21-B-2

35 1 0
                                    

Seorang gadis muda berseragam sekolah penyihir Semidio berjalan mendekati seorang pria berjubah hitam dengan sulaman daun zaitun di ujung bawah jubahnya. Pria itu menyadari kehadirannya, dia menatap gadis muda itu dengan tatapan menyelidik.

"Maaf tuan, ada keperluan apa ya pasukan khusus tuan Churchill Babington di sini ?" Tanya gadis itu.

Ya, Churchill Babington memiliki pasukan khusus. Tidak banyak yang tahu apa pekerjaan mereka, tapi mereka terlihat begitu jelas karena memiliki seragam khusus yang khas. Mereka mudah sekali di kenali dengan hal itu.

"kami sedang mencari seorang gadis bernama Elsie Ulusoy. Apa kau mengenalinya ?" Tanya pria itu, masih dengan nada sopan.

"Ya, dia baru saja membuat kegaduhan di sini. Dan membuat beberapa siswa terluka !" Ucap gadis muda itu.

"Ikutlah dengan ku, ada banyak hal yang ingin kami tanyakan soal gadis itu." Ucap pria itu.

Tanpa menunggu jawaban dari gadis muda itu, pria berseragam itu melaju pergi. Gadis muda itu tidak memiliki pilihan lain untuk mengikutinya.

Masih di waktu yang sama, di sekolah penyihir Semidio namun di tempat yang berbeda.  Elsie Cotton sedang duduk di bangku yang berada di lorong. Dia duduk di sana sendirian, sambil menatap orang dengan jubah hitam yang terus berlalu lalang di hadapannya. Mereka nampak sibuk akan sesuatu, membuat Elsie Cotton penasaran.

Elsie Cotton sendiri sudah mendengar apa tujuan mereka datang kemari. Mereka ingin mencari Ivy, hanya saja mereka tidak menjelaskan kenapa mereka mencari Ivy. Mereka semua nampak bungkam tentang hal itu, mereka juga bersikap acuh tak acuh padanya, padahal dulu mereka nampak segan saat melihatnya.

"Kenapa ada banyak orang yang mencari Ivy. Apa dia sudah membuat masalah besar ?" Tanya Elsie Cotton pada dirinya sendiri.

Elsie Cotton terdiam sejenak. Dia mengingat kembali kejadian yang terjadi beberapa jam yang lalu. Ivy membuat ruangan ramuan sangat kacau, membuat beberapa murit terluka dan menghilang tanpa jejak. Itu jelas membuat sebagain orang marah, terlebih para siswa yang dia lukai adalah anak orang-orang berpengaruh. Mereka anak bangsawan !

"Ya... Mengingat apa yang dia lakukan tadi di ruangan ramuan, jelas dia dalam masalah." Gumam Elsie Cotton yakin.

Pandangan Elsie Cotton teralihkan saat dia mendengar suara yang akrap di telinganya. Ternyata ada Alan Ulusoy sedang berbicara dengan salah satu guru. Dia nampak serius.

"A... Itu kan kakek. Kenapa kakek ada di sini ? Apa dia mencari-ku ? " Gumam Elsie Cotton.

"Ya, dia pasti sudah mendengar berita jika ada siswa yang mengamuk, lalu datang kesini untuk melihat keadaanku kan ?" Lanjut Elsie Cotton yakin. Memikirkan hal itu, Elsie Cotton merasa bahagia.

"Kakek !" Panggil Elsie Cotton sambil melambaikan tangan.

Saat Alan Ulusoy menoleh, senyum Elsie merekah. Namun senyumnya memudar tak kala Alan Ulusoy mengalihkan pandangannya kembali ke arah guru itu. Elisa sedikit kecewa, namun dia tak ambil hati sikap sang kakek. Elsie Cotton pun berjalan mendekat, saat dia berada di samping Alan Ulusoy, Elsie menggandeng tangannya. Itu membuat pembicaraan Alan Ulusoy dan guru di hadapannya terhenti.

Saat Alan Ulusoy menatap ke arah Elsie Cotton, gadis muda itu pun berkata "Kakak datang kemari untuk melihat keadaan-ku ya ?"

Tapi bukannya menjawab, Alan Ulusoy malah mendorong Elsie Cotton kasar. Itu membuat gadis itu tersungkur, Murray yang tanpa sedari tadi memperhatikan Elsie Cotton pun segera membantu gadis itu untuk berdiri.

Elsie Cotton menatap Alan Ulusoy dengan terkejut. Ini kali pertama sang kakek bersikap kasar padanya, pasalnya selama ini pria itu selalu bersikap baik padanya. Dia memanjakannya selayaknya seorang putri.l selama ini.

Murray, serta semua orang yang ada di sekitar mereka juga tak kalah terkejut. Sejenak suasana di tempat itu menjadi hening, dan sedikit tegang.

"Menjauh dariku. Aku bukan kakek mu !" Ucap Alan Ulusoy sinis.

Ucapan itu membuat Elsie Cotton serta Murray begitu kaget saat mendengarnya. Bahkan Elsie gemetar di buatnya, kakinya juga menjadi lemas dan dingin. Beruntung Murray ada di sampingnya. Menahan tubuh mungil Elsie Cotton.

"A... Apa maksut ucapan kakek ?!" Tanya Elsie Cotton bingung, dan dengan suara yang gemetar.

"Bukankah Ucapan-ku sudah jelas. Kau bukan cucuku ! Kau juga bukan putri dari anakku. Kau hanya seorang penipu, sama halnya dengan ibumu yang murahan !" Ucap Alan Ulusoy.

Pria itu mengatakannya dengan tegas. Dia tidak lagi menatap Elsie Cotton, dia benar-benar mengabaikannya sekarang. Sebenarnya Alan Ulusoy tak ingin bersikap demikian, tapi dia sangat marah dan kecewa kepada ibu dan anak itu karena sudah berpura-pura menjadi menantu dan cucunya. Jelas dia dongkol.

Salah seorang pria berjubah hitam berlari mendekati Alan Ulusoy dengan terburu-buru. Saat dia berada di depan Alan Ulusoy, pria itu berkata "Tuan, kami sudah mencari tahu. Cucu anda bernama Elsie Ulusoy."

Suara itu seperti angin segar bagi Alan Ulusoy. Pria itu tersenyum merekah, tidak lagi muram seperti saat menatap Elsie Cotton. Tapi kalimat itu tidak terdengar baik untuk Elsie Cotton. Ini bagaikan petir di siang bolong untuknya.

"A... Apa yang baru saja ku dengar, cu~cucu kakek adalah Ivy ?!" Ucap Elsie Cotton dengan suara gemetar.

"Dimana dia sekarang, aku ingin melihatnya ?!" Ucap Alan Ulusoy semangat pada pria berjubah hitam di hadapannya.

"Maaf tuan, dia menghilang secara misterius dari kelas. Dia adalah tersangka utama dari kekacauan hari ini di kelas ramuan obat.

"Ceritakan dengan detail tentang kejadian itu !" Ucap Alan Ulusoy lalu berlalu pergi, meninggalkan Elsie Cotton yang masih syok dengan apa yang terjadi.

Pada waktu yang sama, namun ditempat yang berbeda. Negri Semidio hari ini terasa begitu mencekam, aura gelap dan mencekam dari seorang gadis muda membuat orang-orang memilih untuk mengurung diri di rumah.

Gadis itu tudak lain adalah Ivy. Dia berdiri di tegap didalam lingkaran biru yang menyelimutinya, bersama seorang pria yang tengah sekarat. Pria itu mencoba merangkak menjahui gadis itu dengan wajah yang penuh dengan air mata bercampur dengan darah.

Suara seretan membuat Ivy mengalihkan pandangannya. Dia menatap pria malang yang telah ia siksa habis-habisan. Ivy tidak begitu peduli dengan hukuman yang akan menerimanya. Bagi Ivy, dengan Brayen melupakannya, itu bagai mencabut jantungnya dari tubuhnya. Begitu sakit rasanya, terlebih melihat pria yang dicintainya bersama dengan wanita lain.

"Kau tahu, kau itu sangat menyedihkan. Sangat lemah !" Ucap Ivy.

"Aku mohon, ampuni aku. Aku hanya menjalankan perintah." Ucap Taki lirih.

Ya, pria itu adalah Taki. Telah menganiaya pria itu karena dialah yang sudah memberikan ramuan pelupa pada Brayen. Ivy menyalahkan pria itu.

"Siapa ? Siapa yang memberikannya ?" Ucap Ivy.

Taki terdiam. Itu membuat Ivy marah. Karena terlalu marah, Ivy dengan kasar menarik rambut Taki, lalu mengajak punggungnya.

"KATAKAN SIAPA !" teriak Ivy tepat di telinga Taki. Itu membuat telinga pria itu sakit.

"Aku." Ucap seseorang yang membuat Ivy menoleh kearahnya.

Mata Ivy terbuka lebar saat melihat seorang pria berdiri tidak jauh darinya. Pria misterius yang tiba-tiba saja muncul di kehidupannya, membawa begitu banyak pertanyaan yang masih belum terjawab hingga saat ini. Pria itu tidak lain adalah Cagatay Cotton Ulusoy.

"Aku yang memintanya."  Ucap Cagatay Cotton Ulusoy.

"Ba, bagaimana dia bisa masuk kesini ?" Gumam Ivy.

Ya, Ivy sedikit heran, karena Cagatay Cotton Ulusoy bisa masuk ke lingkaran biru itu. Padahal seingat Ivy, lingkaran itu tidak akan bisa di tembus siapapun atau di hancurkan. Hanya seseorang yang memiliki kekuatan yang lebih besar darinya yang dapat menghancurkannya. Tapi anehnya, pria itu tidak menghancurkannya, dia malah masuk didalamnya tanpa Ivy sadari. Padahal yang Ivy ingat, hanya ada dia dan Taki didalam lingkaran ini.

Saat Ivy akan mengatakan sesuatu, Cagatay Cotton Ulusoy dengan tiba-tiba aja berdiri di hadapannya. Ia menyentuh kening Ivy dengan jari telunjuknya dengan cepat, bahkan Ivy tak bisa melihat pergerakan pria itu. Dia membaca mantra, lalu semua menjadi gelap.

SEMIDIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang