treinta y cuatro🧵

696 73 12
                                    

Jisa dan Mark tertegun di tempat nya.

Apa Abara mendengar perkataan mereka sebelumnya? Batin mereka.

Tapi secara bersamaan mereka melihat ke arah Abara yang masih menutup matanya, tapi kemudian abara kembali membuka suara, tetap setia dengan mata tertutup.

"Apa orang dewasa selalu egois?" Tanya Abara.

"Kami, lakuin ini juga demi kalian" Jawab Jisa.

"Demi kami, kata kalian demi kami ya, hahaha. Kalau iya tolong stop ya, kami menghargai usaha mommy Jisa sama Daddy dalam menjaga kami. Tapi apa harus dengan ngorbanin orang lain?" Air mata Abara mengalir satu persatu dari sudut matanya, tapi mata seindah bulan sabit itu masih tertutup dengan setia, enggan menatap kedua orang dewasa di dekat nya.

"Selama ini, bang Galaxy selalu cerita sama aku, dan dia selalu bilang, 'Gini ya dek, meskipun kata orang-orang gue jahat, tapi memang gitu sih, haha. Tapi kalau untuk mommy ya dek, gue gak akan bisa nolak apapun perintah mommy, bahkan kalau mommy minta nyawa gue sekalipun.' mommy bayangin, dia selalu nurutin apapun perintah mommy buat halangin si Dafa Dafa itu."

"Kamu masih kecil bara, kamu gak bakal ngerti perasaan mommy " Balas Jisa tetap kekeh dengan pendiriannya.

"it turns out that my feelings were not wrong, if Mommy would answer like this, uh, it's always like this, right, with my brother too. Mommy only cares about Agustine, right?"  Abara terkekeh sinis.

"Mommy yakin Agustine masih ingat sama mommy? Kalaupun Agustine ingat sama mommy, yakin dia mau sama mommy. Secara dia udah di besarin di complete and harmonious family"

"Jangan sia-siain, terkadang penyesalan sakit nya lebih turn off"

Jisa terdiam tak bisa menjawab Abara lagi.

Abara hanya tersenyum miris melihat reaksi dari Jisa.

Abara kemudian membuka matanya, lalu duduk dengan perlahan dan melihat kearah samping nya.

Disana Agara masih setia menutup matanya.

"Sebenarnya apa yang daddy sama mommy kasih ke Agara?" Tanya Abara tanpa melepaskan sedikitpun matanya yang tetap tertuju ke arah sang adik.

"Obat bius" Jawab Mark pelan.

"Apa kalian gak tau efek samping gunain bius secara ilegal" Tanya Abara dengan suara yang sangat berat, Abara marah besar. Oh tentu saja itu.

"Daddy tau nak, cuma itu satu-satunya cara supaya adik kamu gak ingat"

"Biarin dia ingat" Jawab Abara tenang.

"Itu akan berbahaya Abara!" Mark sedikit meninggi kan nada bicaranya.

"Aku bilang biarin Agara ingat!! Suatu saat pun Agara pasti ingat kalau yang dia bilang mimpi buruk itu adalah dirinya yang asli pasti emosi bakalan lebih meledak-ledak, kalian jangan bertingkah seenaknya gara-gara kalian Agara jadi kehilangan dirinya "

"Dan kalian jangan berbuat lebih jauh lagi, jangan biarin Agara sakit lagi. Biarin Agara jalanin hidupnya sendiri" lanjut Abara.

"Tapi itu akan membahayakan kamu juga!!" Bentak Jisa kearah Abara.

"damn it, ini cuma masalah perusahaan ini kan? Kalau tujuan utama nya memang perusahaan ini dan aku. Aku bakalan kasih semuanya asalkan Agara gak ngerasain sakit lagi"

Saat dirasa Mark ingin menjawab Abara kembali buka suara.

"Tapi setelah aku pikir-pikir, seperti nya masalah utama si Dafa itu bukan masalah perusahaan lagi, tapi lebih ke pembalasan dendam. Dilihat dari semua yang terjadi, Dafa itu pasti bukan orang miskin dan orang sembarangan.

Perdoname (End) || Lee Jeno • Eric Sohn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang