Beberapa hari setelah kepergian Shena, Zet masih mengurung diri di kamarnya. Bukan tanpa sebab dia masih belum bisa mengikhlaskan kepergian putrinya. Ditambah lagi rasa bersalah kerap kali menghantui dirinya.Satu bulan berlalu masih belum ada perubahan dari sikap Zet, tubuhnya semakin kurus tidak terurus. Benar-benar tidak mau keluar kamar. Bahkan urusan perusahaan dia abaikan begitu saja. Untung ada Johan orang kepercayaan Zet yang bisa meng-handle semua urusan kantor.
Zet seperti orang linglung sekarang, kerap kali berbicara sendiri dan ketika ditanya. Dan Zet hanya tersenyum dan sesekali menangis sambil mengucap nama Shena berkali-kali.
"Ayah," batin Sean merasa sesak yang teramat sangat akan perubahan keluarganya. Semua benar-benar hancur dalam sekali injak.
Sean tidak mau terjadi hal yang lebih buruk dengan Zet, memilih membawa Ayahnya ke Psikolog. Dia merasa kejiwaan Zet sedikit bermasalah semenjak kepergian adiknya.
"Shen sudah pulang?" tanya Zet dengan senyum manisnya.
"Shena belajar apa tadi disekolah?"
Zet mengangguk-anggukan kepalanya antusias, seolah sedang mendengarkan seseorang yang tengah bercerita.
"Teman Shena banyak ya, nanti kenalin ke Ayah ya!" pintanya.
Ternyata segitu dalamnya rasa bersalah Zet, bersalah karena tidak ada disamping Shena. Berasalah karena tidak memantau pertumbuhan Shena. Dan merasa bersalah atas semua yang terjadi dan menimpa Putrinya.
Sean memasuki kamar Zet yang jauh dari kata rapi. Berbeda sekali dengan karakter Zet sebelumnya. Sean yang merasa sudah tidak bisa menahan semuanya akhirnya memilih mendekat kearah Zet.
"Ayah ikut Sean yuk." Ajak Sean dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Zet menolehkan kepalanya, "Kemana?" jawabnya linglung seperti orang bingung.
"Shena diajak nggak?"
Sean mengganggukkan kepalanya, "Iya Shena diajak." Terlihat tatapan penuh kebinarran di sorot mata Zet.
"Ayo Shena kita pergi"
Tujuan Sean sekarang satu, membawa Zet untuk menemui Rani. Dokter Psikolog yang pernah menangani mental adiknya.
Sean akhir-akhir ini memang menjadi dekat dengan Zain dan Rani. Masalah yang menimpanya tanpa henti membuat pemuda itu mencari seseorang yang dirasa tepat untuk mendengarkan segala keluh kesahnya. Dan orang tersebut adalah Rani dan Zain. Orang yang pernah dekat dengan Shena.
Rani memang beberapa kali menyuruh Sean untuk membawa Zet memeriksakan kesehatan mentalnya. Dan setelah mempertimbangkan banyak hal akhirnya dia menyetujui usulan Rani.
Dan disinilah mereka sekarang berada. Di ruangan Rani. Zet sedang diperiksa juga menjalani terapi dengan wanita cantik itu.
Setelah semuanya selesai, Sean menyercanya dengan berbagai macam pertanyaan. "Bagaimana Tante, Ayah Sean gimana?"
Rani tersenyum tipis, "Seperti yang sudah saya kira sebelumnya, Ayah kamu mengidap Skizofrenia. Atau penyakit mental di mana penderitanya kesulitan membedakan mana yang nyata atau halusinasi."
"Itu sebabnya Ayah kamu sering berhalusinasi bahwa Shena masih hidup."
Sean menghela nafas berat, "Tapi Ayah Sean bisa sembuh kan Tan?" tanya Sean gusar.
"Masih bisa, yang terjadi pada Ayah kamu masih tahap ringan soalnya."
"Tapi kita harus kerja sama untuk kesembuhan Ayah kamu, gimana kamu sanggup Sean?" tanya Rani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shena Aquella {SELESAI}.
Teen Fiction•~•~•~•~•~•~•~•~~•~•~•~•~• "Ayah minta tolong ke Shena, pertimbangin permintaan Ayah kemaren." Paham akan maksud arah pembicaraan Zet, Shena masih diam. Menunggu Zet menyelesaikan ucapannya. "Kondisi Zoya semakin sering drop sekarang. Paling nggak...