36❤

6.2K 367 23
                                    


Shena perlahan mulai mengerjapkan mata, dia akhirnya sadar. Masih di posisi yang sama dari awal dirinya pingsan.

Tubuhnya terasa menggigil, wajar saja kurang lebih sekitar 6 jam dia tidak sadarkan diri di lantai.

Shena memejamkan matanya sekilas, guna menghalau rasa berat di kepalanya. Setelah dirasa mampu dia mencoba bangkit dan berjalan menuju meja rias di kamarnya. Pandangan gadis itu terfokus ke arah cermin. Menatap pantulan dirinya sendiri yang terlihat mengenaskan.

Tatapan mata Shena masih sama kosong, seakan mulai lelah dengan semua hal yang menyerang mentalnya tanpa jeda.

Senyum gadis itu selama ini palsu. Topeng yang dia gunain terlalu tebal. Sehingga mampu menipu orang-orang di sekitarnya selama bertahun-tahun.

Ada luka batin yang menganga lebar, yang sampai sekarang masih dia sembunyikan.

Dia merasa sendiri. Dia merasa tidak ada yang bisa mengerti akan diri saat ini. Yang hanya dapat dia lakukan hanyalah memeluk dirinya sendiri. Sambil berkata bahwa dirinya bisa melalui semua ini.

Penyakit mental bukan hal yang bisa dianggap remeh. Bukan luka jatuh yang dikasih obat merah juga bakal sembuh. TIDAK!!!!

Tidak sesimple itu!

Bahkan selama 3 tahun terakhir ini dirinya menjalani pengobatan, konsultasi, rutin mengkonsumsi obat, melakukan berbagai macam terapi tidak memberikan efek yang berarti untuk kesehatan mentalnya

Hanya saja pengobatan yang dia lakukan ngebantu Shena dalam upaya pengendalian diri. Tetapi hari ini Shena kembali gagal! Dia merasa kalah dengan fikirannya.

Luka memar serta bercak darah yang sudah mengering menghiasi wajah cantiknya. "Luka yang ada di wajah gue, nggak sebanding sama luka di hati gue!"

"Kenapa mereka semua jahat?"

"Gue salah apa sama mereka?"

"Gue punya dosa apa di masalalu, sampai akhirnya gue harus menanggung semua sakit ini?"

"Tuhan kapan semua ini berakhir?"

Shena merenung sejenak. Lantas perlahan melangkahkan kedua kakinya mendekati ranjang tempat tidurnya.

Meraih beberapa butir obat di laci nakas, dan menelannya dengan bantuan air yang kebetulan tersedia di atas nakas samping tempat tidurnya.

"Bun... dateng ke mimpi Shena lagi ya, tenangin jiwa Shena, Shena butuh Bunda sekarang!"

Perlahan Shena mulai membaringkan tubuhnya, menata bantal, menarik slimut, serta memeluk Dopi, boneka lumba-lumba hadiah dari Zieldra. Dan tidak sampai 5 menit Shena sudah kembali masuk ke alam mimpi.

Wajar, obat yang Shena konsumsi memang ada yang memberi efek samping ngantuk. Dan itu membantu Shena mengatasi insomnianya yang bisa dibilang lumayan parah.

******

Shena terbangun saat silauan cahaya matahari menerobos ventilasi jendela kamarnya. Untung hari ini hari minggu, jadi dirinya tidak perlu dateng ke sekolah, dengan muka yang babak balur seakan habis dikeroyok warga. Shena melamun sejenak mengingat hal yang sudah terjadi kepadanya, kemarin dan semalem.

Diliriknya kalender di atas nakas, pandangan dia terpaku melihat sebuah tanggal yang sengaja dia lingkari. Lebih tepatnya hari ini.

"Mandi dulu kali ya, biar segeran dikit ini wajah, sekaligus ngedinginin otak," celetuk Shena tiba-tiba.

30 menit berlalu, dan Shena baru saja selesai dari ritualnya. Sebagai kaum hawa, seperti cewek-cewek pada umumnya Shena memilih mengunakan sedikit polesan di wajahnya. Terlebih dia juga berniat menutupi bekas memar di sebagian wajah, akibat aksi bruntalnya semalem.

Shena Aquella {SELESAI}.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang