Malam pun tiba, tadi sehabis makan Shena sempat ngobrol banyak dengan Kara, bahkan Zieldra merasa seperti terasingkan berada di tengah-tengah mereka.
Zieldra sempet heran Shena bisa sampai secerewet itu ngobrol dengan Mamanya, dan Mamanya pun bisa asik itu ngobrol dengan Shena.
Mereka seperti ibu dan anak sesungguhnya, mungkin inilah definisi dari kalimat saling merengkapi.
Hingga perlahan Shena tersadar bahwa dirinya belum sempat meminta izin dengan Sean kakaknya, jika dirinya pulang telat hari ini.
Tidak mau mengambil resiko, Shena buru-buru bangkit dari tempat duduknya. Zieldra mengerutkan dahinya bingung melihat raut cemas di wajah kekasihnya.
"Kenapa Shen?" tanya Zieldra.
"Eeumm Ma, Shena pamit pulang dulu ya, Shena lupa belum izin sama Kakak, bahaya kalau Kakak Shena marah. Mukanya serem hiiii," ungkap Shena bergidik ngeri membayangkannya.
Mendengar itu raut wajah Kara seketika berubah, jujur dirinya masih menginginkan Shena untuk lebih lama ada di sampingnya. "Loh Shena nggak mau makan malam dulu di sini?" tanya Kara, dari nada bicaranya terlihat jelas guratan tidak rela melepas kepergian Shena.
"Maaf ya Ma, udah malem Shena harus pulang sekarang. Nanti deh Shena janji pas hari libur Shena main lagi ke sini, dari pagi deh biar puas ngobrolnya," Shena mencoba memberi penawaran dengan Kara. Kalau boleh jujur dirinya juga betah ada di samping Kara, rasanya nyaman.
"Yaudah deh, Shena hati-hati ya pulangnya. Jangan lupa main ke sini lagi," pinta Kara penuh harap.
Shena menganggukkan kepalanya berulang kali, "Iya Shena janji. Shena pamit dulu ya Ma."
Mereka berpelukan, diciumnya kening serta kedua pipi Shena, sebelum berpisah dengan gadis itu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Gema, kamu bawa mobilnya hati-hati, awas calon mantu Mama jangan sampe lecet!" pekik Kara memberi peringatan ke anak sematawayangnya.
"Iya-iya Ma elah..... takut banget sih." Mereka berdua meninggalkan rumah mewah itu.
Di kursi kemudi, Zieldra mengamati wajah cantik Shena, pemuda itu cukup senang raut kesedihan tidak terlihat di wajah kekasihnya.
Sepertinya membawa Shena mengunjungi rumahnya memang sesuatu yang tepat."Makasih banyak Zieldra," ucap Shena tulus.
Ziel tentu bingung dengan maksud ucapan gadis di sampingnya. "Makasih buat?"
Shena tersenyum, "Udah ngijinin aku ngerasain kasih sayang Mama kamu, aku beruntung banget. Aku ngerasa seperti punya Bunda lagi."
Zieldra terenyuh dengan unkapan jujur Shena, hal yang menurutnya sepele ternyata seberarti itu buat kekasihnya.
Suasana hening beberapa saat, hingga akhirnya suara Shena kembali terdengar. "Tolong jagain Mama ya Zel, entah aku ataupun cewek lain yang jadi istri kamu nanti, tolong jangan ijinin siapapun nyakitin Mama termasuk diri kamu sendiri."
"Kamu masih beruntung Zel punya keluarga lengkap, Mama yang perhatian sama kamu, yang masih mau ngingetin kamu kalau salah, yang masih mau masakin masakan buat keluarganya. Padahal pembantu di rumah kamu banyak tapi Mama lebih milih buat turun tangan langsung kalau masalah makanan buat kamu dan Om." Shena berhenti sejenak lantas kembali berbicara.
"Perlakuin Mama sebaik mungkin Zel, jangan sampai bikin Mama sakit hati, jangan bantah apapun ucapan Mama."
"Tolong jaga Surga kamu ya Zel, jangan sampe kaya aku, nyesel karena nggak bisa berbuat apapun untuk Surga aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shena Aquella {SELESAI}.
Teen Fiction•~•~•~•~•~•~•~•~~•~•~•~•~• "Ayah minta tolong ke Shena, pertimbangin permintaan Ayah kemaren." Paham akan maksud arah pembicaraan Zet, Shena masih diam. Menunggu Zet menyelesaikan ucapannya. "Kondisi Zoya semakin sering drop sekarang. Paling nggak...