[SLOW UPDATE]
Setelah mengalami kecelakaan bus dan tewas, Renna bereinkarnasi menjadi salah satu anak dari tokoh villain psycopat dalam sebuah novel yang pernah ia baca. Parahnya lagi, kelak ia dan seluruh keluarganya akan dihukum mati oleh Male Lea...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✯Happy Reading✯
Hana tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Mulutnya bahkan sampai menganga lebar dengan mata yang juga ikut membola sempurna.
Hana menjatuhkan lututnya ke lantai begitu saja karena tubuhnya yang tiba-tiba terasa lemas, "No–nona apa maksud Anda dengan ingin memiliki anak? Apa Anda ingin menikah?"
Lycene berdecak merotasikan bola matanya tidak habis pikir dengan isi kepala Hana. Ia kembali menyorot Hana yang kini bersimpuh lemas di depannya.
"Tentu saja bukan, bukankah aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak ingin dan tidak akan menikah?"
"Lalu … apa maksud Anda dengan memiliki anak?" Hana terdiam beberapa saat dengan mata terbelalak tidak percaya, "Nona … Anda sudah hamil? Dengan siapa?"
"APA MAKSUD PERKATAANMU BARUSAN ITU?" Tanpa Sadar Lycene langsung berdiri begitu mendengar pemikiran tidak wajar dari Hana.
Hamil? Lycene bahkan tidak pernah membayangkannya.
Hana yang terkejut dengan reaksi berlebihan dari nonanya langsung terdiam. Sedangkan Lycene kembali mendudukkan diri seraya menghela nafas panjang.
"Bukan itu yang kumaksud Hana, bukan memiliki anak seperti itu. Tapi dengan ini, ramuan yang sudah kusempurnakan," jelas Lycene seraya menunjukkan sebotol kecil cairan berwarna hijau pekat ke depan Hana.
Hana terdiam di tempatnya beberapa detik, "Nona, Anda akan …."
"Iya, itu sebabnya aku memerlukan bantuanmu. Ini mungkin akan menjadi tugas yang berat untukmu. Apa kau sanggup?"
"Saya akan melakukan apapun itu perintah Nona." Hana langsung berlutut bak kesatria di depan Lycene.
"Jadi, carikan darah dari orang terkuat." Lycene menggelengkan kepalanya, "Ah, tidak. Apapun itu aku ingin mahkluk terkuat untuk menyempurnakan ciptaanku. Tidak peduli walau ia monster sekalipun."
"Baik, Nona."
Setelah itu, Hana langsung keluar setelah pamit undur diri pada Lycene. Begitu ia di luar kamar tubuhnya langsung menghilang menjadi serpihan abu.
Dan …
Di sinilah sekarang Hana berada, di hutan dekat perbatasan Terramort yang dikelilingi oleh monster. Dari atas pohon yang tinggi, Hana mengamati ke seluruh penjuru arah yang tampak gelap karena malam hari.
Dalam hatinya ada perasaan resah dan gelisah terkait tugas yang tengah ia jalankan kini. Bagaimana mungkin nonanya meminta hal yang menurutnya begitu tidak masuk akal sama sekali seperti ini?
Hana menghela nafas pasrah, mungkin nonanya kali ini tidak hanya membuat seorang anak ...
Tapi menciptakan sesosok monster.
***
Lycene mengerutkan keningnya kecil saat dirinya merasakan ada sesuatu yang mengendap-endap mendekatinya. Meskipun tertidur, gadis itu mempunyai insting kuat jika merasa dirinya berada dalam bahaya.
Dalam hitungan ketiga.
Satu …
Dua …
Srakkk
Dengan cepat ia menggulingkan tubuhnya hingga jatuh ke lantai. Membuat serangan si pelaku yang berniat menusuk gadis itu menggunakan belati meleset dan hanya mampu merobek sepreinya.
Dengan cepat Lycene langsung bangkit, mencabut pedangnya yang tergantung di dinding dan memasang sikap siaga.
Kali ini si pembunuh ikut mengeluarkan pedang dari balik jubahnya. Ia langsung maju menyerang Lycene dengan membabi buta, seolah benar-benar menginginkan nyawa gadis itu melayang.
Aksi saling serang pun terjadi di antara mereka berdua. Cukup lama pedang mereka saling berdentingan di tengah sunyinya malam. Hingga saat Lycene menemukan celah, gadis itu langsung memukul telak dengan melayangkan tebasan ke lengan lelaki itu.
Membuat si pembunuh langsung jatuh tersungkur kesakitan memegangi tangannya yang putus. Darah bercucuran deras dari lengannya menyerupai kolam merah yang tergenang di lantai.
Gadis itu menginjak dada lelaki itu, menundukkan badannya lalu melepas paksa topeng yang ia kenakan. Lycene menodongkan ujung pedangnya pada leher si pembunuh, "Katakan, siapa yang menyuruhmu?"
"Katakan!" ulang Lycene lagi kini menekan pedangnya ke leher lelaki itu. Menggoreskan pedangnya ke kulit pria itu karena tidak kunjung bicara.
"Aku tidak akan mengatakannya."
Lycene tersenyum miring, "Begitukah? Kau akan mati jika tetap memilih tutup mulut. Jadi, katakan siapa yang menyuruhmu."
"Sudah kubilang aku tidak akan mengatakannya, dasar jalang!"
Jleb
"Ah, dasar bedebah. Padahal aku sudah berbaik hati akan membiarkanmu hidup jika kau mengatakannya padaku," tekan Lycene menusukkan pedangnya ke leher lelaki itu. Membuat si korban semakin mengerang kesakitan dan kesulitan bernafas saat benda tajam itu ditusukkan semakin dalam.
"Tapi sepertinya kau lebih memilih setia pada tuanmu. Bukan begitu?"
"Ough … ughh … "
"Hah?! Apa? aku tidak bisa mendengarmu?" tanya Lycene sok meletakkan salah satu tangannya ke telinga. Mengejek.
"Hei, kenapa kau menangis? Bukankah itu pilihanmu sendiri untuk memilih mati?" ejek Lycene menusukkan pedangnya semakin dalam. Benar-benar menghabisi nyawa lelaki itu.
"Hahh, sudah mati," keluhnya lalu mencabut kembali pedangnya dan membuangnya ke sembarang arah.
Ia menyeret mayat pria itu menuju balkon kamarnya. Gadis itu lantas membuangnya begitu saja ke bawah bak membuang selembar kertas tak berguna ke tanah.
Biarkan saja seperti itu. Besok pagi para prajurit yang akan mengurus mayat itu. Begitulah pikir gadis itu.
Saat ia kembali masuk ke kamarnya ia terdiam di tempat saat mengingat masih ada genangan darah di lantai. Belum lagi noda merah itu juga berceceran di sana sini kamarnya.
Lycene menghembuskan nafasnya pasrah. Sepertinya untuk malam ini ia akan mengungsi dulu untuk tidur. Gadis itu tidak mau tidur di kamar yang kotor dan berbau anyir seperti ini.
Akhirnya ia pun melangkahkan kakinya keluar, dan seperti dugaannya di koridor sekitaran kamarnya tidak ada satupun prajurit yang berjaga.
Bisa Lycene tebak dalang di balik rencana pembunuhannya malam ini pastilah Luna. Seseorang yang memiliki kekuasaan internal kastil.
Yang entah bagaimana bisa sangat kebetulan juga dengan ketiadaan Hana karena menjalankan tugas yang Lycene berikan.
Sangat mustahil bagi Luna untuk mengetahui tentang kepergian Hana. Karena seseorang yang tahu akan hal itu hanyalah Lycene seorang.
Saat di tengah perjalanan menuruni anak tangga, langkah Lycene terhenti saat dirinya melihat seseorang yang cukup ia kenal berada di bawah tangga, berada di tempat yang cukup temaram.
Lycene melangkahkan kakinya hati-hati, gadis itu mengintip dengan siapa salah satu kakak kembarnya di bawah sana.
Tampak seorang gadis yang mungkin seumuran dengannya atau mungkin lebih muda darinya tengah …
Lycene menyipitkan matanya guna memperjelas penglihatannya di tempat yang cukup gelap di sana.
Gadis itu membulatkan matanya saat ia menyadari hal apa yang tengah mereka berdua lakukan.