15-A-2

51 3 0
                                    


Hai pembaca, mohon maaf jika terdapat kesalahan pengetikan dalam penulisan dalam novel ini. Jangan lupa komentar atau kritik yang membangun agar kedepannya saya bisa lebih baik lagi. Jangan lupa juga like dan follow ya.

***

Ivy melihat bangunan-bangunan tinggi menjulang dengan sangat megah. Ada 5 bangunan yang paling tinggi di antara yang lainnya, bangunan itu bahkan menyatu dengan dinding goa seolah menjadi tiang menyangga. Bangunan-bangunan itu dominan bewarna coklat dan kuning tua, dan hampir semua bangunan menyalakan lampu padahal saat itu hari masih terang. Bahkan lampu-lampu jalan juga menyala, menerangi goa yang gelap.

Negeri itu memiliki tata ruang yang sangat bagus, satu-satunya yang tidak terlihat adalah pepohonan dan taman. Mereka mungkin memiliki beberapa pohon di sisi jalan, tapi itu hanya buatan.

Suara ketukan membangunkan Ivy dari lamunannya. Ia segera melihat ke-asal suara, dimana suara itu berasal dari pintu masuk ke ruangan itu. Ivy segera berjalan ke pintu itu, ia membukanya, dan mendapati tuan Adalgiso
disana.

"Ayo, kita harus pergi membeli seragam dan perlengkapan lainnya."

"Untuk apa seragam ?" Tanya Ivy sambil menatap Adalgiso
dengan bingung.

"Tentu saja untuk kamu sekolah. Kamu pikir untuk apa."

Mendengar hal itu Ivy sedikit terkejut, pasalnya ia tidak berniat sama sekali untuk bersekolah di tempat seperti ini. Dia bahkan ingin pulang ke kota asalnya agar bisa bersama dengan Brayen kembali.

"Sekolah ? Siapa yang menyuruhku sekolah disini ?"

"Tentu saja saja Ulusoy."

"Tapi dia tidak mengatakan hal itu padaku. Dia hanya memintaku untuk datang kesini, bukan untuk sekolah !"

"Tapi Ulusoy malah meminta ku untuk menyekolahkan mu di sekolah asrama khusus penyihir."

Mendengar hal itu, Ivy hendak kembali protes, namun Adalgiso
memukul dinding keras yang membuat Ivy kaget, dan takut. Lalu pria itu berkata "Aku tidak suka dibantah! Kau tidak punya pilihan lain, selain menurut !"

Setelah mengatakan hal itu, Adalgiso
pergi, meninggalkan Ivy yang terlihat masih syok. Itu wajar karena dia dibentak, oleh orang tua seperti Adalgiso Ivy memang cukup serang bertengkar dengan orang lain, dan ia berani melawannya balik seperti Natali dan kawan-kawannya, tapi ini berbeda. Adalgiso memiliki sesuatu yang membuat Ivy takut dan tunduk, bukan karena sosoknya yang tua, tapi mungkin auranya yang sangat berwibawa seperti seorang pemimpin.

Tidak lama kemudian, Ivy mengikuti pria itu di belakang. Saat mereka sampai di lobby, Ivy melihat orang-orang yang membawanya kemarin. Ya, ini sudah 1 hari berlalu semenjak kedatangan Ivy di kota itu.

Ivy masih belum mengenal mereka dengan baik, yang Ivy tahu hanya Violet, Taki dan Adalgiso
. Ivy juga enggan bergaul dengan mereka, bukan karena ia membenci mereka, tapi karena Ivy merasa tidak nyaman dekat dengan orang baru. Itu semua karena ia trauma akan masalahnya yang terus dikhianati oleh sahabat-sahabatnya. Membuat Ivy menjadi pribadi yang tertutup dan dingin.

Setelah Adalgiso menyadari kedatangan Ivy, mereka pun mulai berangkat. Mereka pergi dengan cara berjalan kaki, itu sedikit merepotkan karena jalanan cukup ramai dengan manusia Semidio. Itu semakin parah tak kala kebanyakan penduduk memiliki tubuh yang besar dan tinggi, berbanding terbalik dengan Ivy yang memiliki tubuh kecil dan kurus. Beberapa kali Ivy ditabrak dan hampir kehilangan Adalgiso, untungnya ia berhasil mengejar pria itu.

Setelah berjalan sekitar 20 menit, Adalgiso
dan Ivy berhenti di depan toko penjual tongkat sihir terbesar di kota itu. Adalgiso
meminta Ivy untuk memasuki toko itu seorang diri karena dia harus mengurusi hal lain.

SEMIDIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang