Author POV
Pukul setengah 1 pagi, Haven akhirnya bangun, melihat sekeliling yang terlihat asing baru setelahnya dia melihat ke arah punggung tangannya yang terdapat jarum infus. Saat mengedarkan pandangannya lagi, tak disangka, dia melihat Hanggara yang duduk di sofa sambil memainkan HPnya.
"Kak..." panggil Haven dengan suara yang masih serak dan lemah.
Hanggara yang mendengar itu sedikit terkejut dan langsung menghampiri Haven, daritadi dia memang tidak bisa memejamkan matanya, karena masih bingung dengan bagaimana memberitahu papa dan mama Arin.
"ven, udah bangun? mana yang sakit?" tanya Hanggara.
"Cuma pusing dikit kak, thanks ya, lo udah bawa gue ke rumah sakit." kata Haven.
"Iya, beneran gapapa? perlu gue panggilin dokter?" tanya Hanggara lagi untuk memastikan.
"Nggak. Lo kenapa gak tidur?" tanya Haven.
"Belum ngantuk, masih mikir mau bilang gimana sama papa mama." jawab Hanggara jujur, ya siapa tahu haven punya solusi kan.
"Gak usah dibilang sekarang kak, bilang besok aja, takutnya mereka kepikiran disana. Besok biar gue yang bilang sama mereka." kata Haven.
Sebenarnya Hanggara masih belum terbiasa dengan ini, biasanya apa-apa selalu hanggara yang melakukannya, bukan adik-adiknya. Jadi selama ini dia merasa punya tanggung jawab yang sangat besar di bahunya, namun saat dia bersama Haven entah kenapa beban itu tidak ada, Hanggara bisa menjadi dirinya sendiri. Biasanya hanya dia yang mencari solusi dan membuat keputusan, namun kali ini ada Haven yang membantunya, pundaknya terasa tidak seberat biasanya.
"Kak, kalau gue ngajak lo deep talk mau nggak?" tanya Haven tiba-tiba. Walaupun dia masih pusing namun ini kesempatan bagus yang sayang untuk dilewatkan. Terlebih tidak ada Jovan yang akan mengganggu, cukup sempurna jika Hanggara mau.
"Lo baru aja siuman, gak usah aneh-aneh. Mendingan lo tidur lagi." kata Hanggara.
"Gue udah baikan, mau gak?" tanya Haven lagi, satu lagi yang Hanggara tau, Haven cukup keras kepala.
"Ok. bentar aja." kata Hanggara yang membuat Haven tersenyum.
Beberapa saat, justru hening yang mengisi diantara mereka, hingga Haven memecahkan keheningan itu dengan pertanyaan yang disimpannya cukup lama.
"Sampai kapan kak?-" tanya Haven menggantung, yang membuat Hanggara mengernyit menunggu lanjutan kalimat Haven.
"Sampai kapan kalian mau benci gue kayak gini? Jujur kak, sekalipun selama ini gue bersikap biasa aja, tapi lama-lama gue capek juga. Gue selalu mikir salah gue dimana sampai kalian sebenci itu sama gue."
"Gue ngelunjak banget ya? padahal awalnya gue yang bilang gapapa kalau lo anggap gue temen, tapi sakit juga denger lo bilang kalau gue cuma kenalan lo di depan temen-temen lo." Haven terkekeh pelan, katakan ini adalah efek demam, tapi Haven menjadi emosional.
"Kak, gue minta maaf karena gue udah masuk ke kehidupan kalian. Gue gak tau kalau gue cuma bakal jadi pengganggu. Tapi gue juga mau bilang makasih, karena udah bisa nerima mama. It's more than enough." kata Haven memandang mata Hanggara yang membuat hanggara mengalihkan pandangannya.
"Gue gak pernah benci sama lo ven, sama sekali... itu kali pertama dan terakhir gue bilang lo cuma kenalan gue. Setelah itu gue langsung jelasin sama temen gue kalau lo adik gue. Dari awal, waktu gue samperin lo di taman, gue udah nerima lo ven." ungkap Hanggara, kali ini dia yakin kalau pilihannya benar.
Haven sedikit terkejut mendengar itu.
"Gue tau ven, setiap perlakuan Jerico sama Jovan, lo nggak pernah bilang siapa-siapa. Gue tau, waktu gue pergi ke jembatan malam itu, lo ngikutin gue. Lo disana sampai gue pulang. Padahal gue nunggu lo nyamperin gue ven, tapi lo tetep diem disana." kata Hanggara.
Satu fakta lagi yang baru Haven tau.
"Maaf kak, gue pikir lo benci sama gue. Dan gue tau waktu itu lo lagi gak baik, satu sisi gue takut kalo gue samperin lo, itu malah bikin semuanya makin kacau, tapi di sisi lain gue pengen ada di samping lo, dengerin keluh kesah lo. Tapi lucunya malem itu hati sama otak gue malah sibuk berantem kak, hati gue bilang kalau gue harus samperin lo, nanya keadaan lo, tapi otak gue bilang kalau gue gak boleh ganggu lo, takutnya nanti lo makin benci sama gue." jelas Haven, dia sedikit lega dengan fakta bahwa Hanggara sudah menerimanya.
"Dan otak lo yang menang?" tanya hanggara sambil terkekeh.
"Ya, sayangnya gue lebih sering gerak pake logika kak." sahut haven tertawa.
"Pasti berat ya kak? jadi anak pertama." tanya haven setelah beberapa detik hanya diisi dengan suara jarum jam.
Hanggara tidak menyahut, ini pertama kalinya seseorang bertanya seperti itu padanya. Dia bingung mau menjawab apa.
"Gue tau gimana rasanya jadi anak tunggal, berat banget. Gue harus penuhin ekspektasi banyak orang, Hidup di jalan yang udah dibuat orang lain. Sampe gue gak tau sebenernya gue mau apa. Jadi lo pasti lebih berat ya kak? selain yang gue bilang tadi lo juga harus jadi contoh yang baik dan pelindung yang kuat disaat yang sama." ucap Haven tanpa melihat Hanggara, yang dia tidak tahu, ada kristal bening yang jatuh dari mata Hanggara. Untung saja, kamarnya tidak terlalu terang.
"Kak, mungkin kita belum sedeket itu buat gue ngomong gini, tapi kayaknya cuma ini kesempatan gue deep talk sama lo. Gue cuma mau bilang kalau seandainya beban di pundak lo rasanya berat banget, lo bisa bagi sama gue, gue juga pundak yang bisa dipake. Kalau lo butuh orang buat dengerin keluh kesah lo, kita bisa lakuin ini lagi. Kita bisa deep talk lagi, gue gak masalah. Kalau rasanya makin berat dan makin susah ngelewatin semua sendiri, bilang sama gue biar bisa gue bantu. Kapanpun, saat semuanya sulit, lo bisa dateng ke gue kak. Bahkan kalo seandainya lo gak bisa dateng ke gue, kasi tau gue, biar gue yang dateng ke lo.
Jadi jangan dateng ke jembatan itu sendirian lagi." kata Haven tanpa menatap Hanggara."Emang kenapa kalau gue ke jembatan itu sendiri?" tanya Hanggara out of topik, karena jika melanjutkan topik berat, dia tak yakin akan mampu menahan air matanya.
"Gue denger disitu banyak setannya, nanti mereka nyuruh lo loncat disana." jawab Haven
"Percaya setan lo?"
"Percaya, soalnya gue udah pernah ketemu." jawab Haven asal
"Hah? dimana?" tanya Hanggara yang justru penasaran.
"Dirumah."
"HAH?" kali ini Hanggara benar-benar terkejut, dan sedikit takut. Padahal tadi dia berniat bercanda.
"Malah gue sempet kenalan, Dia bilang namanya Jovan" kata Haven dengan santai.
"Bangsat! gue fikir beneran njing. Itu adek gue." kata Hanggara yang dibalas tawa oleh Haven.
"Sebelas duabelas."
Dan deep talk malam itu berhasil mengikis jarak diantara dua orang asing yang menjadi saudara...
*****
Haiii hari ini double up hehe
Minggu ini beneran campur aduk banget.. Sedih banget mashidam leave 😔😔
Abis itu ada MV Volkno yang pecah banget🔥
Trus konser kemarin yang WOOOOW banget.
Haruto yang super aktif sampe fanservice yang gak kaleng-kaleng...
Trus tadi malem haruto juga live lama banget..Btw buat teume yang biasnya mashidam yang sabar ya,, yuk tetep dukung mereka dimanapun, trus tetep dukung treasure juga.. love uu🤍🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
Haven Arion | Watanabe Haruto
Fiction généraleHaven Arion dan bagaimana dia menjaga nama itu.