Ivy menatap ke arah lemari. Menatap baju seragam sekolahnya yang tergantung dengan rapi di lemari. Namun Ivy nampak bingung karena ia tak menemukan satu baju seragam.
"dimana ya baju seragam ku. Seingatnya, aku punya tiga baju seragam ini, tapi, kenapa cuma dua ? Apa lagi di cuci ?" Gerutu Ivy.
"Aku harus menanyakannya nanti ke-mama." Lanjut Ivy.
Ivy pun mengambil baju seragamnya, lalu segera memakainya. Tidak lupa ia memasukkan baju ganti, berupa kaos dan rok. Itu untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Natali mengerjainya lagi.
Setelah selesai berpakaian, Ivy menatap ke-arah jendela. Tatapannya terlihat fokus ke satu benda yang ada di halaman belakang, yaitu dedaunan kering. Tangannya bergerak-gerak dan ia terus berbicara aneh. Dan tiba-tiba dedaunan itu melayang di udara dan angin terus berdatangan membentuk tornado, namun itu jauh lebih kecil.
Ivy yang melihat hal itu merasa sangat senang. Ia bahagia, namun kesenangan Ivy hilang saat alarmnya berbunyi. Itu adalah tanda jika ia harus pergi ke sekolah.
Ivy menghentikan mantra sihirnya. Ia menatap telapak tangannya, lalu berkata "tidak sia-sia aku bolos sekolah selama beberapa hari untuk membela jari buku sihir ini. Sekarang, aku bisa mengendalikannya lebih baik."
Setelah itu, Ivy bergegas mengambil tasnya, memasang headset serta masker agar menutupi bekas lukanya. Saat Ivy hendak pergi dari kamar ya, ia menghentikan langkahnya, ia berbalik untuk melihat buku tua bewarna bawah. Itu adalah buku yang ia curi dari perpustakaan
Beberapa hari yang lalu. Ia segera mengambilnya, memasukkannya ke dalam tas, lalu pergi.Ivy menuruni anak tangga dengan cepat, langkah Ivy kembali terhenti saat sampai di anak tangga terakhir. Ia mendengar suara berisik dari dapur, saat ia melihat ke dapur Ivy melihat ibunya sedang sibuk memasak kue di dapur, padahal ia sedang hamil tua. Dia tidak memasak kue untu untuk Ivy, melainkan untuk merayakan ulang tahun suaminya. Itu membuat Ivy merasa sakit hati, keran ibunya melupakan ulang tahun Ivy.
"Sebulan yang lalu, aku baru saja ulangtahun yang ke 17 tahun, tapi dia melupakan hari ulang tahunku dan ingat ulang tahun pria bejat itu." Keluh Ivy sambil menatap sang ibu dengan kekecewaan.
Ivy segera berjalan ke arah pintu, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Rouni. Pria itu hendak menyapa Ivy sambil berjalan mendekatinya, namun Ivy menggunakan mantra sihir yang membuat pria itu tersandung. Ivy tidak menolongnya, melainkan terus berjalan ke arah pintu. Saat Linda menyadari suaminya terjatuh, ia melupakan pekerjannya di dapur untuk membantu suaminya itu.
Setelah keluar dari rumah, Ivy berjalan seperti biasa ke sekolah. Tapi kali ini ia terlihat sangat bersemangat, ia begitu senang menjalani harinya dengan kemampuan barunya kali ini.
***
Setengah jam kemudian, Ivy sampai di sekolah.
Ivy berjalan memasuki kelasnya dengan santai, namun saat ia hendak berjalan ke bangkunya seseorang dengan sengaja memajukan kakinya saat Ivy berjalan agar Ivy tersandung. Itu membuatnya hampir saja jatuh, saat Ivy menatap sosok yang mengerjainya, ia merasa sangat kesal saat melihat seorang pria berdiri tepat di belakangnya. Pria itu adalah Robin, dia adalah teman dekat Brayen. Namun mereka beda kelas.
"Sayang sekali gak jatuh !" Ucap Robin lalu ia tertawa sinis sambil menatap Ivy.
Ivy hanya diam, menatapnya dengan sinis lalu segera pergi ke bangkunya. Namun saat ia berbalik, Ivy mengucapkan mantra sihir, nyaris seperti bisikan dan jari telunjuk sebelah kanannya sedikit bergerak. Dan tanpa Robin sadari, resleting selanya turun. Membuat celana dalamnya terlihat.
Robin hanya terdiam saat melihat Ivy yang diam tak membalas perilakunya. Padahal dulu Ivy akan marah saat ia mengerjainya, itu membuat Robin merasa agak bosan, lalu berjalan keluar dari kelas.
"Seru juga." Batin Ivy, lalu ia tersenyum jahat.
Ivy pun duduk di kursinya dengan santai. Sembari menunggu guru masuk, Ivy asik bermain dengan HP-nya. Namun tiba-tiba "BYAARR !"
Segelas jus jeruk tumpah tepat di meja Ivy, dan itu mengenai baju seragam Ivy. Ivy reflek berdiri, menatap sekilas baju seragamnya yang basah, sebelum menatap pelaku nya.
"Ah sial !" Gumam Ivy.
"Oh, maaf. Aku gak sengaja. Aku kira tadi gak ada orang." Ucap si pelaku itu yang ternyata adalah Margaret , lalu ia tersenyum sinis.
"Kamu pasti sebagai kan !" Ucap Ivy dengan suara tinggi, itu membuat seisi kelas menatapnya.
"Eh, kamu biasa aja dong, lagian kita udah minta maaf kan." Ucap Sementa.
Brayan yang mendengar keributan itu mendekat, lalu bertanya "ada apa ini ?"
Ivy hanya menatap pria itu dengan sinis, dalam hati ia berkata "jangan ikut campur bodoh !"
"Ini, aku gak sengaja menjatuhkan minuman di meja Ivy, tapi dia malah marah-marah." Ucap Margaret dengan suara lemah, seolah ia baru saja di tindas oleh Ivy, Ivy yang mendengar dan melihat espresi Margaret itu hanya bisa menatapnya dengan jijik.
"Ivy, sebaiknya kamu bersihkan bajumu sebelum guru datang." Ucap Brayen.
Bryan nampaknya tak membeli Margaret, dia juga tak memihak Ivy. Dia hanya berada di tengah, dan mengabaikan konflik di antara ke tiga gadis itu. Ivy yang mendengar hal itu hanya terdiam, namun ia tak membantah sama sekali, ia memang harus membersihkan bajunya sebelum guru datang, tapi ia tak ingin masalahnya selesai begitu saja. Tapi reaksi berbeda di tunjukkan Margaret dan Sementa, mereka nampak kesal.
Ivy menatap gelas minuman yang berisi jus jeruk yang tadi Margaret jatuhkan dengan sengaja ke mejanya. Ivy dengan cepat merampasnya, lalu menyiramkannya ke baju Sementa. Hal itu membuat Samanta sangat terkejut, ia tak bisa berkata-kata selama beberapa detik sambil menatap bajunya yang basah.
"Oops, maaf, aku sengaja !" Ucap Ivy lalu pergi dengan penuh kemenangan.
Sementa dan Margaret hendak mengejarnya, berusaha menuntut balas, namun Brayen dengan cepat berdiri di depan mereka. Menghalangi jalan mereka, agar keributan tak lagi terjadi.
"Minggir Brayen, gadis itu perlu di kasih pelajaran !" Ucap Sementa kesal.
"Awas Brayen !" Timpal Margaret.
"Tenang lah, kalian tak punya waktu untuk berkelahi dengannya. Sebentar lagi guru akan masuk, dan baju kalian sudah kotor. Kalian tahu kan, siapa yang akan mengajar nanti, taun Imron. Dia itu sangat disiplin tentang kebersihan !" Ucap Brayen yang membuat Sementa dan Margaret terdiam.
Margaret dan Sementa mendesah kasar sambil menatap Brayen dengan kesal, lalu mereka pergi ke luar kelas. Tanpa Brayen sadari, sedari tadi Natali menyaksikannya. Gadis cantik itu hanya diam menyaksikan, menjadi penonton sama seperti siswa lain di kelas itu. Tapi ia merasa sangat kesal saat Brayen datang seolah menjadi penengah di antara para gadis itu. Setelah kepergian Margaret dan Sementa, Brayen menatap Natali. Tatapan Brayen tampak tajam, dan penuh dengan kecurigaan. Natali yang menyadari tatapan itu segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Natali bersikap seolah tidak tahu apa-apa, padahal kenyataannya dialah yang meminta Sementa dan Margaret mengerjai Ivy.
***
Hai pembaca, mohon maaf jika terdapat kesalahan pengetikan dalam penulisan novel ini. Jangan lupa komentar atau kritik yang membangun agar kedepannya saya bisa lebih baik lagi. Jangan lupa juga like dan follow ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMIDIO
Historical FictionIVY DIRUNDUNG DI SEKOLAHNYA KARNA DITUDUH SEBAGAI PENYEBAB KEMATIAN JESSICA, MESKIPUN HAKIM SUDAH MENYATAKAN IVY TIDAK BERSALAH NAMUN SEMUA TEMANNYA MASIH MENGGANGGUNYA. HINGGA SUATU HARI, SEKELOMPOK PEMUDA YANG KERAP MENGGANGGU IVY MENGHILANG SECAR...