Chapter 33

11.7K 1.5K 76
                                    

✯Happy Reading✯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✯Happy Reading✯



"Bunda."

Lycene tersentak, kepalanya tertoleh ke arah sumber suara. Axcel, sang pelaku tampak mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka.

Entah sudah sejak kapan ia berdiri di sana.

Meskipun hanya terlihat separuh wajahnya, tapi Lycene dapat melihat ekspresi sendu dari wajah anaknya. Dengan tatapan sedih yang sulit untuk diartikan, Axcel menatap ibunya dengan mata yang berair.

Anak itu … menangis.

"Axcel? Apa yang kau lakukan di sana?" tanya gadis itu seraya melangkah menghampiri putranya.

Tapi bukannya menjawab, Axcel malah menggeleng. Anak itu secepat kilat langsung berbalik, mengusap kasar jejak air mata di pipinya cepat.

Kini ada sekelebat perasaan resah yang menghampiri hati gadis itu. Karena akhir-akhir ini Lycene sangat sibuk, ia jadi jarang memperhatikan anaknya.

Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Apa saja yang ia lewatkan? Hal apa yang dialami Axcel hingga ia menangis seperti ini?

Tiba-tiba Lycene merasa bersalah atas ketidaktahuannya itu.

"Axcel, kenapa?" tanya Lycene. Gadis itu akhirnya berjongkok di depan Axcel, menyamakan tingginya dengan anak itu.

Tapi sekali lagi, ia kembali menggeleng. Enggan menjawab pertanyaan ibunya barusan.

Lycene menghela nafasnya panjang, benar-benar tidak mengerti dengan sikap Axcel saat ini. Tangannya lantas terulur mengusap pipi gempal anaknya lembut. Menyeka sisa air mata menggunakan ibu jarinya.

Sekali lagi, Lycene bertanya, "Kenapa?"

"Bukan apa-apa, Axcel tidak apa-apa," jawab anak itu pada akhirnya setelah jeda beberapa detik.

"Lalu, kenapa kau menangis?"

Axcel kembali menggeleng.

"Axcel," panggil Lycene pelan melembutkan suaranya. 

Ah, mendengar ibunya memanggilnya dengan suara seperti itu malah semakin membuat Axcel ingin kembali menangis.

Entah kenapa Axcel merasa seperti … ah, ia bahkan sulit untuk menjelaskannya.

Kedua sudut bibir Lycene terangkat, membentuk lengkungan senyum yang menawan. Senyuman teduh nan hangat yang baru pertama kali Axcel lihat. 

Axcel bahkan dibuat terperangah sesaat olehnya.

"Bundaaa …."

Jemari Lycene terulur naik membelai rambut hitam anaknya halus, merapikan helaian rambutnya yang berantakan, "Jika kau tidak cerita padaku bagaimana bisa aku tahu alasan mengapa kau menangis seperti ini. "

The Real VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang