"HAAAAAAAMMM...!" Teriak seorang gadis.
Gadis itu terbaring di atas kasur dengan kedua tangan dan kaki terikat dengan kuat di ujung tiang tempat tidur. Mulutnya di sumpah oleh tisu yang cukup tebal, sehingga dia hanya bergumam tidak jelas, dan sesekali berteriak namun suara teriakannya tidak tudak begitu jelas. Merintih, menahan rasa sakit yang tidak tertahankan.
Seorang pria paruh baya mendekat ke arah gadis itu sambil mengasah pisau kecil yang sangat tajam. Dia mengasah pisau itu di baju hitam yang sangat halus, suara asahan-nya terdengar sangat jelas. Saat dia berada di sambung gadis itu, tanpa ragu dia mengiris wajah sang gadis yang saat itu sudah berlumuran darah. Dia mengirisnya dengan sangat pelan dan hati-hati, itu terasa begitu menyakitkan-sangat menyakitkan.
Gadis itu mencoba memberontak. Dia ingin terlepas dari penyiksaan itu, namun kedua tangan dan kakinya terikat dengan kuat, membuatnya tidak bisa bergerak. Karena gadis itu terus memberontak, pria itu pun menghentikan pekerjaannya, dia menatap gadis itu dengan tatapan lesu.
"Sudah aku katakan Ivy , prosesnya sangat menyakitkan." Ucap pria itu.
Ya, gadis muda itu tidak lain adalah Ivy. Saat itu mereka sedang melakukan operasi untuk mengembalikan kulit wajah Ivy ke bentuk semula. Namun proses itu begitu menyiksa, membuat Ivy merasa tidak tahan.
Ivy berusaha mengatakan sesuatu, namun karena mulutnya di bekap, dia tidak bisa bicara dengan benar. Pria itu pun membuka penyumbat di mulut gadis itu, dan gadis itu berkata "Ah... apa, kau... T-idak bisa menggunakan obat bius ?" Ucap gadis putus-putus, dan suaranya sudah sangat lemah.
"Meskipun kau menggunakannya, itu tidak akan berefek apapun. Ini adalah praktek sihir terlarang. Mana mungkin ini bisa di atasi dengan obat-obatan manusia normal. Ini adalah ritual sihir !" Jelas pria yang tidak lain adalah Cagatay.
Setelah mengatakan hal itu, Cagatay kembali mengumpat mulut Ivy. Dia kembali melakukan pekerjaannya, yang terbilang sangat sadis.
Setengah jam kemudian, saat dia selesai mengiris wajah Ivy. Pria itu langsung membersihkan darah yang terus keluar dari sana, saat itu Ivy hampir kehilangan kesadarannya. Dia begitu lemah, sangat pucat dan tubuhnya juga penuh dengan keringat. Ivy pikir itu sudah selesai, namun dia sangat kaget saat cairan aneh menyentuh daging pipinya.
Cairan itu bewarna hijau tua, sangat bau, kental dan nampak menjijikan. Itu terasa sangat perih saat terkena dagingnya, seakan lukanya di siram oleh air jeruk nipis. Sangat perih dan ngilu hingga menembus tulang kakinya. Ivy ingin berteriak sekencang mungkin, atau memukul sesuatu untuk melampiaskan rasa sakitnya, namun mulutnya tersumpal kain dan tubuhnya terikat. Dia tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya diam.
Itu bukan akhir dari segalanya, itu baru awal karena Ivy memiliki bekas luka di perutnya serta kakinya. Itu akan menjadi hari yang sangat panjang untuk Ivy dan Cagatay.
***
Sekelompok orang memakai baju serba hitam sedang mengelilingi suatu malam. Seorang wanita hamil berdiri di bagian paling depan, membawa sebuket bunga lili bewarna putih. Wanita itu menangis tersedu-sedu, merpati batu nisan bernama Elsie Cotton. Wanita hamil itu tidak mengatakan apapun, dia hanya menangis sesenggukan. Dia tidak lain adalah Linda, ibu dari Ivy.
Disana juga terlihat Elena, Natali, Margaret, Sementa, Leo, Brayen dan kedua sahabatnya. Beberapa guru serta murit lainnya, Jini dan Rouni juga datang pemakaman itu.
Sebagain besar dari mereka nampak bersedih, namun sebagain lainnya nampak menyembunyikan kesenangan di balik topeng mereka. Natali adalah salah satu dari mereka, dia sangat senang saat melihat jasat mantan sahabatnya itu di kebumikan. Karena dengan meninggalnya Ivy, maka dia tidak lagi merasa terancam akibat pembunuhan di masa lalu.
Natali tersenyum samar saat pendeta mulai membacakan doa, namun tanpa sengaja dia menatap ke bukit yang berada cukup jauh dari kelompok mereka. Dia melihat dua orang berdiri di sana, salah satu darinya adalah pria dengan penampilan kuno dan satunya seorang perempuan dengan gaun putih. Natali tidak bisa melihat siapa mereka karena keduanya memakai topi dan kaca mata hitam, selain itu jarak mereka terlalu jauh. Tapi anehnya, Natali merasa hal aneh, dia merasa perempuan itu sedang mengawasinya.
Brayen yang berdiri didepan Natali menatapnya tajam. Pria itu nampak sangat membencinya, hingga tanpa sadar Brayen menggerakkan tangannya kuat. Serge memperhatikannya, dia agak bingung kenapa Brayen seperti itu pada pacarnya, namun dia tidak banyak bicara. Dia menyimpan rasa penasarannya.
Jauh di atas bukit, seorang pria bertopi menyentuh bahu gadis bergaun putih. Gadis bergaun putih itu menoleh kearahnya, lalu pria bertopi itu memberikan kalung dengan liontin berbentuk kunci bewarna hitam dengan permata merah di tengahnya.
"Ini apa ?" Tanya gadis bergaun putih itu penasaran.
"Itu untukmu. Dimasa depan, kau akan mendapatkan banyak pertanyaan dan kau akan menemukannya dengan kunci itu, Ivy." Ucap pria yang tudak lain adalah Cagatay.
Perkataan pria itu membuat Ivy bingung dan dia mulai bertanya-tanya kenapa ? Pada dasarnya, Ivy memang sudah punya banyak pertanyaan di aneh otaknya, namun dia tidak menemukan satupun jawaban dari pertanyaannya. Jika Cagatay, si penjelajah waktu itu membicarakan masa depannya yang penuh dengan pertanyaan, maka itu berarti Ivy memiliki lebih banyak pertanyaan yang membingungkan di masa depan. Tapi terlepas dari kebingungan itu, Ivy akhirnya menerima pemberian Cagatay. Ivy tanpa ragu memakai kalung itu. Agar kalung itu tidak menghilang.
"Sebenarnya, siapa yang mereka kubur itu ?" Tanya Ivy.
"Itu adalah gadis yang mirip denganmu." Ucap Cagatay.
"Gadis, yang mirip denganku ?" Tanya Ivy kaget.
"Ya, kau kan sudah berjanji untuk masuk sekolah sihir. Jadi kau harus memutuskan hubunganmu dengan dunia luar untuk berjaga-jaga."
Ucapan Cagatay itu membuat Ivy terdiam. Dia mengingat perjanjian yang dia buat dengan Cagatay beberapa hari yang lalu. Perjanjian itu terjadi saat Ivy meminta Cagatay mengembalikan wajah aslinya ke bentuk semula, Cagatay mau melakukannya namun sebagi imbalan, Cagatay ingin Ivy bersekolah di sekolah sihir di Arkais atau yang sering di sebut Vanaheim. Arkais sendiri adalah dunia bawah tanah yang di lingkari oleh sihir, tempat dimana bangsa selain manusia normal tinggal.
Ivy belum tahu tentang hal itu, dia baru mengetahui soal itu dari Cagatay. Dan sebelum kesana, Ivy berniat mencari tahu lebih banyak soal dunia bawah tanah itu terlebih dahulu.
"Ya, aku tahu. Tapi tunggu aku menyelesaikan semua masalahku terlebih dahulu." Ivy menghentikan kalimatnya, menatap Cagatay serius lalu kembali berkata "Beri waktu aku 3 bulan."
Cagatay mendesah, lalu berkata "Kau sudah terlambat untuk memulai sekolah di tahun pertama. Dan kau masih ingin meminta tambahan waktu ?"
"Hanya tiga bulan." Ucap Ivy tegas.
"Tidak, 3 hari. Hanya tiga hari." Ucap Cagatay lebih tegas
Mendengar hal itu Ivy terdiam. Ia menatap Cagatay tajam, berpikir itu bisa mengubah keputusan Cagatay. Cagatay juga menatap Ivy tanpa berkedip, dia juga tak mau mengalah, setelah beberapa detik akhirnya Ivy mengalah.
"Baiklah, hanya tiga hari." Ucap Ivy.
Cagatay pun mengeluarkan sepucuk kertas pada Ivy, Ivy mengambilnya lalu bertanya "Apa ini ?"
"Setelah urusanmu selesai, datanglah kesana, dia akan menuntun-mu." Ucap Cagatay.
Ivy kemudian membuka kertas itu. Ternyata itu adalah alamat toko roti yang cukup terkenal di Landen. Saat Ivy hendak bertanya kembali pada Cagatay, Cagatay sudah merjalan menjauh darinya. Tapi anehnya perlahan tapi pasti tubuh Cagatay menghilang, dan saat dia melewati sebuah pohon Cagatay benar-benar sudah menghilang di balik pohon itu.
Saat itu Ivy hanya menatap kepergiannya dengan tatapan layu. Dia tidak lagi terkejut saat melihat kepergian Cagatay. Dia sudah pernah melihatnya beberapa kali. Hanya saja, entah kenapa dia merasa begitu sedih setiap kali Cagatay meninggalkannya.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/315068304-288-k406565.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMIDIO
Historical FictionIVY DIRUNDUNG DI SEKOLAHNYA KARNA DITUDUH SEBAGAI PENYEBAB KEMATIAN JESSICA, MESKIPUN HAKIM SUDAH MENYATAKAN IVY TIDAK BERSALAH NAMUN SEMUA TEMANNYA MASIH MENGGANGGUNYA. HINGGA SUATU HARI, SEKELOMPOK PEMUDA YANG KERAP MENGGANGGU IVY MENGHILANG SECAR...