Author POVJonathan membuka HPnya saat kiriman dari orang terpercayanya sudah masuk. Dia melihat Arin yng juga ingin melihat, saat videonya sudah diputar, ekspresi wajah Arin tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.
"Mas Haven mas, kenapa jadi kayak gini sih mas? Aku takut Haven kenapa-napa mas." kata Arin panik.
Jonathan sebenarnya juga merasakan sedih yang dirasakan Arin. Namun diantara semua perasaannya, yang paling dominan adalah perasaan malu terhadap istrinya atas tindakan yang dilakukan anak-anaknya.
"Aku minta orang rumah buat cek Haven. kamu tenang dulu." kata Jonathan menenangkan Arin.
"Maaf ya sayang, aku gagal didik mereka sampai mereka bersikap kayak gitu. Nanti biar aku ngomong sama mereka." kata Jonathan pada Arin.
"Kenapa susah banget buat mereka nerima Haven mas? Sedangkan mereka bisa nerima aku dengan baik. Aku tahu Haven udah kasi waktu, dia mau sabar. Tapi melihat mereka berantem kayak gini aku juga sedih mas." kata Arin.
"Maaf sayang, maaf..."
"Udah mas, mendingan sekarang kita telepon Haven. Aku mau pastiin dia baik-baik aja."
Jonathan langsung menghubungi Haven yang sayangnya tidak diangkat oleh Haven, sepertinya dia sedang istirahat.
Jadi Jonathan menghubungi Hanggara untuk memeriksa keadaan Haven.
"Halo pa..."
"Halo Gara, gimana kalian di rumah? Baik-baik aja kan?" tanya Jonathan, dia ingin tahu apa Hanggara akan berbohong padanya atau tidak.
"Baik pa." jawab hanggar walaupun terdengar sedikit ragu.
"Yakin? kalian gak bertengkar kan?" Jonathan memastikan sekali lagi.
"i..iya pa." sahut hanggar amasih mencoba menutupi apa yang terjadi.
"Ya sudah.. papa percaya sama kamu, tapi kalau papa tau kamu bohong sama papa, papa akan kecewa sekali Hanggara." kata Jonathan lagi.
"Maaf pa.."
"Kenapa minta maaf?"
"Jovan sama Haven berantem pa. Karena Haven nolongin temennya Jovan, trus Jovan marah." jelas Hanggara pada akhirnya.
"Kenapa marah?" tanya Jonathan tidak mengerti.
"Karena temen Jovan jadi marah sama Jovan karena bukan Jovan yang nolong, tapi Haven." jawab Hanggara yang membuat Jonathan semakin tidak mengerti.
"Dan Jovan malah nyalahin Haven?" tanya Jonathan tidak percaya.
"Iya pa." sahut hanggara yang membuat jonathan menghembuskan nafas kasar.
"Haven sekarang dimana? dia baik-baik aja kan?" tanya Jonathan.
"Haven lagi istirahat di kamarnya, pa." kata Hanggara.
"Gara, kamu tau kan Haven lagi sakit?" tanya Jonathan
"Iya pa, maaf karena gak bisa cegah mereka berantem." kata hanggara.
"Ya, nanti kita bicara lagi" kata jonathan.
"Iya pa."
-
Setelah menutup telepon dari papanya, Hanggara segera naik ke kamar Haven berniat untuk mengecek keadaan Haven, mengingat tadi Haven sempat mimisan dan terlihat sangat pucat.
Saat sampai di depan kamar Haven, Hanggara mengetuk pintunya beberapa kali. Namun tidak ada jawaban sama-sekali, jadi dia mencoba membuka kamar Haven yang untungnya tidak dikunci.
Namun dia tidak melihat siapa-siapa, hingga dia mendengar suara seseorang yang sedang muntah di kamar mandi. Hanggara langsung mengetuk pintu kamar mandi Haven dengan tergesa, namun Haven tidak menjawab.
Hanggara mengetuk lagi hingga Haven membuka pintu kamar mandi dengan wajah yang sangat pucat. Baru saja Hanggara ingin bertanya keadaan Haven, namun Haven sudah kehilangan keseimbangan dan tak sadarkan diri. Untung saja Hanggara menangkapnya dengan cepat.
Hanggara langsung berteriak memanggil Bi Darmi dan Bi Siti. Tak lama setelahnya Bi Darmi dan Bi Siti sampai di kamar Haven dan terkejut melihat Haven yang sudah dipangku Hanggara.
"Bi Siti tolong panggilin Jerico sama Jovan bi, Bi Darmi tolong suruh pak Asep buat siapin mobil. Kita ke rumah sakit sekarang." Kata Hanggara panik.
Tak berapa lama Jerico datang ke kamar Haven, namun tidak dengan Jovan. Tentu saja Jovan masih marah. Lalu disusul dengan Pak Asep yang datang dan membatu membawa Haven ke mobil.
--
Dan disinilah Hanggara, Jerico, dan Pak Asep. Di dalam ruangan VIP, di depan mereka ada Haven yang masih belum sadar. Kata dokter Haven kelelahan, stress, juga asam lambung yang naik, ditambah dia sedang demam hingga membuatnya sampai mimisan juga pingsan. Haven juga kurang tidur sehingga menyebabkan Anemianya kambuh. Hingga dia harus dirawat beberapa hari untuk tranfusi darah.
"Jer, kamu pulang duluan aja sama Pak Asep. Biar kakak yang nunggu Haven disini." kata Hanggara pada Jerico.
"Kak, kakak keliatan panik banget tadi. Kakak beneran udah nerima dia jadi saudara?" tanya Jerico, pertanyaan yang ada di benaknya sejak tadi.
"Kakak gak tau Jer, kakak belum bisa mikir. Yang kakak tau, Haven orang yang baik. Kakak yakin itu." kata Hanggara.
"Yaudah kak, aku pulang duluan biar Jovan gak sendiri. Besok aku kesini lagi." kata Jerico yang dibalas anggukan oleh Hanggara.
"Jer, jangan terlalu keras sama Haven. Pada dasarnya kita sama, ini semua sama-sama bukan keinginan kita. Kamu mungkin masih punya kakak sama Jovan. Tapi Haven sendiri." kata Hanggara
"Iya" sahut Jerico lalu setelahnya Jerico pulang bersama Pak Asep.
Setelah Jerico pulang, Hanggara duduk di kursi yang ada di samping ranjang Haven, dia mengamati Haven yang terlelap. Entah kenapa saat dihadapkan dengan Haven yang seperti ini dia merasa sangat khawatir, karena yang dilihatnya selama ini adalah Haven yang tangguh dan tak pernah goyah.
Jika difikir lagi, perlakuannya, jerico, dan jovan cukup kejam. Mereka bertiga dan Haven hanya sendiri. Jika Hanggara yang ada di posisi Haven sudah dapat dipastikan dia tidak mau tinggal di sana. Namun Haven cukup tangguh untuk tidak terintimidasi sama sekali.
Kadang dia berfikir, bagaima jika dia yang berada di posisi Haven? Apa dia sanggup?
Setelah beberapa lama menjadi saudara, Hanggara sedikit tau bagaima Haven. Dan diantara semuanya Hanggara yakin Haven orang yang tulus.
Beberapa hari yang lalu, Hanggara sempat berada dalam suasana hati yang sangat kacau, jadi dia memilih untuk jalan-jalan keluar rumah. Dia tau Haven mengikutinya berjalan kaki namun menjaga jarak seolah tidak ingin ketahuan.
Hanggara berhenti di atas jembatan yang ada di sana. Hanggara lelah dituntut menjadi sempurna di mata orang-orang. Dia masih kuliah, masih muda. Dia juga butuh waktu untuk dirinya sendiri, waktu untuk bermain-main. Sesungguhnya dia kadang muak dengan ini.
Hanggara menyadari keberadaan Haven yang ada beberapa meter darinya, menatap kearahnya. Namun Hanggara bersikap seolah dia tidak melihat Haven sama sekali. Hanggara ingin melihat apa yang akan dilakukan Haven.
Namun bahkan sampai Hanggara memutuskan untuk pulang, Haven masih betah untu berada di sana. Tidak menemuinya, manun juga tidak meninggalkannya. Namun bisa dia lihat raut khawatir yang terlihat jelas.
Dalam hati Hanggara merasa senang, bahwa seseorang memperdulikannya.
Maka sekarang saat Haven berbaring tak sadarkan diri dengan wajah yang pucat dan jarum infus yang terpasang di tangannya, juga darah yang dimasukkan ke tubuhnya, Hanggara merasa khawatir.
Sungguh, dia ingin sekali jujur dan berkata kalau dia sudah menerima Haven, menjadi adiknya...******
Haiii hari ini mau double up hehehehhe
KAMU SEDANG MEMBACA
Haven Arion | Watanabe Haruto
General FictionHaven Arion dan bagaimana dia menjaga nama itu.