[SLOW UPDATE]
Setelah mengalami kecelakaan bus dan tewas, Renna bereinkarnasi menjadi salah satu anak dari tokoh villain psycopat dalam sebuah novel yang pernah ia baca. Parahnya lagi, kelak ia dan seluruh keluarganya akan dihukum mati oleh Male Lea...
Lycene menatap Axcel sebentar. Gadis itu lalu berjongkok menatap tumbuhan obat herbalnya yang sudah mati. Langsung mencabut dan membuangnya ke tempat sampah begitu saja.
"Hati-hati Axcel. Jangan menyentuh tumbuhan sembarangan. Kau tidak tahu seberbahayanya tanaman racun yang kutanam di sini."
Axcel terdiam di tempat beberapa detik, "Lah, tapi Axcel sendiri juga racun, Bunda. Axcel 'kan kebal."
Lycene menjitak kening Axcel pelan, membuat anak itu mengaduh seraya mengusap keningnya yang sebenarnya tidak sakit.
"Kau hanya kebal di dalam, bukan di luar. Semisal kau sembarangan menyentuh tanaman lagi dan itu bunga Treuqsic, lalu serbuk sarinya mengenai matamu. Apa yang akan bisa kau lakukan?"
Lycene berjongkok, menyamakan tingginya dengan Axcel. Kedua tangannya memegang kedua pundak kecil anaknya. Netra merah gadis itu menyorot mata putranya serius, "Kau bisa buta Axcel. Sejauh ini belum ada obat penawar yang bisa menyembuhkannya."
Axcel menahan nafasnya beberapa detik saat mendengar penjelasan Lycene barusan. Buta? Separah itukah? Tidak ada obat penawar racunnya? Axcel tidak bisa membayangkan seberapa berbahayanya bunga yang dimaksud Lycene barusan.
Axcel menelan ludahnya kasar.
"Jadi berhati-hatilah untuk kedepannya. Mengerti?" lanjut Lycene seraya merapikan poni Axcel yang sedikit berantakan.
Axcel tersenyum, mengangguk mengerti. Anak itu kemudian beralih bertanya, "Bunda kenapa datang ke sini?"
Lycene menegakkan tubuhnya berdiri, "Aku membutuhkan tanaman Ozderyl."
"Bunda mau buat obat? Untuk apa?"
Lycene bergumam sejenak, "Yah, sebenarnya bukan membuat obat juga sih. Aku hanya sedikit merombak ulang komposisi ramuan penyembuhku."
Axcel mengerutkan keningnya, "Bukankah ramuan yang sebelumnya sudah sempurna? Lalu kenapa Bunda membuat ulang lagi?"
Lycene tersenyum miring, "Karena aku punya ide yang brilian. Jadi aku melakukannya."
Wajah Axcel langsung antusias seketika, "Ide brilian? Apa itu?"
"Tunggu saja besok, kau akan tahu sendiri nanti."
***
"Oh, rupanya kau suka buku itu? Baguslah kalau begitu." Lycene yang baru datang ke ruang tengah mengangguk-anggukan kepalanya. Salah satu sudut bibirnya terangkat membentuk seringai tipis.
Axcel sang pelaku yang ditanya menoleh. Anak itu menutup buku tebalnya, meletakkannya di atas meja kaca. Ia menatap ibunya dengan tatapan agak kesal.
Buku barusan yang ia baca adalah buku tentang politik. Bacaan yang sebenarnya sangat tidak wajar untuk anak seusianya.