Chapter 59

6.2K 586 208
                                    

✯Happy Reading⁠✯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✯Happy Reading⁠



“Bundaa!”

Lycene yang hendak menaiki kudanya terhenti. Gadis itu berbalik, menghadap seseorang yang barusan memanggilnya.

Axcel mengatur napasnya yang terengah karena berlari menghampiri Lycene, “Tu–tunggu Bunda.”

“Ada apa Axcel? Kenapa berlari seperti itu?” tanya Lycene berjongkok, menyamakan tingginya dengan sang putra.

Axcel mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, “Ini,” ujarnya menyodorkan sebuah benda mirip gantungan kunci dengan kedua tangan kecilnya.

“Kakak-kakak pelayan bilang merupakan sebuah tradisi memberikan sesuatu benda sebagai jimat, entah itu gantungan, sapu tangan atau bros pada seseorang yang hendak pergi berburu. Katanya agar benda itu menjadi jimat keberuntungan dan pelindung serta agar orang itu bisa pulang dengan selamat.”

Axcel tersenyum lebar, terlihat sangat senang dan antusias saat menjelaskan, “Axcel membuatnya sendiri lho, yah tidak sepenuhnya karena kakak-kakak pelayan juga ikut membantu.”

Lycene tersenyum kecil melihat gantungan di tangan putra semata wayangnya. Gantungan itu terbuat dari benang wol yang dirajut membentuk daun semanggi. Di tengah-tengahnya ada sebuah permata zamrud kecil yang di tempelkan.

Meskipun tak rapi dan berantakan di sisi sana sini. Tapi bagi Lycene itu adalah gantungan yang sangat lucu, terlebih Axcel membuatnya sendiri untuk dirinya.

“Semoga Bunda bisa memenangkan kompetisi berburu hari ini,” akhir anak itu tersenyum manis. Bahkan matanya tampak menyipit saat kedua sudut bibir itu melengkung ke atas. Ah, tampak begitu menggemaskan.

Lycene menerima gantungan itu dengan senang hati, “Terima kasih,” ujarnya lalu mengecup pipi putranya singkat.

Axcel yang mendapat kecupan dari ibunya tersipu malu. Terlihat semburat kemerahan di pipi gempalnya, “Hehe … sama-sama.”

Gadis itu memasang gantungan yang diberikan Axcel di gagang pedangnya. Lycene melambaikan tangannya kecil begitu dirinya sudah duduk di atas pelana kuda. Axcel dengan sumringahnya melambaikan kedua tangannya tinggi, “Hati-hati Bunda.”

Lycene memacu kudanya memasuki arena berburu. Hutan bagian barat istana yang memang sengaja dirawat untuk kompetisi berburu setiap tahun.

Di dalamnya ada berbagai macam hewan hingga monster lemah, yang sengaja ditangkap dan diletakkan di seluruh penjuru hutan untuk dijadikan buruan.

Lycene mengedarkan pandangannya ke sekitar, gadis itu tengah berpikir kira-kira hewan apa yang harus ia tangkap untuk memenangkan kompetisi berburu kali ini.

Semakin ia masuk ke hutan, satu persatu ia menjumpai para peserta berburu lainnya. Ada beberapa Lady yang memburu kelinci, ada beberapa lelaki muda juga yang tengah berebut rusa buruan.

The Real VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang