Veintidós 🧵

1.2K 121 31
                                    

Seminggu setelah pertengkaran Abara dan Rose mereka masih belum berbaikan. Jika bertemu pun mereka akan saling membuang mungka,dan jika Agara,Mark dan Abara sedang berkumpul Rose yang tadinya berniat untuk ikut pun memutar langkah nya untuk pergi.

Begitu terus sampai hari ke-8 mereka bertengkar membuat Mark frustasi.

"Kalian ini udah dewasa. Kalau ada masalah itu selesain baik-baik, Ngomong berdua. Bukan malah kayak gini, ke kanak-kanakan tau gak!" Mark berucap dengan nada tegas sambil menatap tajam kedua orang di depannya.

Sedangkan dua orang yang ditatap hanya diam tanpa mengeluarkan reaksi apapun.

" Ck. Sama-sama keras kepala" Mark berdecak kesal, kepalanya sudah cukup pusing dengan urusan kantor belum lagi dengan urusan yang ini.

"Sebenarnya apa yang buat kalian jadi marahan gini?" Tanya Mark mulai melembut,kalau di kerasin Rose dan Abara ini satu tipe, makin dikerasin makin menjadi-jadi.

"Dek tolong ambilin Daddy kursi" Ucap Mark ke Agara yang dari tadi hanya diam menyimak dari samping dan masih lengkap dengan seragam sekolah nya.

Agara kemudian mendorong pelan kursi yang ada di samping nya kearah Mark.

"Jadi siapa yang mau jelasin duluan?" Tanya Mark kepada dua orang di depannya ini setelah duduk di kursi yang diberikan Agara.

"Aku" Akhirnya setelah hening Rose mengajukan diri untuk menceritakan masalah yang terjadi di antara dia dan Abara.

"Ini dari sudut pandang aku aku gak tau dari sudut pandang Abara, kan kemarin pas kak ly datang aku memang ngusir kak ly, tadi nya kak ly mau nitipin Juan tapi kan kita mau pergi jadi aku tolak dong awalnya aku ngusir nya secara baik-baik, terus Abara sama Agara keluar kan awalnya aku biasa-biasa aja"

"Yang pertama aku udah kesal karena kata-kata kak ly sebelum si twins keluar,yang kedua kak ly langsung berubah pas tau Abara yang keluar,dan masa iya adek nya dia anggurin terus lebih akrab sama Juan aku juga rasanya gak dianggap disana mereka malah sibuk sendiri,terus kata-kata terakhir Abara ju--" Ucapan Rose di potong oleh Abara.

"Tapi kan mommy duluan yang gak sopan ke bunda,aku juga gak terima dong, mommy kok nyudutin aku sih, mommy gak terima gitu aku lebih dekat sama Juan?kan mommy juga ya jauhin aku sama Agara sekarang kok mommy pula yang sewot" Abara mendengus kasar sambil mengalihkan pandangannya.

Sedangkan Agara yang awalnya sedang duduk santai sambil minum terdiam mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulut ibu dan kembaran nya.

"Mommy ini ibu kandung kamu loh, apa pantas kamu ngomong gitu ke mommy, mommy tau mommy salah. Semua nya salah mommy, kamu kira mommy gak sakit dengar semua kata-kata kamu seminggu yang lalu" Air mata sudah menumpuk di kelopak mata Rose seolah-olah berlomba-lomba untuk turun dari kedua mata indah itu, kata-kata Abara Minggu lalu bener-bener melukai hatinya.

"Sakit bar kamu gak tau,disini bukan cuma kamu yang paling tersakiti. Kita semua,kita juga sakit bar"

"Kamu kira ibu mana yang tega misahin anak nya sendiri kalau itu bukan untuk keselamatan anak nya,kamu kira mommy gak capek sama semua ini!,Mommy capek bar, mommy kalau bisa milih mommy juga gak bakal mau semua ini terjadi!"

"Mommy capek bar, capek. Kamu gak akan tau sakit nya jadi mommy dan seberapa menyesal nya mommy udah misahin kalian dengan cara buat kalian jadi saling benci,kamu gak bakal tau itu bar,yang kamu tau cuma gimana tersiksa nya kamu selama ini. Kalau bukan demi keselamatan kalian berdua mommy gak bakal misahin kalian dengan cara gini,kamu kira mommy sanggup ngeliat kalian saling benci gara-gara mommy yang beda-beda in kalian?,enggak bar sakit rasanya setiap kali kalian harus selalu salah paham karena mommy yang." Ungkap Rose akhirnya,beberapa uneg-uneg yang memang mengganjal di lepaskan agar rasa penyesalan dan rasa bersalah yang menghantui nya sejak dulu agak berkurang meskipun sedikit.

Perdoname (End) || Lee Jeno • Eric Sohn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang