Hi pembaca, mohon maaf jika terdapat kesalahan pengetikan dalam penulisan novel ini. Jangan lupa komentar atau kritik yang membangun agar kedepannya saya bisa lebih baik lagi. Jangan lupa juga like dan follow ya.
***
Sepasang mata dengan iris bewarna putih kebiruan, menatap kosong. Iris mata itu perlahan berubah menjadi merah tua, seperti gelas yang diisi dengan anggur merah. Saat iris mata itu benar-benar berubah menjadi merah tua, seseorang berkata "kembali padaku."
Suara itu milik seorang pria dewasa. Suaranya terdengar berat namun terdengar lembut. Terkesan maskulin.
"KEMBALI PADAKU !" Suara itu kembali terdengar, namun kali ini dia berteriak keras. Memekakkan telinga.
Ivy sontak membuka matanya, tepat saat air mengguyur tubuhnya. Membasahi sekujur tubuhnya, serta kasur yang saat ini dia tempati. Ternyata apa yang dia lihat hanya mimpi tentang sepasang mata dengan iris berwarna putih kebiruan itu hanya mimpi belaka. Hanya bunga tidur.
Ivy melihat ke sekelilingnya, ternyata dia berada di kamar. Ini adalah jam tidur, ya... Mungkin di dunia atas hari sudah gelap gulita.
Sementara air itu adalah perbuatan Marlin, teman sekamar Ivy. Gadis muda itu berdiri di samping kasur Ivy sambil memegang ember berukuran sedang di tangannya. Gadis itu menatap Ivy dengan tajam, seolah mata itu dapat membunuh Ivy. Hanya dengan melihat itu, Ivy tahu jika gadis itulah yang bertanggung jawab atas tubuhnya yang kini basah.
"Kau yang melakukannya ?" Tanya Ivy dingin, sambil menatap lawan bicaranya. Namun, dia masih terlihat tenang.
Marlin tertawa sinis, dia benci melihat ekspresi Ivy yang sok polos. "Ya, ini balasan karena kau sudah membuat masalah denganku !" Ucap Marlin ketus.
"Balasan ? Memangnya, apa yang kulakukan padamu ?" Ucap Ivy pura-pura polos.
Sebenarnya Ivy tahu kenapa gadis itu marah padanya. Itu karena Ivy selalu menyulitkannya saat pelajaran, dimana setiap kali Ivy melakukan kesalahan saat pelajaran, Ivy akan menimpalinya pada Marlin. Itu bentuk balasan, karena Marlin tidur berisik (ngorok), dia juga selalu membuat wilayah tempat tidur Ivy selalu bentakan, dan dengan sengaja mengotori baju Ivy yang ada di dalam lemari. Itu menjengkelkan.
"Masalah ? Apa yang sudah aku lakukan sampai kau begitu memusuhiku ?" Ucap Marlin seakan dialah orang yang dirugikan di sini.
"Kenapa kau selalu menyalahkan ku atas kesalahan yang kau buat sendiri ? Dan tadi ! Kenapa kau dengan sengaja melempar tikus itu padaku !"
Mendengar hal itu, Ivy teringat kejadian beberapa jam yang lalu, saat jam pelajaran sedang berlangsung. Saat itu mereka sedang belajar berbicara pada hewan (objek binatangnya adalah tikus), namun saat giliran Ivy, ia malah dengan sengaja melempar tikus itu pada Marlin. Lalu, Ivy bilang "ia takut pada tikus." Ivy memang takut pada tikus, dan dia memang sengaja melempar tikus itu pada Marlin.
Saat tikus itu mendarat tepat di pangkuan Marlin dia segera menyelinap ke dalam baju marlin. Itu membuat Marlin sontak berteriak histeris dan berlari kesana kemari. Dia juga tanpa sengaja menyenggol rak penyimpanan toples kasa penuh tikus jatuh. Itu membuat keadaan sangat kacau, dan memalukan tentunya.
"Sekamar denganku itu saja sudah suatu kesalahan ! " Lanjut Marlin.
"Kau hanya darah kotor ! Ibumu serta ayahmu, mereka semua mahluk rendahan yang layak mati ! "
Mendengar hal itu, sontak Ivy menatap Marlin tajam. Sorot mata itu penuh amarah, seolah api berkobar didalamnya.
Emosinya memuncak, saat gadis itu dengan lancang menghina kedua orang tuannya. Ya, meskipun ibunya meninggalkannya demi pria lain, dan Ivy tidak mengenal ayahnya, mereka tetap lah orang tuanya. Seperti apapun kedua orang tuannya, jauh didalam hati Ivy, dia masih mencintai mereka. Lagipula, Ivy tak pernah melupakan fakta jika dengan keberadaan merekalah, Ivy ada di dunia.
"Tarik ucapan-mu !" Geram Ivy.
Ditengah amarah yang memuncak, perlahan mata Ivy mulai berubah menjadi hitam. Garis-garis hitam mulai keluar dari ujung rambutnya, menghiasi wajah Ivy.
"A, kau bercanda... Aku tidak Sudi..." Suara Marlin terhenti saat Ivy dengan kasar mencengkram kerah baju tidur Marlin . Dan hal yang lebih mengerikan lagi, sebagain tubuh marlin berada di luar jendela.
Marlin melihat ke bawah, dimana teriak tanah dan dia saat ini 300 meter. Jika Ivy melepas cengkeramannya pada bajunya, mungkin Marlin akan mati seketika. Tubuhnya akan hancur, dan darahnya akan membasahi seluruh tanah. Meskipun mereka memiliki penyihir yang ahli dalam menyembuhkan, itu akan percuma karena Marlin terluka sangat parah.
Tubuh Marlin gentar ketakutan, bersaman dengan rasa takut yang langsung menyerangnya. Mentalnya langsung ciut. Kini Marlin sadar, mengganggu gadis di hadapannya sama saja mencari kematian.
"I, Ivy... Se-selamatkan aku. Aku-aku berjanji tidak berkata kasar lagi !" Mohon Marlin dengan suara gemetar ketakutan, dan air mata uang mulai membasahi wajahnya gang manis.
Marlin terus memohon, namun Ivy hanya menatap Marlin dengan tatapan dingin, seolah ia tidak peduli dan tak memiliki rasa iba. Saat Ivy mulai jenuh dengan suara Marlin, Ivy melepas genggamannya pada Marlin.
Tubuh marlin langsung terjatuh dengan cepat kebawah, dia bercerita sangat kuat membuat semua orang yang sedang tertidur terbangun. Sebelum tubuh Marlin benar-benar menyentuh tanah, cahaya putih muncul, membentuk lingkaran. Saat tubuh Ivy memasuki lingkaran itu, dia malah terjatuh ke atas tempat tidurnya sendiri.
Ya, Marlin kini berada di kamar asramanya. Ivy tidak benar-benar membiarkan Marlin mati begitu saja. Menurut Ivy, jika ia benar-benar melakukannya, itu hanya akan membuat hidupnya semakin sulit.
"Kali ini aku ampuni." Ucap Ivy singkat.
Marlin yang belum sadar dari keterkejutannya terduduk di atas kasurnya dengan tubuh gemetar hebat dan ketakutan. Perlahan suara air terdengar. Itu membangunkan Marlin dari keterkejutannya, terlebih saat rasa hangat dan hampir seluruh baju tidur serta tempat tidurnya terasa basah. Marlin melihat ke bawah untuk mengeceknya, ternyata dia sudah pipis di celana.
Ivy melihat hal itu, tapi dia tidak begitu peduli. Ivy menggunakan sihirnya untuk membersikan diri serta tempat tidurnya. Saat Ivy mulai sibuk dengan kegiatannya, Marlin menoleh ke arah Ivy. Takut ? Ya, ia begitu takut pada gadis muda yang berdiri di sudut ruangan itu.
Tiba-tiba suara pintu kamar terbuka. Seorang guru masuk, bersama beberapa murit perempuan. Mereka langsung mendekati marlin dengan raut panik dan khawatir di wajah mereka. Mereka melemparkan banyak pertanyaan pada marlin dan Ivy, tentunya Ivy hanya mengatakan kebohongan sementara Marlin , gadis itu hanya terdiam ditempatnya.
Marlin tidak bicara sepatah katapun. Rasa takut yang teramat sangat membuatnya bahkan tak berani bicara. Menyedihkan ? Ya, itulah yang Ivy pikirkan soal Marlin, padahal Ivy berharap marlin melaporkan perbuatannya agar Ivy bisa dikeluarkan dari sekolah.
***
Hi pembaca, mohon maaf jika terdapat kesalahan pengetikan dalam penulisan novel ini. Jangan lupa komentar atau kritik yang membangun agar kedepannya saya bisa lebih baik lagi. Jangan lupa juga like dan follow ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMIDIO
Historical FictionIVY DIRUNDUNG DI SEKOLAHNYA KARNA DITUDUH SEBAGAI PENYEBAB KEMATIAN JESSICA, MESKIPUN HAKIM SUDAH MENYATAKAN IVY TIDAK BERSALAH NAMUN SEMUA TEMANNYA MASIH MENGGANGGUNYA. HINGGA SUATU HARI, SEKELOMPOK PEMUDA YANG KERAP MENGGANGGU IVY MENGHILANG SECAR...