Zieldra menyediakan bahunya untuk bersandar kekasihnya, dia tau Shena sedang tidak baik-baik saja sekarang."Kamu nggak mau nangis Ay? Nggak papa luapin semuanya lewat air mata kamu biar lega," suruh Zieldra ke Shena. Pemuda itu heran saat setetes air matapun tidak jatuh di pipi Shena, bahkan barkaca-kaca pun tidak.
"Udah cape gue Zel, air mata gue udah kering mungkin, dari beberapa hari ini nangis mulu." Shena menyahuti ucapan Ziel.
"Hahhha," Shena tertawa hambar.
Dikecupnya puncak kepala Shena, yang tengah bersandar di pundak kokohnya.
Setelah itu Zieldra mengusap rambut Shena lembut, guna memberikan ketenangan kepada kekasihnya, "Apapun yang sedang kamu hadapin sekarang, aku harap kamu jangan menyerah ya!"
"Gini sayang, sutradara aja milih pemain buat meranin sebuah film, nyari yang dirasa terbaik dan mampu membawakan film tersebut. Begitu juga dengan kehidupan, ada Tuhan sebagai sutradaranya dan alhamdulillahnya, Tuhan milih kamu sebagai tokoh itu. Karena Tuhan tau kalau kamu bisa ngejalani kisah ini.
"Nggak papa sakit sekarang, nggak papa hancur sekarang tapi percaya deh sama aku, ada kebahagiaan besar yang menanti kamu di depan sana, sebagai hadiah karena kamu sudah bisa jadi tokoh terbaik menurut Tuhan."
"Tapi kamu harus inget, nggak boleh nyerah sekarang okey? jalani semampu kamu, jangan takut ada aku yang siap nemenin setiap langkah kaki kamu."
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Zieldra, Shena seketika merasa tertampar.
Dirinya merasa bersalah karena sudah menyalahkan takdir yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.Dan sekarang gadis itu yakin akan satu hal, bahwa Tuhannya sedang merakit kebahagiaan untuknya, sebagai bentuk apresiasi jika dia bisa melewati semua ujian ini.
Shena merasa lega, ditegakkannya tubuh dia, Shena menatap wajah kekasihnya, senyum tulus tercipta di bibir tipis Shena, "Terimakasih Zel, lo udah nyadarin gue, Insyaa Allah gue ikhlas ngejalani ini semua."
Zieldra?? Pemuda itu tentu merasa bersyukur, jika Shena mau menerima nasehat darinya. "Nah gitu dong kan jadi makin cantik kalau senyum gitu," Zieldra menggoda Shen, sambil sesekali mencubit pipi chubby kekasihnya.
"Apa sih," gumam Shena malu, dapat Zieldra lihat semburan merah merona di pipi gadis itu.
Tidak terasa waktu istirahat telah habis, tanpa menunggu lama Shena menarik tangan Zieldra untuk kembali ke kelas mereka, setelah membereskan bungkus bekas makanan, yang tadi sempat berserakan di meja taman.
****
Jam pulang telah tiba, Shena memutuskan untuk mampir ke rumah Zieldra, sesuai janjinya kepada pemuda itu, jika ia akan berkunjung ke rumahnya. Ditambah lagi Shena sedang menghidari Ayahnya, bukan bermaksud apa-apa, hanya saja dia masih belum terima atas semua fakta yang baru saja dia ketahui.
"Assalamualaikum," pekik Zieldra antusias.
"Mama Kara yang paling cantik, Gema pulang Ma, lihat deh Gema bawa siapa," Zieldra masih berteriak antusias, serasa memasuki rumah megahnya, diikutin Shena yang hanya geleng-geleng, melihat kelakuan absurd kekasihnya.
Dari arah dapur, seorang wanita cantik muncul, seketika wanita itu tersenyum lebar, saat melihat seorang gadis di samping anaknya.
"Aku ke atas dulu ya, mau ganti baju. Kamu ngobrol dulu sama Mama." Zieldra mengucapkan kalimat itu sambil mengusap puncak kepala Shena lembut.
Shena menganggukkan kepalanya beberapa kali, harus dia akui Shena merindukan wanita cantik yang sudah dianggap sebagai Bundanya sendiri.
Setelah kepergian Zieldra, Shena menghampiri Kara, dikecupnya tangan wanita berumur yang masih terlihat muda itu, "Assalamualaikum Ma, Mama apa kabar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shena Aquella {SELESAI}.
Teen Fiction•~•~•~•~•~•~•~•~~•~•~•~•~• "Ayah minta tolong ke Shena, pertimbangin permintaan Ayah kemaren." Paham akan maksud arah pembicaraan Zet, Shena masih diam. Menunggu Zet menyelesaikan ucapannya. "Kondisi Zoya semakin sering drop sekarang. Paling nggak...