Dengan langkah terburu mereka membawa Shena ke mobil. Zain mengendarainya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sesekali dirinya menoleh ke belakang mastikan kondisi Shena yang tengah dibaringkan dengan paha Rani yang menjadi bantalannya."Kamu fokus aja Bang bawa mobilnya, jangan sampai kita semua kenapa-kenapa!"
Sesampainya di rumah sakit. Shena segera ditangani oleh Dokter Alfy. "Shena!" seru Alfy tersentak kaget.
Kali ini Zain sama Rani sedang duduk di ruang tunggu. Mereka harap-harap cemas sekarang. Mereka takut kondisi Shena semakin parah. Mental dan fisik gadis itu tidak senormal orang lain. Dan mereka takut hal buruk menimpa Shena. Gadis yang sudah mereka anggap sebagai bagian dari keluarga mereka.
Alfy keluar dari ruangannya. "Bagaimana kondisi Shena Dok?" tanya Zain dengan nafas yang tidak beraturan.
Alfy menepuk pundak Zain beberapa kali. Mereka memang sudah sering bertemu semenjak Shena sakit. "Kamu dan Dokter Rani ikut keruangan saya ya. Ada yang mau saya jelasin."
"Baik Dok." Zain dan Mamanya berjalan mengikuti langkah Alfy.
Mereka bertiga duduk, dengan posisi Zain bersebelahan dengan Rani, dan alfy yang ada di hadapan mereka.
Alfy menghela nafas berat.
"Kenapa Dok? Shena gimana?" cemas Zain. Raut ketakutan terlihat jelas di wajah pemuda itu.
"Kondisi Shena semakin parah, cek up bulan kemaren kanker-nya sudah memasuki stadium 4. Saya sudah menyarankan kemotrapi untuk kesembuhannya. Tapi dia belum mau melakukan pengobatan itu," jelas Alfi yang semakin membuat bahu Zain seolah hilang harapan.
"Stadium 4 Dok?" tanya Rani dengan nada bergetar.
Mereka sama-sama kaget. Shena belum cerita tentang hal tersebut.
Pantas saja akhir-akhir ini Shena selalu membawa kata kematian. Apa dia merasa bahwa takdirnya sudah dekat? Entah lah.
"Kenapa cobaan selalu menimpa gadis sebaik dia Tuhan!" gumam Rani merasa tidak terima. Dia yang menangani Shena selama beberapa tahun ini. Rani tahu betul sesakit apa Shena menghadapi penyakit mentalnya. Dan sekarang Tuhan juga memberika cobaan kepada fisik gadis itu. Hebatnya tidak ada yang tau tentang hal ini kecuali dirinya dan putranya.
"Lakuin tindakan kemo Dok! Masalah Shena biar kita berdua yang bujuk," gumam Zain yang disetujui oleh Rani.
"Baiklah, nanti jika kondisi Shena sudah stabil kita lakukan kemotrapi yang pertama untuknya."
Mereka keluar dari ruangan Alfy dengan muka yang sama-sama terlihat hancur. Walaupun tanpa adanya hubungan darah tapi Shena sudah menjadi bagian dari mereka.
"Zieldra!" gumam Zain, saat melihat pemuda itu dengan bucket bunga ditangannya.
Zain mendekati Zieldra. Bermaksud menceritakan kondisi Shena. Dia mengikuti langkah Ziel. Hingga akhirnya Ziel berhenti. Dan memasuki salah satu ruangan.
Zain mengintip lewat jendela. Rani hanya menatap heran kelakuan anaknya. Terlihat Zieldra, Zet dan Lina di ruangan itu. Serta Zoya yang terbaring disuapi bubur oleh Lina.
"Ngapain Ziel ngejenguk mantannya?"
"Jadi ini yang Shena maksud!" geram Zain merasa tidak terima adiknya tersakiti.
"Kalian semua bakalan nyesel!" gumam Zain dan meninggalkan ruangan itu.
"Kamu kenapa Bang. Siapa yang kamu ikutin barusan?" Rani bertanya karena tidak bisa menahan rasa penasarannya. Ditambah lagi raut wajah dia yang berubah saat kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shena Aquella {SELESAI}.
Teen Fiction•~•~•~•~•~•~•~•~~•~•~•~•~• "Ayah minta tolong ke Shena, pertimbangin permintaan Ayah kemaren." Paham akan maksud arah pembicaraan Zet, Shena masih diam. Menunggu Zet menyelesaikan ucapannya. "Kondisi Zoya semakin sering drop sekarang. Paling nggak...