itu. Ivy berhenti membuka lembaran buku itu saat ia menemukan gambar yang unik dari buku itu. Itu adalah satu-satunya gambar yang baru Ivy temukan di buku itu. Itu adalah gambar tangan yang seolah membuat satu buku melayang. Tepat di bawalah gambar itu ada penjelasan mengenai arti dari gambar itu, Ivy pun membacanya.

"Jika kau ingin mengambil suatu benda, kau bisa menggunakan mantra sihir sederhana ini." Itu yang tertulis di buku itu.

Dalam hati Ivy berkata "ini terdengar konyol, tapi apa salahnya mencoba."

Ivy yang merasa penasaran memutuskan untuk mencobanya. Iya mulai membaca panduan cara sihir itu. Di sana tertulis, jika ia harus mengucapkan mantra "αιωρούμενο γυαλί." sambil menatap barang yang ingin ia ambil.

Mantra itu mungkin terdengar aneh, itu adalah tulisan tegak bersambung dalam bahasa Inggris kuno. Namun banyak mantra memiliki tulisan yang mirip bahasa Yunani. Sebenarnya, Ivy belum pernah mengenal bahasa itu sebelumnya, Bahakan dia tidak pernah mendengarnya, tapi entah bagaimana Ivy bisa melafalkannya dan mengetahui arti dari kalimat itu sedikit.

Awalnya Ivy kesulitan melafalkan, hal itu karena bahasa dari buku itu sangat berbeda dengan bahasa ibunya, namun ia berusaha keras agar pengucapannya benar. Setelah di rasa kalimatnya sudah benar, Ivy pun akhirnya memutuskan untuk mencobanya secara langsung.

Ivy menatap fokus ke satu buku, ia mulai membaca mantan sambil menggerakkan tangannya di udara seorang ingin meraih buku itu. Tapi itu gagal.

Ivy mencoba lagi, ia kembali fokus menatap ke satu satu buku bewarna coklat yang ada di tak buku, tepat di depannya. Mungkin jaraknya dengan buku itu hanya 80 cm. Ivy mulai membaca mantra, lalu tiba-tiba "BUUK!" Buku itu terjatuh ke lantai.

Hal itu membuat Ivy sangat terkejut hingga tak bisa berkata-kata. Ia terdiam cukup lama dengan mulut terbuka, dan menatap buku coklat itu di lantai. Ivy kembali tersadar setelah beberapa menit, lalu Ivy menatap telapak tangannya yang sedikit gemetar.

"Mu, mustahil. Apa ini kebetulan ? Aku harus mencobanya lagi !" Ucap Ivy.

Ivy pun menatap buku lainnya sambil mengucapkan mantra, dan buku itu kembali jatuh. Hal itu membuat Ivy merasa sangat senang. Itu terasa luar biasa. Ia merasa begitu senang, hingga ia tidak bisa menggambarkan perasannya dengan kata-kata. Tapi yang jelas, Ivy seakan menemukan gairah hidupnya kembali, dan ia begitu bersemangat.

"Ini, luar biasa !" Gumam Ivy, lalu ia tersenyum cerah.

Ivy pun menatap ke sekelilingnya, setelah memastikan tidak ada satupun orang dan juga CCTV, Ivy segera memasukan buku itu ke dalam bajunya. Karena baju kaosnya Ivy cukup besar, itu membuat Ivy mudah menyembunyikan buku itu. Setelah itu, Ivy berjalan ke arah pintu perpustakaan, berniat untuk pergi.
Saat Ivy sampai di meja pengawas, ia melihat Dizel tidak ada di sana. Itu membuat Ivy bernapas lega, Ivy pun segera mengambil barangnya di dalam loker lalu berjalan keluar dari gedung perpustakaan tua itu.

Saat Ivy keluar, ia berpapasan dengan 3 orang pemuda berpakaian serba hitam sedang memasuki gedung perpustakaan. Ivy melirik salah satu dari mereka yang memiliki rambut mirip dengan Brayen, namun dia terlihat lebih dewasa dan tubuhnya agak kecil. Sosok itu sekilas melirik ke arah Ivy, namun ia dengan cepat mengalihkan pandangannya lalu masuk ke dalam perpustakaan. Dan Ivy segera melanjutkan perjalanannya.

***

Esokan harinya, Brayen berjalan dengan cepat di kolidor sekolah. Beberapa siswa menyapanya dengan ramah, Brayen membalas samaan mereka dengan ramah namun itu sangat singkat.  Dia terlihat sangat buru-buru ke suatu tempat, sambil melihat ke sisi kiri dan ke kanannya seolah mencari sesuatu.

Saat ia melihat Natali bersama dengan kedua sahabatnya, yaitu Margaret dan Sementa. Brayen mendekatinya, Natali menyadarinya, ia hendak menyapa kekasihnya dengan ramah dan manis, namun sebelum kalimat itu keluar dari mulutnya, Brayen menarik tangannya, membuat Natali terpaksa mengikuti langkah Brayen.

Beberapa detik kemudian, mereka sampai di taman belakang sekolah yang saat itu sangat sepi. Brayen menatapnya dengan tajam, dan aura nya seolah mengintimidasi Natali, membuat Natali agak takut.

"A... Sayang, kenapa kita ke sini ?" Tanya Natali.

Tapi bukannya menjawab ucapan Natali, Brayen malah berkata "Apa yang kau lakukan pada Ivy kemarin !"

Pertanyaan itu membuat Natali kaget, namun ia tetap menjawab pertanyaan Brayen, meskipun ia agak terbata-bata saat menjawabnya. "Aku, aku tidak melakukan apa-apa padanya. Sayang percayalah."

"Bagaimana bisa aku percaya, sementara kau selalu saja berbohong padaku !" Ucap Brayen kesal.

"Baik, baiklah. Aku hanya sedikit menggertak nya, agar dia menjauh darimu. Hanya itu." Jelas Natali yang ta.paknya belum.membuat Brayen puas.

"Menggertak seperti apa yang kau maksut ?! Membuat kepalanya terluka dan mengotori bajunya ? Coba kau ada di posisinya, apa kau akan tahan dengan ini semua ?" Ucap Brayen kesal.

"jangan berbicara omong kosong. Aku tidak akan pernah menjadi seperti dia. Dan... Apa gadis buruk rupa itu mengadu padamu ?" Tanya Natali.

"Hah ya-ampun Natali ! Dia tidak mengatakan apapun padaku, tapi aku punya mata ! Aku melihat keadaannya kemarin. Bagiku itu sudah cukup menggambarkan, apa yang telah kau lakukan padanya ! "

Natali mulai merasa kesal, dia cemburu dengan Ivy yang selalu saja mendapat perhatian dari Brayen, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan saat ini Brayen terus saja membela Ivy, padahal dengan dia membela Ivy, maka makin Natali mem-bullynya.  Semua itu karena Natali cemburu, dia sangat pencemburu.

"Kenapa kau terus membelanya ! Aku ini pacarmu, bukan dia !" Ucap Natali ketus.

"Aku tidak membelanya, aku hanya tidak suka kamu mengganggunya. Bukannya aku sudah bilang berkali-kali, jangan ganggu Ivy !"

"Aku tidak akan mengganggunya, jika dia tidak mendekatimu !" Ucap Natali dengan meninggikan suaranya.

Brayen yang mendengar hal itu terdiam sesaat, lalu ia berkata "apa kau gila !"

"Ya, aku gila karna mu ! Kau yang buat aku seperti ini !" Ucap Natali lagi.

Mendengar ucapan Natali barusan, Brayen menghela nafas, lalu berkata "Natali, aku benar-benar tidak tahan dengan sikapmu. Sebaiknya kita putus saja !"

Natali yang mendengar hal itu dengan cepat meraih tangan Brayen, lalu berkata "Tidak, aku tidak mau kehilangan mu."

"Aku tidak mau putus ! Brayen, aku mohon. Aku sangat mencintaimu !" Rengek Natali.

Dari nada suaranya, Natali seakan ingin menangis, matanya juga memerah, namun air mata itu nampaknya tudak membuat Brayen luluh. Brayen masih terdiam tanpa sepatah kata, depresinya juga datar.

"Aku, aku berjanji tidak akan lagi mengganggu Ivy, aku berjanji. Tapi kita jangan putus ya. Ya..." Ucap Natali.

"Aku tidak yakin bisa memaafkan mu atau tidak. Kau tahu, ini bukan lagi pertama kau berjanji padaku tidak akan menyakiti Ivy , tapi kau selalu mengingkari janjimu." Ucap Brayen lemah.

"Tidak, kali ini. Kali ini aku bersungguh-sungguh. Beri aku kesempatan !" Ucap Natali.

Brayen mendesah kasar, lalu ia berkata "baiklah, ini kesempatan terakhirmu."

Mendengar hal itu, Natali dengan cepat memeluk Brayen. Pelukan itu sangat erat, seakan Natali takningin kehilangan Brayen. Dia menganggap Brayen sangat berharga, seperti dirinya sendiri, tapi sayangnya Brayen tampak tidak membalas pelukan itu. Wajahnya juga datar, sama seperti sebelumnya. Pria muda itu seperti boneka.

***

Hai pembaca, mohon maaf jika terdapat kesalahan pengetikan dalam penulisan novel ini. Jangan lupa komentar atau kritik yang membangun agar kedepannya saya bisa lebih baik lagi. Jangan lupa juga like dan follow ya.

SEMIDIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang