Shena masih betah berlama-lama di ruang tengah bersama Ayahnya, setelah sebelumnya gadis itu kembali ke kamar, guna mengganti seragam sekolahnya dengan baju santai.
Kali ini Shena sedang tiduran di sofa, dengan kedua paha sang Ayah yang gadis itu gunakan sebagai bantal.
"Yah," panggil Shena
"Hm iya sayang kenapa?"
Terlihat keraguan yang dapat Zet tangkap di kedua mata anak gadisnya.
"Eumm."
"Kalau Ayah nikah nanti, terus punya anak lain juga, Ayah bakal tetep sayang sama Shena kan? Shena masih jadi putri kesayangan Ayah kan?" entah lah, hanya saja perasaan gadis tersebut sekarang sedang kacau, terlalu banyak ketakutan yang muncul di fikirannya. Rasanya walaupun sudah memberikan restu, nyatanya Shena belum seikhlas itu. Berat buat ia saat harus berbagi seorang Ayah ke wanita lain yang nanti jadi Ibu sambungnya. Terlebih jika nanti dia punya saudara tiri, sungguh Shena merasa takut sekarang.
Pikiran Shena tengah kalut, sedari tadi puluhan hal negatif mengacaukan fikirannya, mood dia bener-bener buruk saat ini, ingin rasanya berlari naik ke lantai atas, menuju kamarnya lantas menelan beberapa pil obat antidepresan untuk menenangkan ketakutannya.
Zet dapat melihat kerisauan dalam hati Shena, "Tentu dong, apapun yang terjadi nanti kasih sayang Ayah ke Shena nggak akan pernah berubah, Shena bakal tetep jadi putri kesayangan Ayah," jelas Zet sambil mengelus lembut puncak kepala Shena yang masih tiduran di pahanya.
"Calon Ayah cantik nggak?"
"Cantikan mana sama Bunda?"
"Baik nggak?"
Mendengar pertanyaan beruntun dari anaknya Zet hanya dapat tersenyum, "Cantik, baik juga, tapi jangan khawatir buat Ayah Bunda kamu tetep pemenangnya Shen."
"Terimakasih Ayah," ujar Shena tulus lantas memeluk erat perut Ayahnya.******
Minggu, 08:00 WIB.
Sean menyerkitkan dahinya bingung, ketika melihat Shena menuruni tangga, "Lo mau ke mana Shen? Udah rapi gini? Mau jalan sama Ziel?" ujar Sean menanyakan.
Pagi ini Shena mengenakan celana jins hitam, kaos putih serta cardigan abu yang menutupi kaosnya, dengan tas sling bag kecil berisi hp serta dompet yang tersampir di bahu kanannya.
Mendengar pertanyaan itu Shena menggelengkan kepalanya, "Enggak, gue ada janji sama orang," jawabnya lugas.
"Siapa?" penasaran Sean.
"Mau gue anterin? Nanti pulang gue jemput?" tawarnya.
Dengan segera Shena menolak tawaran Kakaknya, "Gak usah Kak, gue mau bawa mobil aja, udah lama nggak nyetir."
"Yaudah gue pergi duluan Kak," pamitnya sambil ngacir berlari menuju pintu keluar.
Enggak lucu jugakan kalau Sean tau, jika adiknya mau cek up kejiwaan, yups 2 minggu sekali memang jadwal Shena menemui Psikolognya, kebetulan hari ini stok obat dia juga tinggal 2 butir, bahaya kalau sampai kehabisan.
"Hati-hati Shen," pekik Sean memberi pesan.
Di tengah perjalanan hp Shena berdering.
Triinggg......
Hallo
S
KAMU SEDANG MEMBACA
Shena Aquella {SELESAI}.
Teen Fiction•~•~•~•~•~•~•~•~~•~•~•~•~• "Ayah minta tolong ke Shena, pertimbangin permintaan Ayah kemaren." Paham akan maksud arah pembicaraan Zet, Shena masih diam. Menunggu Zet menyelesaikan ucapannya. "Kondisi Zoya semakin sering drop sekarang. Paling nggak...