⚠️ Trigger warning : violence , kidnapping
Author POV
Haven terlonjak kaget saat pintu dibuka dengan kasar dia melihat Jovan yang juga sama terkejutnya. Sepertinya ini sudah siang karena ada sinar matahari yang masuk ke ruangan itu.
Dua orang preman masuk dan membawa nasi dan air. Hanya nasi putih. Orang itu menaruh nasi didepan Haven dan Jovan namun tidak melepaskan ikatan mereka.
"Ini makan. Caranya kalian fikirin sendiri, mungkin bisa pakai mulut aja gak usah pake tangan." kata salah satu dari mereka dan disambut tawa oleh yang lain.
"Bajingan." kata Haven
"Ngomong apa lo bocah? bilang sekali lagi."
"Gue bilang lo bajingan. Lo gak pantes disebut manusia."
"Di masa depan gue harap lo bakalan ngerasain yang berlipat-lipat lebih buruk dari ini. Lo apa gak punya keluarga? gimana kalau keluarga lo yang diperlakukan kayak gini? Ahh atau udah gak ada yang anggep lo keluarga lagi?" kata Haven lagi sambil tersenyum mengejek.
"DIEEEMMM!!" teriak orang itu marah. Lalu Preman itu mendekati Haven dan memukul pelipis Haven sampai berdarah, mungkin terkena cicin yang dipakai preman itu.
Jovan meringis melihat itu, dia tak mengerti kenapa Haven bisa-bisanya berkata seperti itu, apa dia sudah bosan hidup?
Haven masih bisa memandang rendah preman di depannya dengan seringaian menyebalkan membuat preman di depannya semakin marah.
"Kenapa? yang gue bilang itu bener sampai lo marah? Nggak heran, gak ada yang mau satu keluarga sama iblis kayak lo."
Preman itu sudah sangat marah lalu mengambil gelas air yang tadinya ada di lantai dan melemparnya ke arah Haven yang beruntungnya meleset hingga mengenai dinding hingga pecah. Haven hanya sedikit basah karena terkena airnya.
Preman itu mencengkram leher Haven dan menekannya ke tembok hingga Haven tak bisa bernafas.
"Jangan. sok. tau. tentang. keluarga. gue." Kata preman itu penuh penekanan di setiap katanya.
Saat Haven sudah benar-benar tak bisa menghirup udara lagi, preman lainnya yang dari tadi hanya diam, menarik temannya yang sedang mencekik Haven. Haven langsung terbatuk begitu Preman itu melepasnya.
"Lo cuma bocah. Kalo aja bukan karena bos, lo udah gue bunuh. Nikmatin aja nasi lo yang cuma bisa lo makan kayak anjing. Jatah air lo juga udah habis, Mampus!" setelah mengatakan itu langsung keluar dari sana dan mengunci pintu lagi.
"LO GILA YA HAVEN??" kata Jovan marah.
"Lo mau mati hah? ngapain lo ngomong kayak tadi bangsat? kalau dia gak lepasin lo, lo pasti udah kehabisan nafas. Lo bisa mati! Lo kayak gitu biar apa? Gak usah nekat please."
"Trus lo mau gimana? mau nunggu bos nya dateng trus bunuh kita? Atau mau nunggu sampe kita mati gitu aja?"
"Ya nggak gitu."
"Liat makanan di depan lo, emang lo bisa makan dengan keadaan yang diiket kayak gini? Kalau kelamaan disini kita bisa mati kelaperan Van."
"Berontak kayak tadi juga gak ada gunanya bangsat."
"Ada" jawab Haven sambil menggeser tubuhnya perlahan, mengambil pecahan kaca tadi lalu menggeseknya di tali yang mengikat tangannya. Susah beberapa kali justru tangannya yang tergores.
"Anjir, gue gak kepikiran sampe sana."
Preman itu benar-benar melempar sekuat tenaga sampai pecahan kacanya menjadi serpihan kecil, untung saja Haven tidak kena. Dan untung saja ada 1 pecahan yang cukup besar walaupun sangat sulit dipegang hingga membuat tangan Haven tergores.
Sangat sulit menggerakan tangannya tanpa melihat, beberapa kali kacanya mengenai tangan Haven yang sekarang entah sudah berapa kali tergores hingga mengeluarkan darah.
"Ven tangan lo udah berdarah."
"Gapapa, nggak sesakit itu."
Haven terus menggesekkan pecahan kaca itu tak peduli sudah selama apa. Dia sesekali berhenti karena tangannya sudah sangat perih. Jovan juga tidak bisa melakukan apapun. Hingga tangannya sudah sangat lelah sampai rasanya tak bisa melakukannya lagi.
"Van, coba lihat. Udah mau putus gak?" tanya Haven.
"Sekitar 60%." jawab Jovan membuat Haven menghela nafas. Tangannya sudah kebas dan talinya baru terpotong setengah.
"Tapi masalahnya tangan lo udah banyak lukanya Ven." Kata Jovan, namun Haven masih tetap melakukannya. Selagi preman itu tidak datang.
Sampai malam harinya setelah menggesekkan pecahan kacanya sampai tangannya penuh darah, Akhirnya talinya putus.
"Ven, talinya bisa putus." kata Jovan pelan namun dengan mata yang penuh harap, setidaknya ada sedikit kemungkinan untuk keluar dengan selamat.
Haven meringis mengelap darah yang ada di tangannya, lalu melepaskan ikatan tangan Jovan. Baru setelahnya dia melepaskan ikatan kakinya. Cukup lama, karena talinya terikat sangat kencang.
"Masalahnya gimana caranya keluar?" tanya Jovan.
"Kayaknya harus tunggu ada yang masuk dulu" jawab Haven.
"Sekarang mendingan kita makan dulu." kata Haven lagi
Mereka terpaksa makan nasi tanpa lauk dan minum air yang harus dibagi 2. Tangan Haven terasa sangat perih, Dia melepaskan baju seragamnya dan hanya meninggalkan kaos putih lengan pendek. Dia merobek bajunya dengan bantuan pecahan kaca tadi lalu membalut tangannya asal-asalan.
Haven dan Jovan melihat sekeliling mencari alat apa yang bisa digunakan untuk melindungi diri. Hingga mereka melihat kayu balok bekas lemari. Mereka memegang masing-masing satu kayu lalu berdiri di samping-samping pintu.
Berharap mereka bisa memukul preman yang masuk dan bisa keluar dari sana.
-
Malam kedua dan Arin tidak bisa berfikir positif lagi. Dia menangis tanpa henti memikirkan bagaimana nasib Jovan dan Haven. Mereka juga sudah melapor polisi.
Sebastian memutuskan untuk tinggal di rumah Jonathan dan tidur di kamar Haven agar lebih mudah komunikasi.Bukan hanya mereka, Anthonio yang mendengar berita ini dari Evelyn juga membantu pencarian, jangan tanya bagaimana keadaan Evelyn, dia bahkan tak bisa makan dan tidur dengan baik. Dia takut terjadi apa-apa pada Haven. Sementara anak Saturn sibuk mencari Roy yang tiba-tiba hilang entah kemana.
Malamnya Sebastian mendapatkan telepon dari Ben yang mengatakan kalau Heru baru saja mengirim pesan ke salah satu nomor yang mengatakan kalau dia akan menemui dua bocah besok pagi yang sepertinya itu adalah Haven dan Jovan.
Sebastian lalu memberi tahu Jonathan dan Arin lalu berkata kalau Sebastian akan mengikuti Heru. Tadinya Arin dan Jonathan ingin ikut tapi Sebastian melarangnya karena takut kalau terlalu ramai malah ketahuan. Karena Sebastian akan datang kesana dengan polisi.
Akhirnya Arin dan Jonathan setuju dan hanya memantau kalau-kalau Sebastian membutuhkan bantuan.
Sebastian bahkan tidak bisa tidur memikirkan apa yang akan terjadi besok. Dia tak henti-hentinya berdoa agar besok Haven kembali dengan keadaan yang baik-baik saja.
***
Holaaaa 🤘🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Haven Arion | Watanabe Haruto
General FictionHaven Arion dan bagaimana dia menjaga nama itu.