E P I L O G U E

881 48 24
                                    

Raskal tidak memedulikan bagaimana syoknya para temannya saat melihat apa yang sedang berada di dalam gendongannya saat ini. Fokusnya hanya tertuju pada seorang balita yang kemungkinan masih berusia empat bulan, sedang menangis saat mendapatkan keadaan yang mendadak heboh di sana.

"Bayi siapa ini, Kal!"

"Woi, ada orang yang salah buang anak, kah?"

Masih banyak tanggapan dari orang-orang di sana, tetapi sama sekali tidak membuat perhatian Raskal lepas dari anak itu. Sebelum akhirnya Raskal menyadari sesuatu, usai memperhatikan balita yang semakin meneriaki tangisannya tersebut.

Pada akhirnua Raskal memilih untuk melangkah pergi, membawa balita itu yang mana masih menjadi pertanyaan bagi teman-temanya. Beserta tempat yang menjadi pengantar balita itu saat ditemukan oleh Raskal, ia bergegas membawanya pulang.

"Loh, Kal, kok dibawa? Khe mau ditangkap polisi karena disangka culik anak?"

Tidak peduli dengan teriakan temannya, Raskal hanya bergegas pergi meninggalkan restoran, diiringi dengan tangisan sang balita yang perlahan berhenti.

Raskal menyadari suatu hal. Suatu fakta yang selama ini ditutupi oleh seseorang dan kini telah Raskal ketahui.


***

Raskal berjalan menyusuri jalanan berumput. Sudah berjalan lima tahun lamanya, usai Arshe meninggalkannya. Raskal tidak menyangka, ia pun masih bertahan sampai saat ini. Sempat memiliki perasaan putus asa untuk menjalani hidup, namun nyatanya Tuhan masih memberikan kesempatan Raskal untuk bertahan. Terlebih, ada satu orang yang membuat alasan Raskal untuk tetap bertahan. Orang yang kini membuat hidup Raskal menjadi berwarna, setidaknya ia bisa melihat Arshe dalam diri orang tersebut.

Berbicara mengenai Arshe, tentu Raskal tidak akan melupakan wanita yang snagat ia cintai itu. Sampai detik ini pun, ia masih memikirkannya. Merindukannya. Tidak pernah sedikit pun terlintas dari pikirannya untuk menggantikan sosok Arshe dalam hidupnya. Raskal terlalu mencintai Arshe dan tentu ia yakin, cinta itu tidak akan pernah berhenti dan terus berlanjut untuk selamanya walau mereka telah terpisahkan oleh takdir.

"PAPA!"

Dan teriakan dari seorang anak kecil membuat perhatian Raskal harus teralihkan. Segera ia langsung menghampiri sang anak perempuan yang mana kini telah menangis kencang di sana.

"Waduh, Om Raski datang!"

Ada pula anak kecil laki-laki yang berada di sana pula, seakan memasang raut wajah takut saat melihat kedatangan Raskal. Tentu takut kena omel karena membuat nangis sang tuan puteri milik Raskal.

"Kenapa, Niki?" tanya Raskal saat telah duduk di sebelah sang putri dengan raut wajah penuh pengertian.

"Sina tuh, nakal! Dia ngasih aku ingus, Pa!" adu bocah cilik berusia lima tahun yang bernama Niki itu.

Sontak membuat pandangan Raskal teralihkan pada bocah disebelah Niki yang hanya memasang wajah menyengir saat itu.

"Maaf Om, Sina nggak sengaja. Lagian Niki juga kentut di depan muka Sina tadi, om. Malah bau banget kentutnya, kayak telor busuk!"

"Aku nggak sengaja, Sin!"

"Ya aku juga nggak sengaja tadi."

Raskal yang melihat perdebatan bocil di sana hanya bisa menggelengkan kepalanya. Mungkin baginya sudah biasa, dan mungkin Raskal pun tidak perlu memarahi teman Niki itu perihal ini, memang kadang ada saja tingkah anak kecil seperti ini. Sebagai orang tua, Raskal memaklumi saja lah.

"Om Raski nggak marah, 'kan?" tanya bocah bernama Sina itu dengan takut-takut.

"Enggak kok, Sin. Aman. Om nggak marah selagi kamu nggak buat Niki luka," kata Raskal dengan memberikan kelegaan bagi Sina di sana.

"Alhamdulillah, semoga Om Raski makin ganteng deh, karena nggak pemarah kayak anaknya."

Raskal yang mendengar hanya terkekeh pelan, seraya mengusap puncak kepala Niki yang saat itu memanyunkan bibirnya. Mungkin anak itu agak kesal karena sang Ayah tidak memarahi Sina yang notabenenya telah membuat Niki menangis.

"Kalau gitu Sina pergi dulu, ya Om, main layangan! Jangan tinggalin Sina pas pulang, loh!"

Karena memang mereka datang bertiga jadi lah Raskal harus bertanggung jawab atas kepulangan bocah itu. Dan kini Sina telah bergabung dengan anak lainnya yang entah kenal dari mana, sedangkan Raskal memilih untuk menemani Niki yang kala itu telah lelah untuk bermain masak-masakan. Kedua orang itu memilih untuk bersantai saja memandangi langit sore.

"Tadi main masak-masak ya? Niki masak apa tadi buat Sina?" tanya Raskal.

"Masak spageti. Cuma Sina bilang nggak enak, makanya dia nggak mau makan."

"Oh ya?"

Niki mengangguk lalu menatap sang Ayah di sana dengan wajah cemberut. "Besok ajarin aku masak spageti ya, Pa. Terus beliin mainan yang beneran juga, masa tadi aku masak spageti pake rumput, jadi nggak bisa dimakan beneran dong."

Raskal yang mendengar aduan sang anak langsung mengangguk dan kembali mengusap lembut kepala Niki.

"Iya nanti papa beliin, tapi tunggu umur enam tahun dulu, ya."

"Janji ya, Pa?"

"Iya sayang, janji deh!"

Niki yang mendengar janji sang Ayah langsung menyimpulkan senyum senangnya dan semakin tidak sabar untuk menginjak umur enam tahun tentunya yang akan berlangsung beberapa bulan lagi.

"Tadi Papa di depan lagi ngapain? Lagi mikirin apa?" tanya Niki yang ternyata menyadari kegiatan Raskal sejak tadi.

Raskal sedikit menoleh pada Niki, menatapnya sebentar lalu menjawab. "Papa lagi mikirin Mama, Ki."

"Papa kangen Mama?"

"Iya." Raskal menjawab singkat dengan senyum tipis.

"Memangnya Mama secantik apa, sih, sampai buat Papa kangen tiap hari? Lebih cantik dari Niki, ya?"

Mendengar pertanyaan polos dari Niki jelas membuat Raskal kembali menyerukan sedikit tawa. Kadang jika sedang sedih pun, Niki lah yang menjadi penghibur Raskal dan mungkin sama seperti sekarang. Setidaknya Raskal bisa merasa tenang karena kehadiran anak itu.

"Niki sama Mama sama-sama cantik. Kalian berdua adalah perempuan yang paling cantik di dunia, pokoknya nggak ada yang ngalahin, deh!" ujar Raskal.

"Oh ya?" Niki berkata dengan mata yang berbinar. "Kalau begitu Niki lebih mirip Mama daripada Papa, dong?"

"Ya bisa dibilang begitu."

Senyum manis Niki kembali terbit, dan kini anak itu beralih unuk menatap langit beserta teriakannya yang seketika membuat Raskal terharu.

"Mama, makasih sudah melahirkan Niki jadi anak yang cantik ya!"

Raskal sangat berharap jika Arshe akan bangga melihat bagaimana anaknya yang tumbuh menjadi anak yang persis seperti dirinya. Sudah menjadi janji Raskal untuk menjaga dan membesarkan Niki, dan kini ia harap bisa melangsungkan janji itu hingga akhir hayatnya.

THE END

The Chef's Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang