Author POV
Sarapan di keluarga Erlangga terasa sangat berbeda bagi Haven, karena untuk beberapa hari Arin menginap di rumah neneknya untuk merawat neneknya yang sedang sakit.
Rasanya aneh karena dia harus makan disana tanpa ada mamanya, dia merasa sangat asing, tapi mencoba untuk bersikap biasa saja karena jika dia menghindar nantinya akan jauh lebih sulit. Walaupun hubungannya dengan papanya juga Hanggara sudah bisa dikatakan baik, tapi tetap saja dia orang baru disini.
"Em papa boleh gak minta sama kalian untuk lebih irit lagi. Jangan beli hal yang emang gak terlalu penting?" kata Jonathan sedikit ragu.
Pertanyaan itu justru mengundang pandangan tidak enak dari anak-anaknya.
"Kenapa? Perusahaan papa beneran bangkrut?" tanya Jerico to the point.
"Papa masih berusaha untuk mempertahankan perusahaan, maka dari itu papa butuh bantuan kalian untuk lebih irit agar pengeluaran papa tidak terlalu banyak." kata Jonathan lagi.
"Kita udah irit kok pa, gak tau sama anak papa satu lagi. Kemarin sih aku liat dia baru beli gitar baru." kata Jovan sambil melirik Haven.
Haven yang merasa tersindir dengan itu tentu saja menatap nyalang pada Jovan.
"Maksud lo apa?" tanya Haven.
"Ya apalagi, lo gak dengar papa bilang irit? Jadi jangan buang-buang uang papa cuma buat beli barang buat kegiatan gak berguna yang lo lakuin." kata Jovan. Haven masih menatapnya dan berniat menjawab sebelum Jovan menyambarnya lagi.
"Ya gue tau tujuan lo emang nikmatin harta papa kan, makanya sekarang lo beli semua yang lo mau. Tapi harusnya lo lebih ngerti dong, jangan buang-buang uang papa. Lo tinggal di rumah papa juga harusnya udah bersyukur." Kata Jovan lagi yang membuat amarah Haven benar-benar sampai puncaknya.
"Jovan! Papa gak pernah ngajarin kamu buat kurang ajar kayak gitu!!" kata Jonathan menegur Jovan.
Haven mencoba mengontrol emosinya yang bisa meledak saat itu juga, Kalau saja tidak ada Jonathan disana, Haven pasti sudah melayangkan satu pukulan untuk menyadarkan Jovan.
"Jovan. First of all, gue gak pernah ada tujuan apa-apa waktu gue setuju pernikahan papa sama mama. Gue liat mama bahagia sama papa dan itu jadi satu-satunya alasan gue terima itu.
Kedua, asal lo tau, gue belum pernah pake uang papa sedikitpun. Gue ngasilin uang gue sendiri, kegiatan gak berguna yang lo bilang tadi ngasilin uang jauh lebih banyak dari yang pernah lo kira. Cukup buat gue bisa foya-foya tanpa harus ngandelin uang dari siapapun. Cuma karena lo bisanya minta uang ke papa, jadi lo mikir gue juga sama? Sorry, tapi enggak. Gue gak sama kayak lo.
Ketiga, lo bilang gue harusnya bersyukur karena papa biarin gue tinggal disini? Jovan, gue punya tempat tinggal sendiri, gue punya apartemen sendiri. Kalau bukan karena gue masih menghargai papa sebagai papa tiri gue, lo kira gue mau tinggal sama lo? No. Not even in your dreams. Tapi sayangnya gue masih punya etika buat menghormati papa, menghormati kalian." kata Haven penuh penekanan.Haven bangun dan membuka dompetnya, mengeluarkan kartu ATM yang pernah diberikan oleh Jonathan lalu meletakannya dengan keras tepat di depan Jovan.
"Lo bisa pake kartunya, lo bisa tanya papa apa gue pernah pake itu atau enggak. Gue gak pernah ngemis-ngemis biar dikasi uang sama papa, ataupun biar gue diijinin tinggal disini. Lo bisa tanya langsung sama papa." kata Haven lagi.
"Haven..." Jonathan memanggil Haven, bermaksud menenangkan melihat bagaimana kilatan marah terlihat sangat jelas dimata Haven. Bahkan jika Jonathan yang ada di posisi Haven, dia bisa saja langsung memukul Jovan yang begitu lancang merendahkan. Dia tidak memungkiri itu, walaupun Jovan putra kandungnya tapi kali ini Jovan sudah melewati batas.
"Maaf pa, mungkin kata-kata aku tadi menyinggung papa. Tapi aku pernah bilang, aku bisa tahan selama mereka dalam batas wajar. Aku pernah bilang kalau sampai mereka melewati batas, aku gak akan pernah tinggal diam. Aku gak akan pernah biarin siapapun nginjek-nginjek aku kayak tadi, gak ada yang boleh nginjek-nginjek Haven Arion." Kata Haven pada Jonathan.
Haven lalu mengambil tasnya dan bersiap keluar.
"Malam ini aku tidur di apartemen, aku pulang besok sebelum mama pulang. Pa, aku gak mau mama tau ini. Karena kalau sampai mama tau, mama pasti akan terluka dan kalau mama terluka, siapapun itu, apapun akibatnya, aku gak peduli. I'll destroy them." kata Haven tajam lalu melangkah keluar dari sana tanpa menoleh pada ketiga saudaranya.
"Kali ini kamu beneran keterlaluan Jovan. Papa gak pernah menyangka anak yang papa selalu banggakan memiliki hati yang begitu kotor. Papa kecewa sama kamu.
Haven tidak pernah minta uang papa, dia tidak pernah menggunakan sepeserpun uang papa Jovan. Papa malu, papa malu sama Haven, sama mama. Harus seperti apalagi papa meminta kalian untuk mencoba terima Haven, anak itu salah apa sampai kalian seperti ini? Kalau kalian memang gak mau punya saudara baru, kenapa waktu itu kalian setuju papa nikah lagi? Kalau ada yang harusnya kalian benci disini itu papa, karena papa yang bawa Haven ke sini." kata Jonathan yang disambut bungkam oleh ketiga anak-anaknya.Jonathan lalu bangun dan pergi meninggalkan mereka dan masuk ke kamarnya. Meninggalkan Jovan yang merasa bersalah karena membuat sang ayah begitu kecewa.
"Lo udah kelewatan Van. Sekalipun lo gak bisa terima Haven, lo gak seharusnya ngomong kayak tadi. Gimana perasaan lo kalo orang lain yang ngomong gitu sama lo?" kata Jerico.
"Minta maaf sama Haven van, kali ini kamu yang salah" timpal Hanggara.
---
Jerico sampai di sekolah bersama dengan Jovan dan tanpa mengatakan sepatah kata dia langsung berlalu meninggalkan adiknya. Bahkan dia pun merasa kalau apa yang dikatakan Jovan sudah keterlaluan.
Jerico mencari keberadaan Haven dan mendapatkan informasi kalau Haven pergi ke rooftop dari teman-temannya, lalu dia melangkahkan kakinya ke tempat itu.
Sampainya di rooftop Jerico melihat Haven yang berdiri disana seketika perasaan bersalahnya muncul. Hanggara benar, setidaknya dia masih punya 2 saudara, sedangkan Haven hanya sendiri. Diserang dengan buruk seperti tadi pasti menyakitinya walaupun harus Jerico akui kalau Haven membuatnya terkesan, Haven benar-benar berbeda dengan mereka, Haven mandiri, kokoh, dan tak mudah dijatuhkan. Haven tau dirinya dengan baik, dia tau bagaimana menjaga diri, tau bagaimana mengendalikan diri. Dia punya batasan jelas tentang apa yang boleh dan apa yang tidak. Haven punya apa yang dia tidak punya.
Jerico berjalan menuju tempat dimana Haven berdiri lalu ikut berdiri disampingnya.
"Ven" panggil Jerico pelan sedikit ragu untuk melihat kearah Haven, karena jujur saja rasa gengsinya masih sangat tinggi.
"Kenapa?" tanya Haven dengan raut wajah dingin yang belum pernah Jerico lihat.
"Ini kartu ATM lo. Sorry tadi Jovan udah keterlaluan." kata Jerico sambil menyodorkan kartu ATM Haven yang tadi diambilnya sebelum dia berangkat karena bagaimanapun itu milik Haven.
"Gak usah, balikin aja ke papa, atau lo kasi ke adik lo aja. Dan lo gak perlu minta maaf ke gue kak, yang harusnya dateng itu Jovan. Sekalipun Jovan adik lo, ini nggak ada urusannya sama lo." kata Haven.
"Gue tau, tapi gue juga salah selama ini. Harusnya gue nggak egois, harusnya gue tau kalau kita ada di posisi yang sama saat itu. Nggak seharusnya gue marah atau benci sama lo. Gue minta maaf." Akhirnya kata yang susah payah disusun Jerico keluar juga, dan ego yang tinggi akhirnya diruntuhkan dihadapan Haven. Namun dia merasa lega.
Sebenarnya Haven masih marah, namun dia sedikit terkejut mendengar penuturan Jerico, dia tidak menyangka Jerico akan datang dan meminta maaf. Tapi mungkin saja setelah dia pergi tadi ayahnya memarahi mereka, apa pedulinya? memang seharusnya begitu.
"Oke kak, gue maafin."
"Kita bisa mulai lagi Ven, sebagai saudara. Ya itupun kalau lo mau." kata Jerico.
"Iya, kita mulai lagi."
Dan akhirnya Haven berhasil diterima oleh dua saudaranya. Mengenai yang satu lagi, Haven tidak akan berharap apa-apa.
****
Up lagi hehehehe
Semoga nggak bosen yak 🤎
KAMU SEDANG MEMBACA
Haven Arion | Watanabe Haruto
Ficción GeneralHaven Arion dan bagaimana dia menjaga nama itu.