cuarenta y siate🧵

518 62 4
                                    

Abara masih termenung setelah mendengar semua kenyataan pahit yang lagi, dan lagi harus diketahui nya disaat semua orang sudah mengetahui nya duluan, apalagi ini bukan masalah sepele, harus nya disini dirinya yang diberi tahu lebih dahulu kan?

Ayah? Ibu? Semua terasa seperti mimpi yang begitu berliku-liku

"Cuma karena rasa iri mommy sampai begitu? Mommy mikir gak sih gimana kalau mommy yang berada di dalam posisi dia" tanya Abara dengan raut wajah tak habis pikir.

"Siapa memang nya yang tidak mau berada di posisi dia abara? Jangan terlalu naif , dunia itu kejam abara. Kalau kamu lugu seperti ini kamu akan berakhir seperti ibu kamu" balas Rose dengan senyum murung diakhir nya.

"Terlalu lugu dan naif, alana berakhir seperti ini karena keluguan dan kenaifan diri nya sendiri, dia hanya anak manja yang selalu mendapatkan semua keinginan nya, hanya perlu waktu sedikit untuk menyingkirkan nya abara,"

"Cukup!" Bentak Agara, matanya menatap tajam kearah rose yang hanya tersenyum manis kearahnya.

"Kamu persis seperti Rean, dan kembaran mu persis seperti Alana. Perpaduan yang sama untuk kedua kalinya. Mereka hancur juga karena sama-sama meras kepala, mudah menghancurkan orang yang punya ego setinggi langit son, dan untuk kamu Agara jangan terlalu gegabah dan suka menyimpulkan sesuatu dari sudut pandang kamu sendiri, jangan selalu merasa hanya kmu yang tersakiti di situasi ini. Lalu untuk kamu abara jangan selalu lari dari masalah, lebih baik kita menghadapi masalah daripada harus lari seperti pengecut,"

"Jangan berakhir seperti saya yang selalu lari dari masalah, masalah itu akan selalu datang, dan tidak selama nya bisa menghindar"

Abara dan Agara hanya diam mendengarkan semua perkataan yang keluar dari mulut mommy mereka,

"Bawa dia pergi," perintah Agara tiba-tiba kepada salah satu bodyguard yang berjaga di depan pintu kamarnya.

Rose awal nya memberontak karena bodyguard tersebut yang menyeret nya secara kasar.

Abara yang melihat itu tentunya marah besar, dia paling tidak suka jika seorang laki-laki melakukan kekerasan seperti itu kepada perempuan, apalagi ini ibu nya.

"lepasin gue," titah abara kepada sang adik kembar.

"Enggak. Sebelum lo tanda tangani semua suratnya," kekeh agara dengan pendirian nya, dia tidak akan melepas abara sebelum kembarannya itu menanda tangani semua suratnya, karena waktu sudah sangat sedikit, bulan depan sudah Desember yang berarti itu tepat umur mereka akan 17 tahun.

"Kalau gue gak mau, kenapa? Masalah" balas abara menantang, kepalanya sudah panas sekali sekarang mendengar semua ini, belum lagi tindakan Agara yang benar-benar sudah melewati batas.

"Lepasin gue bangsat!" Bentak abara

Setelah sekian lama, baru kali ini agara melihat abara se marah itu. Wajah abara memerah karena masih menahan emosi nya agar tidak kelepasan. Urat-urat dileher abara sudah menonjol dengan apik nya karena sebegitu besarnya abara menahan amarah nya agar tidak lepas kendali dan kembali bertengkar dengan agara, sudah cukup dulu, sekarang jangan terulang lagi.

"Agara gue bilang sekali lagi ya. Cepat. Lepasin. Gue. Bangsat " Ucap Abara penuh penekanan di setiap kalimat nya.

"Kalau lo tanda tanganin semua dokumen nya sekarang, lo bakal bebas" kekeh agara tetap dengan sifat keras kepalanya.

"Agara. Lepas " ulang abara untuk kesekian kalinya.

"Enggak pokoknya lo--"

"ORANG KAYAK LO ITU MEMANG GAK PANTAS DI BAIKIN ANJING, GUE BILANG LEPAS YA LEPAS, LO NGERTI GAK SIH" teriak abara kesal mata nya menatap tajam kearah agara yang terdiam kikuk karena teriakan abara yang bergema.

Perdoname (End) || Lee Jeno • Eric Sohn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang