24-A-2

34 2 0
                                    

"aku tudak bermaksud menyinggungnya. Tapi, aku benar-benar tidak tega saat melihat Elsie di perlakukan dengan kasar." Gerutu-ku sambil menggaruk kepala-ku yang tak gatal.

Aku menatap jalan yang tadi Ivy lewati tadi. Sebenarnya itu bukan jalan, Ivy hanya melewati ilalang yang cukup tinggi. Aku tidak tahu dimana kami saat ini berada, tapi aku pastikan ini adalah hutan belantara.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Saat aku melihat tempat yang cocok untuk duduk, aku pergi ke tempat itu. Di bawah pohon yang rindang, aku duduk di sana sambil menikmati pemandangan indah tepat didepan mata serta udara segar yang sudah lama belum aku rasakan.

Ya... Aku memang sudah lama tak melihat matahari serta pemandangan ini. Terakhir kali aku melihatnya saat usiaku 7 atau kapan tahun lalu. Tapi lebih tepatnya, setelah aku berhasil melihat untuk pertama kalinya.

Aku mulai mengingat momen itu. Saat itu aku berada sendirian di taman, kedua orang tuaku sedang pergi ke suatu tempat. Saat itu aku masih buta, jadi aku tak bisa melihat apapun, tapi aku punya kemampuan untuk melihat aura serta mana sihir seseorang. Jadi, meskipun mataku tak bisa melihat, aku tetap bisa merasakan kehadiran orang lain di sekitarku.

Kebutaan ini bukan ku dapat dari lahir, melainkan kutukan. Seseorang telah mengutukku, sehingga aku tak bisa melihat, dan inilah alasan aku berada di sini. Orang tuaku sedang berusaha mencari seorang penyihir handal untuk menyembuhkan ku, karena seorang peramal pernah bilang kalau orang yang menyembuhkan ku ada di kota itu.

Meskipun aku di tinggal sendirian, namun aku baik-baik saja. Aku menikmatinya, meskipun aku merasa agak bosan. Namun kebosanan-ku menghilang saat aku melihat seseorang muncul secara misterius di tengah-tengah taman. Namun, beberapa orang di sekitarnya tidak menyadarinya, bukankah itu aneh, atau hanya suatu kebetulan.

Aku tidak bisa melihat paras sosok itu, namun aku bisa merasakan kekuatannya yang luar biasa. Warna sihirnya juga sangat unik, yaitu hitam. Ya... Ini kali pertama aku melihat warna sihir hitam, dia bahkan memiliki warna yang lebih pekat dan kuat dari warna hitam lainnya.

Aku yang penasaran, terus memperhatikan sosok itu. Saat sosok itu berjalan melewati-ku dan berjalan semakin menjauh, aku pun mengikutinya. Sosok itu  melihat sekelilingnya dengan bingung, lalu dia mulai berlari dengan panik ke arah taman.

Tiba-tiba sosok itu berhenti, dia nampak marah karena seekor buruk mengotori bajunya. Tanpa basa-basi, gadis itu menggunakan kekuatan sihirnya untuk membakar burung itu serta membersihkan kotoran burung itu pada bajunya.

"Kau tidak boleh menggunakan sihir sembarangan di sini ! Kalau sampai ketahuan, kau bisa mendapat masalah besar !" Reflek ku.

Setelahnya aku segera menutup mulutku. Namun, aku sadar itu percuma karena sosok itu menyadari kehadiranku.





Untuk sesaat sosok itu hanya terdiam. Membuatku bingung, tapi aku yakin dia sedang melihatku. Hingga, aku mendengar suara lembut dan indah.

"Kau, bicara padaku ?" Tanya sosok itu.

Dari suaranya, aku tahu dia adalah seorang gadis muda. Mungkin beberapa tahun lebih tua dariku. Gadis itu terdengar sedang bingung, mungkin dia bingung karena aku bisa mengetahui aksinya yang membakar burung tadi, atau mungkin dia kaget. Tapi melihat responnya yang nampaknya baik, aku merasa sedikit lega, dan aku menjadi sedikit berani.

"Tentu saja ?" Ucap ku sambil mengangguk pasti, setelahnya aku menggunakan kaca mata aneh dan sangat tebal pemberian orang tuaku.

"Kaca mata apa yang kau gunakan, kenapa sangat aneh ?" Tanya gadis itu penasaran.

"Ini untuk melindungi mataku." Jelas-ku.

"Emangnya, matamu kenapa ?" Tanya-nya lagi.

"Aku buta. Ayah memintaku memakainya. Katanya agar mataku tidak semakin rusak akibat cahaya matahari." Jelas-ku.

"Kacamata itu keren. Kau terlihat tampan saat memakainya. " Ucap gadis itu dengan nada aneh, nampaknya dia tidak sungguh-sungguh mengatakan kaca mata ini bagus. Tapi ya-sudahlah, aku tak terlalu memikirkannya.

"Ah, trimakasih." Ucap ku.

"Dan... Kalau kau tidak bisa melihat, tahu darimana kalau aku baru saja menggunakan sihir ?" Tanya gadis itu sedikit penasaran.

"Aku bisa merasakan energi sihir mu bekerja." Jelas-ku bangga..

"Kau memiliki energi sihir yang sangat banyak untuk usia mu ?" Pujiku. Ya, aku bisa melihat betapa besar energi gadis di hadapanku ini. Begitu besar sampai-sampai aku bergidik ngeri.

"Terimakasih atas pujiannya tuan kecil." Ucap gadis itu lembut.

Aku rasa emosinya sudah sedikit membaik. Pasalnya nada bicaranya denganku tadi sedikit kasar, namun kali ini itu terdengar lembut. Dia mungkin memiliki suatu masalah sehingga emosinya tidak bagus. Ya... Semua orang memang punya masalah.

"Tapi, apa kau seorang penyihir juga ?" Tanya gadis itu penasaran.

"Mungkin. Semua keluargaku seorang penyihir. Jadi mungkin aku akan menjadi penyihir sama seperti pendahuluku." Ucap ucapku tak yakin.

Orang tuaku memang seorang penyihir yang hebat, namun aku tidak yakin bisa sebesar nama kedua orang tuaku. Buktinya aku bahkan belum bisa menggunakan sihir, padahal usiaku sudah 7 tahun.

Anak-anak lain yang seusiaku, sudah bisa melakukan sihir dasar, namun aku belum menguasai sihir satupun. Terkadang aku merasa kecewa dan marah pada diriku sendiri, terlebih saat melihat tatapan kekecewaan dari kedua orang tuaku. Aku yakin merasa sebenarnya malu memiliki ku sebagai anak, hanya saja mereka tidak pernah mengatakannya.

"Oh, itu bagus." Ucap gadis itu singkat, lalu ia mengalihkan topik pembicaraan, yaitu untuk menanyakan tempat atau lokasi ia berada saat ini.

"Ohya, bisa kau beritahu ini di mana?" Tanya gadis itu.

"Kau ada di Landen." Ucap  ku.

"Landen ? Tapi, kenapa bersalju, bukannya masih musim panas ?"

"Tidak, ini sudah musim dingin. Ini kan akhir tahun 20**."  Ucapan-ku barusan membuatnya sangat kaget, ya... Itu terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Co, coba bilang lagi, ini tahun berapa ?" Tanya gadis itu lagi untuk memastikan ucapan-ku itu benar.

Aku hanya menjawabnya dengan anggukan, setelahnya dia terdiam dalam lamunan panjang. Aku hanya bisa menatap gadis itu yang tengah melamun, itu juga membuatku sedikit bingung.

Saat rasa gelisah ya mulai menular padaku, aku-pun menyentuhnya sambil berkata  "Kenapa kau terdiam ? Apa ada masalah?"

Itu membuat gadis itu tersadar dari lamunannya, lalu berkata "a, aku, tidak ada. Tidak ada."

"Terus, dimana kedua orang tuamu. Kenapa kau berada di sini sendirian ? Apa kau tidak takut di culik ?" Tanya gadis itu mengalihkan pembicaraan.

"Mereka pergi karna ada urusan. Dan aku, tidak takut di culik, aku sangat kuat !" Ucap ku dengan mimik muka ber-sungguh-sungguh.

"Kau terlalu percaya diri." Ucap gadis itu meremehkan, namun dia tersenyum lembut setelah ku.

"Tidak, aku memang sangat kuat ! Aku sudah berada !"  Ucap ku yang terdengar ngotot.

Gadis pun sedikit menunduk untuk mengelus rambut ku. Pada saat itu, gadis itu bisa melihat dengan samar mata dari mataku. Aku pikir dia sedang memperhatikan wajahku. Mungkin gadis itu sudah merasakan ada hal aneh di sana.

"Aku minta maaf sebelumnya, mungkin pertanyaan kurang sopan, tapi... apa kau tidak bisa melihat sejak lahir ?" Tanya gadis itu yang membuatku sedikit terkejut.

SEMIDIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang